Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Seulanga (Karya Mustafa Ismail)

Puisi “Seulanga” karya Mustafa Ismail bercerita tentang seorang tokoh liris yang mengenang seseorang yang dicintai namun telah hilang karena ...
Seulanga

Lagu-lagu penyanyi lawas itu menyerbu
hingga tulang-tulangku:
Kau seperti memutar waktu,
"mari kita bertamasya," katamu.

Dalam rambut kian perak, aku tak tahu
bagaimana merayakan waktu:
Mengenangmu!
Mengenangmu!

Kau berangkat jauh
bersama kapal Nuh
Desember itu,
Desember itu.

Aku mencatat semua nama,
semua tanda,
semua kata,
juga bau mesiu

juga tangisanmu:

Perempuan kehilangan selendang
ditilep lelaki jalang

Anak-anak kehilangan bintang
dipatuk mulut elang

dan kau kehilangan aku

Lagu-lagu penyanyi lawas itu
menyeret kita
pada lubang-lubang waktu
yang dulu membunuhmu.

Aceh 2014/Depok 2016

Analisis Puisi:

Puisi “Seulanga” karya Mustafa Ismail menghadirkan perenungan mendalam tentang kehilangan, ingatan, dan luka sejarah yang tak mudah dihapus. Judul "Seulanga"—nama bunga khas Aceh yang kerap diasosiasikan dengan cinta, kesetiaan, dan duka—memberi penanda bahwa puisi ini bukan sekadar ungkapan pribadi, melainkan juga memiliki dimensi kultural dan historis.

Tema

Tema utama puisi ini adalah ingatan dan kehilangan akibat luka sejarah. Penyair mengajak pembaca masuk ke ruang waktu yang penuh dengan kenangan, duka, dan tragedi, terutama yang terkait dengan perang dan kekerasan.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh liris yang mengenang seseorang yang dicintai namun telah hilang karena peristiwa tragis di masa lalu. Lagu-lagu penyanyi lawas memicu kenangan, membawa penyair pada memori akan perpisahan, tangisan, dan tragedi yang merenggut orang terdekatnya. Ada nuansa personal sekaligus kolektif, seakan yang hilang bukan hanya sosok pribadi, tetapi juga sebuah generasi yang tercatat dalam sejarah kelam.

Makna Tersirat

Makna tersirat puisi ini adalah kritik terhadap kekerasan dan perang yang merenggut banyak hal berharga: cinta, kebahagiaan, bahkan identitas manusia. Ingatan tentang perpisahan, tangisan, dan kehilangan menjadi simbol dari trauma sosial yang masih membekas. Dengan menghadirkan citra “kapal Nuh”, “bau mesiu”, dan “lubang-lubang waktu”, penyair ingin menunjukkan bahwa sejarah penuh luka tidak boleh dilupakan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sendu, melankolis, sekaligus getir. Ada perasaan nostalgia yang indah saat mengenang cinta, namun segera berubah menjadi kesedihan mendalam saat berhadapan dengan ingatan tragedi. Puisi ini menghadirkan nuansa emosional yang kompleks—antara cinta, kehilangan, dan duka sejarah.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa ingatan terhadap kehilangan dan luka masa lalu tidak boleh dihapus. Justru dengan mengenangnya, kita bisa memahami arti cinta, kesetiaan, dan penderitaan. Puisi ini juga memberi pesan moral agar manusia tidak mengulang kesalahan sejarah yang sama, sebab perang dan kekerasan hanya meninggalkan duka yang panjang.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji, antara lain:
  • Imaji pendengaran: “Lagu-lagu penyanyi lawas itu menyerbu hingga tulang-tulangku” menggambarkan suara musik yang membangkitkan kenangan.
  • Imaji visual: “Dalam rambut kian perak” menghadirkan gambaran usia senja.
  • Imaji penciuman: “bau mesiu” menimbulkan kesan kuat tentang kekerasan dan perang.
  • Imaji perasaan: tangisan, kehilangan, dan luka batin yang menyayat.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “kau berangkat jauh bersama kapal Nuh” sebagai simbol perpisahan abadi yang tak bisa dicegah.
  • Repetisi – pengulangan kata “Mengenangmu! Mengenangmu!” untuk menegaskan intensitas kerinduan dan kehilangan.
  • Personifikasi – “lagu-lagu penyanyi lawas itu menyeret kita pada lubang-lubang waktu” seakan-akan lagu memiliki kekuatan membawa manusia ke masa lalu.
  • Simbolisme – “perempuan kehilangan selendang” dan “anak-anak kehilangan bintang” sebagai simbol hilangnya kehormatan, masa depan, dan harapan.
Puisi “Seulanga” karya Mustafa Ismail bukan sekadar karya sastra personal, melainkan juga catatan kolektif tentang ingatan, kehilangan, dan duka sejarah. Dengan tema ingatan dan kehilangan, kisah tentang perpisahan tragis, makna tersirat berupa kritik terhadap kekerasan, serta imaji dan majas yang memperkuat suasana melankolis, puisi ini menyuguhkan pengalaman batin yang mendalam. Ia mengingatkan pembaca bahwa kehilangan tidak boleh dilupakan, sebab ingatan adalah satu-satunya cara agar luka sejarah tetap menjadi pelajaran bagi generasi berikutnya.

Mustafa Ismail
Puisi: Seulanga
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.