Puisi: Nunukan dan Wajah Negeriku (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Nunukan dan Wajah Negeriku" mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi nyata di berbagai wilayah Indonesia dan menggugat ketidakadilan yang ...
Nunukan dan Wajah Negeriku

Melihat Nunukan yang diamuk gelombang
simpang siur wajah negeriku dalam porak
sangat majemuk
semua terjual dalam ringkih kesetaraan
malam melaju dalam senyap duka
Nunukan akan tenggelam
wajah negeriku bias sejenak

Wajah negeriku selalu garang, bila berbicara tentang Aceh
sedikit terperangah
berapi-api tentang Laskar Jihad
sangat norak dengan demonstran
sedikit bernyanyi tentang Papua Merdeka
membelai penuh kasih Jakarta
berdangsaria dengan Cina
menari sal-sal dengan Afrika
atau berpelukan mesra dengan Amerika

Lalu berada dimana sukacita yang ditawarkan bertahun-tahun dalam merah yang berani atau putih nan suci. Aku menggugat demi cinta seorang ibu TKI yang harus merelakan bayinya seharga Rp. 500 ribu berjalan terburu menutupi dadanya bernanah. Aku menggugat demi tubuh anakku yang hancur karena bom yang dipaksakan meledak, demi putriku yang disetubuhi peluru tanpa bersanding di pelaminan,
demi air mata yang pernah mengalir di wajah keibuanmu, ibu

Nunukan hanya sekilas bernama luka
perihnya terkubur dalam sukma selamanya.

Banda Aceh, September 2002

Analisis Puisi:

Puisi "Nunukan dan Wajah Negeriku" karya D. Kemalawati merupakan sebuah karya sastra yang sarat akan kritik sosial dan politik. Puisi ini menggambarkan situasi dan kondisi di Indonesia melalui lensa berbagai konflik dan ketidakadilan yang terjadi di berbagai wilayah, termasuk Nunukan, Aceh, Papua, dan Jakarta. Dengan menggunakan bahasa yang penuh emosi dan metafora, puisi ini menggugah pembaca untuk merenungkan kondisi nyata yang sering kali terlupakan atau diabaikan.

Gambaran Nunukan sebagai Metafora

  • Nunukan yang Diamuk Gelombang: Puisi ini dibuka dengan gambaran Nunukan yang dilanda gelombang. Gelombang ini bisa dimaknai sebagai simbol dari berbagai masalah dan konflik yang melanda daerah tersebut. Nunukan, sebuah wilayah di Kalimantan Utara, dikenal dengan berbagai permasalahan sosial, termasuk isu tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sering kali diabaikan.
  • Porak dan Ringkih Kesetaraan: Istilah "porak" dan "ringkih kesetaraan" menggambarkan ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang ada di Nunukan. Masyarakatnya hidup dalam kondisi yang rentan dan sering kali diabaikan oleh pemerintah pusat. Ini menjadi cerminan dari ketidaksetaraan yang ada di seluruh Indonesia.

Kritik Sosial dan Politik

  • Wajah Negeriku: Puisi ini secara eksplisit menggambarkan wajah Indonesia yang penuh dengan konflik dan kontradiksi. Dari Aceh hingga Papua, dari Jakarta hingga hubungan internasional dengan Cina, Afrika, dan Amerika, wajah Indonesia digambarkan sebagai wajah yang garang dan penuh dengan ketidakadilan.
  • Berbicara Tentang Aceh: Aceh disebut sebagai salah satu wilayah yang sering kali menjadi sorotan karena konflik berkepanjangan. "Berapi-api tentang Laskar Jihad" dan "sedikit bernyanyi tentang Papua Merdeka" menunjukkan bagaimana pemerintah dan media sering kali memberikan perhatian yang tidak seimbang terhadap berbagai isu di daerah.
  • Cinta Seorang Ibu TKI: Salah satu bagian paling emosional dari puisi ini adalah ketika penyair menggambarkan penderitaan seorang ibu TKI yang harus merelakan bayinya seharga Rp. 500 ribu. Ini adalah kritik tajam terhadap kondisi pekerja migran Indonesia yang sering kali dieksploitasi dan diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Penderitaan dan Keputusasaan

  • Tubuh Anakku yang Hancur: Penyair juga menyentuh isu kekerasan dan perang dengan menggambarkan anak-anak yang hancur karena bom dan peluru. Ini adalah gambaran yang menyakitkan tentang bagaimana konflik dan kekerasan telah merenggut masa depan generasi muda Indonesia.
  • Air Mata Keibuan: Air mata yang mengalir di wajah ibu menjadi simbol dari penderitaan dan keputusasaan yang dirasakan oleh banyak warga Indonesia. Ini adalah seruan untuk lebih memperhatikan dan menghargai peran dan perjuangan para ibu dalam masyarakat.

Penutup yang Menggugah

  • Nunukan sebagai Luka: Puisi ini ditutup dengan menyatakan bahwa Nunukan hanyalah sekilas bernama luka. Luka yang dirasakan oleh masyarakat Nunukan adalah luka yang mendalam dan abadi, mencerminkan luka yang sama dirasakan oleh banyak wilayah lain di Indonesia.
Puisi "Nunukan dan Wajah Negeriku" adalah puisi yang kuat dan menggugah, menawarkan sebuah pandangan kritis terhadap berbagai masalah sosial dan politik di Indonesia. Melalui gambaran yang penuh emosi dan bahasa yang tajam, D. Kemalawati mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi nyata di berbagai wilayah Indonesia dan menggugat ketidakadilan yang sering kali diabaikan. Puisi ini adalah seruan untuk perubahan, untuk lebih peduli, dan untuk lebih adil dalam memperlakukan semua warga negara Indonesia.

D. Kemalawati
Puisi: Nunukan dan Wajah Negeriku
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.