Puisi: Malam Kata Tanpa Cahaya (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Malam Kata Tanpa Cahaya" menekankan bahwa meskipun kata-kata memiliki kekuatan untuk menyatukan, mereka juga memiliki potensi untuk ...
Malam Kata Tanpa Cahaya

Malam di pendapa
kau kirim aku busa kata
kita tiup bersama
melayang di ujung mata
lalu pecah menguap di udara

Malam burung gagak hitam
berpelana kuda kau giring busur kata
dalam gelap kita memanah bersama
terdengar desingnya di telinga
lalu dada kita berdarah luka

Malam mata arwana
dibalut lumut
kau sembunyikan selimut kata
kita dalam selubungnya
terkurung tanpa cahaya.

Banda Aceh, 8 Januari 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Malam Kata Tanpa Cahaya" karya D. Kemalawati merupakan karya yang kaya akan simbolisme dan imaji, menyajikan pengalaman emosional yang mendalam dalam suasana malam yang gelap. Melalui lirik yang puitis, Kemalawati menggambarkan interaksi antara kata, malam, dan perasaan, menciptakan suasana yang intim sekaligus melankolis.

Suasana Malam dan Kata

Puisi dimulai dengan gambaran malam di pendapa, tempat di mana komunikasi antara dua jiwa terjadi. "Kau kirim aku busa kata / kita tiup bersama," menggambarkan keintiman dan kerjasama dalam menciptakan makna dari kata-kata yang melayang. Namun, kata-kata ini juga rentan, "lalu pecah menguap di udara," menunjukkan bahwa meskipun ada keindahan dalam komunikasi, ada juga kerapuhan yang menyertainya. Ini menciptakan kesan bahwa kata-kata bisa hilang, tidak terabadikan, dan terkadang sulit untuk ditangkap sepenuhnya.

Simbolisme Gelap dan Luka

Di bait kedua, malam diibaratkan sebagai burung gagak yang hitam, simbol kematian dan kesedihan. "Berpelana kuda kau giring busur kata," menunjukkan bahwa kata-kata tersebut adalah alat untuk menjangkau perasaan yang lebih dalam, tetapi dalam prosesnya, "lalu dada kita berdarah luka." Luka yang dihasilkan bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Ini menggambarkan betapa sulitnya mengungkapkan perasaan terdalam, dan konsekuensi dari upaya untuk berkomunikasi bisa sangat menyakitkan.

Terkurung dalam Kegelapan

Bait terakhir membawa kita pada gambaran yang lebih gelap, "Malam mata arwana / dibalut lumut." Arwana, ikan yang biasanya diasosiasikan dengan keindahan, di sini diselimuti oleh lumut, menggambarkan hilangnya keindahan dan kejelasan dalam hubungan. "Kau sembunyikan selimut kata / kita dalam selubungnya," menunjukkan bagaimana kata-kata yang seharusnya menjadi jembatan komunikasi justru bisa menjadi penghalang. Terkurung tanpa cahaya menciptakan nuansa terasing dan kehilangan harapan.

Puisi "Malam Kata Tanpa Cahaya" menyajikan refleksi mendalam tentang komunikasi, kesedihan, dan kerentanan. Melalui simbol-simbol yang kuat, D. Kemalawati mengajak pembaca untuk merasakan kompleksitas emosi yang muncul dalam hubungan manusia, terutama dalam konteks komunikasi yang sering kali tidak sempurna.

Karya ini menekankan bahwa meskipun kata-kata memiliki kekuatan untuk menyatukan, mereka juga memiliki potensi untuk menyakiti dan menciptakan jarak. Dalam kegelapan malam, di mana kata-kata bisa hilang dan perasaan bisa terpendam, puisi ini menjadi pengingat akan pentingnya kejujuran dan ketulusan dalam komunikasi antarmanusia.

D. Kemalawati
Puisi: Malam Kata Tanpa Cahaya
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.