Puisi: Rindu Emak (Karya Fikar W. Eda)

Puisi "Rindu Emak" karya Fikar W. Eda mengajak kita untuk merenung tentang betapa kuatnya ikatan emosional antara ibu dan anak, serta bagaimana ...
Rindu Emak

Angin sepi
berayun gelisah
antara dua kutub
di padang batu
dan gerimis
lukai perut bumi
rindu emak di beranda
mengangkasa pada langit
menetes pada daun
mengendap dalam nadi
mengalir sepanjang Krueng Peusangan

Di keningnya
senja warna jingga
Laut Tawar tinggal riak
elang pulang sarang
jemarinya menggores sajak
tentang putrinya yang terbunuh pagi itu
"pahatkan sajak ini, nak
di kaki Buntul Kubu."
kemudian lelap
bersama gelisah angin

Takengon, Januari 1997

Sumber: Rencong (2005)

Catatan:
Buntul Kubu: Bukit di tengah kota Takengon.
Laut Tawar: Danau di Takengon.

Analisis Puisi:

Puisi "Rindu Emak" karya Fikar W. Eda mengungkapkan kerinduan mendalam seorang anak kepada ibunya. Dengan latar belakang geografis Takengon, puisi ini menghadirkan perpaduan antara keindahan alam dan perasaan yang mendalam.

Angin sepi
berayun gelisah
antara dua kutub
di padang batu
dan gerimis
lukai perut bumi

Pada bagian ini, Fikar W. Eda menggambarkan suasana hati yang gelisah dan sepi. Angin sepi yang berayun gelisah antara dua kutub mengindikasikan perasaan terombang-ambing dan kebingungan. Padang batu dan gerimis yang melukai perut bumi menggambarkan kekerasan dan kesedihan yang mendalam.

rindu emak di beranda
mengangkasa pada langit
menetes pada daun
mengendap dalam nadi
mengalir sepanjang Krueng Peusangan

Bagian ini menggambarkan rindu kepada ibu (emak) yang begitu kuat hingga terasa di alam semesta. Rindu tersebut mengangkasa pada langit, menetes pada daun, mengendap dalam nadi, dan mengalir sepanjang Krueng Peusangan. Ini menunjukkan bahwa kerinduan itu menyebar ke seluruh alam dan menjadi bagian dari diri penyair.

Di keningnya
senja warna jingga
Laut Tawar tinggal riak
elang pulang sarang
jemarinya menggores sajak
tentang putrinya yang terbunuh pagi itu

Pada bagian ini, penyair menggambarkan pemandangan senja dengan warna jingga di kening ibu. Laut Tawar tinggal riak mengindikasikan ketenangan setelah gelombang emosi yang besar. Elang yang pulang sarang menggambarkan akhir dari perjalanan atau perjuangan. Jemari yang menggores sajak tentang putrinya yang terbunuh pagi itu menunjukkan kesedihan dan kehilangan yang mendalam.

"pahatkan sajak ini, nak
di kaki Buntul Kubu."
kemudian lelap
bersama gelisah angin

Pada bagian ini, ibu meminta anaknya untuk mengabadikan sajak tersebut di kaki Buntul Kubu, sebuah bukit di Takengon. Permintaan ini menunjukkan keinginan ibu untuk menjaga kenangan dan perasaan dalam bentuk yang abadi. Ibu kemudian lelap bersama gelisah angin, menunjukkan akhir dari perjalanan emosional dan fisik.

Tema dan Makna

  • Kerinduan dan Kehilangan: Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan dan kehilangan. Penyair mengungkapkan kerinduan mendalam kepada ibunya, serta kesedihan yang disebabkan oleh kehilangan seorang putri. Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional antara ibu dan anak, dan bagaimana kehilangan tersebut meninggalkan jejak yang mendalam.
  • Kedamaian dan Abadi: Puisi ini juga mengandung tema kedamaian dan keabadian. Dengan menggambarkan senja yang tenang, Laut Tawar yang tinggal riak, dan elang yang pulang sarang, penyair menunjukkan bahwa setelah perjuangan dan kesedihan, akan ada kedamaian. Permintaan ibu untuk mengabadikan sajak di kaki Buntul Kubu menunjukkan keinginan untuk menjaga kenangan dan perasaan dalam bentuk yang abadi.

Simbolisme dalam Puisi

  • Angin Sepi dan Padang Batu: Angin sepi dan padang batu menggambarkan perasaan terombang-ambing dan kerasnya kehidupan. Angin yang gelisah menunjukkan ketidakstabilan emosional, sedangkan padang batu menggambarkan kekerasan dan kesulitan.
  • Rindu yang Mengalir: Rindu yang mengalir sepanjang Krueng Peusangan menggambarkan betapa kuatnya perasaan tersebut hingga menyebar ke seluruh alam. Ini menunjukkan bahwa kerinduan tersebut menjadi bagian dari diri penyair dan mempengaruhi seluruh hidupnya.
  • Senja dan Laut Tawar: Senja dengan warna jingga dan Laut Tawar yang tinggal riak menggambarkan ketenangan setelah gelombang emosi yang besar. Ini menunjukkan bahwa setelah kesedihan dan kehilangan, akan ada kedamaian dan ketenangan.
Puisi "Rindu Emak" karya Fikar W. Eda adalah sebuah karya yang penuh dengan makna dan simbolisme. Melalui gambaran alam dan perasaan yang mendalam, penyair berhasil mengungkapkan kerinduan dan kehilangan yang dirasakan oleh seorang anak kepada ibunya. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang betapa kuatnya ikatan emosional antara ibu dan anak, serta bagaimana kenangan dan perasaan tersebut dapat dijaga dalam bentuk yang abadi. Dengan kata-kata yang indah dan penuh makna, Fikar W. Eda memberikan pelajaran berharga tentang kerinduan, kehilangan, dan kedamaian.

Fikar W. Eda
Puisi: Rindu Emak
Karya: Fikar W. Eda

Biodata Fikar W. Eda:
  • Fikar W. Eda lahir pada tanggal 8 Mei 1966 di Takengon, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.