Puisi: Sajak Bola Api (Karya D. Kemalawati)

Puisi Sajak Bola Api karya D. Kemalawati menciptakan jembatan antara kata-kata dan realitas, mengingatkan kita bahwa meskipun ada kesulitan dan ....
Sajak Bola Api

Engkau berdiri di pematang lindap
tertegun menatap bongkahan tanah
menggali ceruk dengan seutas bayang

dua tiga helai rumput kurus
tersenyum layu padamu

seperti sedang melihat sajak menggigil
di sudut halaman Koran
iklan-iklan tanpa rintik hujan
menikam kering badan

pandangmu matahari sepuh
kabut merona kornea mata
menjemput pekat langit
dalam arak-arakan burung pulang

tiga bola api menggelinding dalam terang kanvas
tersungkur membentuk segitiga sama kaki
di ujung kuas bara

kau lihat sajakmu menjelma bola api
menggelinding di kaki petani.

Banda Aceh, 13 Desember 2009

Analisis Puisi:

Puisi Sajak Bola Api karya D. Kemalawati adalah karya yang kaya akan simbolisme dan imaji. Dalam puisi ini, penulis berhasil mengungkapkan perasaan mendalam tentang kehidupan, perjuangan, dan harapan melalui penggunaan bahasa yang puitis.

Penggambaran Visual yang Kuat

Diawali dengan “Engkau berdiri di pematang lindap tertegun menatap bongkahan tanah,” pembaca langsung dibawa ke suasana yang alami dan visual. Pematang dan tanah menciptakan konteks pertanian, menunjukkan bahwa puisi ini berhubungan dengan kehidupan yang sederhana namun mendalam. Keberadaan “dua tiga helai rumput kurus” yang “tersenyum layu” menambah kesan kesedihan dan kerentanan.

Kontras antara Kehidupan dan Keringnya Harapan

Penulis mengaitkan penggambaran rumput yang layu dengan “sajak menggigil di sudut halaman Koran.” Ini menciptakan gambaran kontras antara harapan dan kenyataan. Sajak yang seharusnya membawa inspirasi, justru terasa terasing dalam konteks yang sepi. Iklan-iklan yang “menikam kering badan” menambahkan dimensi kritis terhadap kehidupan modern yang kering akan makna, berfokus pada hal-hal material yang tidak mampu mengisi kekosongan.

Simbol Matahari dan Burung

Penggambaran “pandangmu matahari sepuh” membawa nuansa harapan dan kehangatan, namun juga menunjukkan kerapuhan. Matahari yang sepuh mencerminkan usia dan kerentanan, sementara “kabut merona kornea mata” menunjukkan bahwa ada keindahan yang bersifat sementara. Arak-arakan burung pulang menandakan siklus kehidupan dan harapan akan masa depan.

Bola Api sebagai Simbol Perjuangan

Di bagian tengah puisi, penulis menyebutkan “tiga bola api menggelinding dalam terang kanvas.” Bola api ini melambangkan semangat, perjuangan, dan aspirasi yang menggelinding menuju tujuan. Pembentukan “segitiga sama kaki” menciptakan citra keseimbangan, menandakan bahwa perjuangan dalam kehidupan bisa berujung pada hasil yang seimbang.

Transformasi Sajak menjadi Bola Api

Satu bagian yang sangat menarik adalah saat penulis menuliskan, “kau lihat sajakmu menjelma bola api menggelinding di kaki petani.” Ini menunjukkan bahwa puisi atau sajak bukan sekadar kata-kata, tetapi dapat menjadi kekuatan yang menggerakkan, memotivasi, dan menginspirasi. Petani yang menjadi simbol pekerja keras, menggambarkan bagaimana karya sastra dapat membangkitkan semangat dalam diri individu untuk terus berjuang meskipun dalam keadaan sulit.

Puisi Sajak Bola Api adalah sebuah refleksi tentang kehidupan, perjuangan, dan harapan. Melalui penggunaan imaji yang kuat dan simbolisme yang mendalam, D. Kemalawati mengajak pembaca untuk merenungkan arti dari perjuangan dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini menciptakan jembatan antara kata-kata dan realitas, mengingatkan kita bahwa meskipun ada kesulitan dan kekeringan harapan, selalu ada kemungkinan untuk bangkit dan berjuang—seperti bola api yang terus menggelinding.

D. Kemalawati
Puisi: Sajak Bola Api
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.