Analisis Puisi:
Puisi "Menelan Kota Besar" karya Mustafa Ismail menghadirkan potret getir kehidupan masyarakat urban. Dengan bahasa yang sederhana, satir, dan penuh sindiran halus, puisi ini menyajikan kritik terhadap gaya hidup kota besar yang serba instan, praktis, dan konsumtif.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kritik sosial terhadap budaya konsumtif di kota besar. Kota diposisikan sebagai ruang yang menelan manusia dengan segala tawaran modernitasnya, mulai dari iklan, makanan cepat saji, hingga hiburan instan.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang harus berhadapan dengan kerasnya kehidupan kota besar. Ia berjuang untuk bertahan, namun di sisi lain justru terjebak dalam pusaran konsumsi yang ditawarkan modernitas: makanan cepat saji, hiburan bioskop, hingga produk-produk yang dipromosikan iklan. Alih-alih menemukan makna hidup, ia justru menelan “ketololan sendiri”, yakni keterjebakan dalam arus yang tidak memberikan kebahagiaan sejati.
Makna tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik terhadap dehumanisasi dan keterasingan manusia di tengah gemerlap kota. Segala fasilitas modern tidak serta-merta menjawab kebutuhan manusia yang paling esensial, seperti perhatian, kasih sayang, dan pemenuhan batin. Kehidupan kota besar membuat manusia lebih sering didikte oleh iklan, produk, dan gaya hidup konsumtif, alih-alih mendengarkan kebutuhan sejati dirinya.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi terasa satir, getir, dan penuh sindiran. Ada ironi yang kuat ketika kebutuhan dasar seperti kehangatan saat hujan (jaket, payung, obat) justru tergantikan dengan hal-hal instan dan konsumtif (donat, ayam goreng, bioskop).
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah agar pembaca tidak larut dalam budaya konsumtif dan gemerlap semu kota besar. Kehidupan modern memang menawarkan kenyamanan instan, tetapi jika manusia hanya mengikuti arus tanpa menyadari kebutuhannya yang sejati, ia akan kehilangan jati diri dan menjadi bagian dari ironi kota.
Imaji
Puisi ini menggunakan imaji visual dan imaji rasa yang kuat. Pembaca dapat membayangkan hujan yang membuat seseorang basah dan membutuhkan perlindungan, makanan cepat saji yang tersaji begitu mudah, hingga gambaran gedung bioskop. Imaji rasa muncul melalui perasaan terjebak, tersesat, dan menelan “ketololan sendiri”.
Majas
Beberapa majas yang hadir dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “Menelan kota besar” menjadi simbol keterjebakan dalam budaya konsumtif.
- Sarkasme / ironi: menggambarkan kebutuhan mendasar yang diabaikan lalu digantikan dengan hal-hal instan.
- Personifikasi: iklan dan model seolah menjadi lawan bertaruh yang memengaruhi kehidupan manusia.
Puisi "Menelan Kota Besar" karya Mustafa Ismail adalah cermin satir dari kehidupan urban yang serba cepat, instan, dan konsumtif. Ia mengajak pembaca untuk merenungkan kembali arti kebutuhan sejati manusia, serta memberikan peringatan bahwa di balik gemerlap kota, terdapat jebakan yang bisa menelan jati diri dan kesadaran manusia.
Karya: Mustafa Ismail
Biodata Mustafa Ismail:
- Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
