Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Rumah Batu Olakemang (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Rumah Batu Olakemang" merangkai elemen-elemen kehidupan dan sejarah dalam sebuah narasi puitis yang memperkaya pemahaman pembaca tentang ....
Rumah Batu Olakemang

Terjepit di antara rumah kayu
rumah batu terkelupas dan rapuh
sarang laba-laba di gerobok tua menyeruak
ketika pintu tanpa kunci itu dibuka
kuali-kuali besi telungkup di atas tungku
tanpa abu api biru berlalu

Berhenti di situ,
palang kayu hitam dipasang menyilang
menghalang langkah ke dalam

“Lewat samping saja,” lelaki penjaga warung menunjuk jalan
di atas jembatan kayu, tua, dan berlubang
kami berpegangan
menyeberang hijau kolam
menuju halaman

Berdiri di gapura memandang ekor naga di kiri kanannya
pandangku menjauh ke tepi Batanghari
siapakah yang melempar sauh
menggulung permadani merah melangkah gagah
membiak rumpun bambu di lembar sutra

“Datuk kami keturunan saidina,”
terngiang juga cerita ibunda tentang leluhurnya

Lelaki penunjuk jalan
menunjukkan silsilah pemilik rumah batu, leluhurnya
karena waktu aku tak menyimaknya
“Silakan mengcopynya jika perlu.”
aku menangkap inginnya sebelum berlalu.

Batanghari, 23 Maret 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Rumah Batu Olakemang" karya D. Kemalawati membawa pembaca ke dalam pengalaman perjalanan fisik dan spiritual.

Gambaran Fisik Lingkungan: Puisi dibuka dengan deskripsi rumah-rumah yang terjepit di antara rumah kayu dan rumah batu yang terkelupas. Sarang laba-laba yang menyeruak memberikan nuansa usang dan terbengkalai pada lingkungan. Pintu tanpa kunci dan kuali-kuali besi telungkup menambah nuansa mistis dan sepi.

Simbolisme Palang Kayu Hitam: Penggunaan palang kayu hitam yang menyilang sebagai penghalang langkah ke dalam menciptakan simbolisme tentang batasan atau hambatan dalam mencapai sesuatu. Ini bisa merujuk pada batasan fisik atau spiritual yang harus diatasi.

Petunjuk Menuju Halaman dan Silsilah: Pergeseran fokus ke penunjuk jalan yang menunjukkan jalan melalui jembatan kayu dan halaman rumah menggambarkan perjalanan fisik dan spiritual. Silsilah pemilik rumah batu menjadi pengantar ke dimensi sejarah dan keturunan, menambah lapisan makna ke dalam puisi.

Citra Ekor Naga dan Sungai Batanghari: Gambaran ekor naga dan pandangan ke tepi Batanghari membawa nuansa keagungan dan keindahan alam. Saat naga melangkah gagah, ini dapat diartikan sebagai perwujudan keberanian atau keturunan yang menghormati leluhur.

Pengantar Leluhur dan Cerita Ibunda: Referensi terhadap leluhur yang merupakan keturunan Saidina menunjukkan hubungan kekerabatan yang kental dengan nilai-nilai agama. Cerita ibunda sebagai pembawa cerita sejarah keluarga menciptakan hubungan antara masa lalu, masa kini, dan generasi mendatang.

Silsilah Sebagai Warisan: Penggunaan silsilah sebagai bagian dari warisan menciptakan kesadaran akan akar budaya dan nilai-nilai keluarga. Puisi ini mendorong pembaca untuk menghargai dan meresapi warisan leluhur.

Pergeseran Waktu: Penunjukan waktu dengan "karena waktu aku tak menyimaknya" menciptakan nuansa perubahan dan pergantian yang tak terelakkan dalam sejarah dan kehidupan.

Penutup yang Membekas: Penutup puisi yang menangkap inginnya silsilah pemilik rumah batu sebelum berlalu memberikan kesan bahwa pengetahuan tersebut memiliki nilai yang tinggi dan dapat membawa pemaknaan yang dalam.

Puisi "Rumah Batu Olakemang" bukan hanya sekadar gambaran fisik lingkungan, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual dan keberlanjutan generasi. Puisi ini merangkai elemen-elemen kehidupan dan sejarah dalam sebuah narasi puitis yang memperkaya pemahaman pembaca tentang identitas, silsilah, dan warisan.

D. Kemalawati
Puisi: Rumah Batu Olakemang
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.