Analisis Puisi:
Puisi "Jika Rindu Itu Tak Berbahaya" karya Doel CP Allisah menyentuh tema yang dalam tentang rindu, perasaan yang menghubungkan antara dua jiwa, tetapi sekaligus membawa kesepian, kerinduan, dan potensi kehilangan. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan pengalaman batin yang tidak hanya berkisar pada keinginan untuk bertemu, tetapi juga tentang bagaimana perasaan itu bisa menjadi sesuatu yang lebih besar—lebih gelap dan berbahaya. Dengan gaya yang puitis, Doel CP Allisah menyampaikan kerinduan yang bukan hanya sebagai hasrat yang menenangkan, tetapi juga sebagai ruang untuk perenungan dan kesadaran akan jarak yang memisahkan.
Rindu yang Terpendam: "Aku akan datang selepas dini hari barangkali"
Baris pertama puisi ini langsung mengajak pembaca masuk ke dalam sebuah penggambaran suasana yang penuh dengan ketidakpastian: "Aku akan datang selepas dini hari barangkali." Pemilihan kata "barangkali" menunjukkan adanya ketidaktentuan, mengindikasikan bahwa pertemuan ini mungkin hanya sebuah harapan yang bergantung pada waktu dan keadaan. Dini hari, sebagai waktu yang penuh ketenangan dan kegelapan, menandakan sebuah perasaan yang mendalam, mungkin terlambat namun tetap hadir dengan keinginan yang tak terungkapkan.
Pada baris ini, pengarang tampaknya mengisyaratkan bahwa kedatangan itu tidak hanya tentang fisik, tetapi lebih kepada kehadiran emosi, yang berusaha untuk berhubungan meskipun ada keterlambatan waktu dan perasaan yang tertunda. Keinginan untuk datang selepas dini hari bisa diartikan sebagai keinginan yang datang pada saat-saat yang paling hening dan penuh kesendirian.
Keterasingan dalam Ruang: "Engkau membawa beberapa baju ganti"
Selanjutnya, dalam baris "Engkau membawa beberapa baju ganti," terdapat sebuah simbolisasi yang menarik. Baju ganti sering kali digunakan sebagai simbol kesiapan untuk berubah, mengganti identitas, atau mungkin juga sebagai persiapan untuk melanjutkan hidup. Dalam konteks ini, baju ganti bisa diartikan sebagai upaya untuk menutup luka lama, untuk bertransformasi, atau untuk memulai babak baru dalam hubungan yang sedang dijalani.
Namun, ada sesuatu yang mengganjal di sini—seolah-olah pertemuan ini tidak hanya tentang mengganti baju, tetapi juga mengganti bagian dari diri yang telah hilang. Sebuah pertemuan yang penuh dengan ketidakpastian, di mana setiap baju yang dibawa tidak mampu sepenuhnya menyelesaikan perasaan yang ada. Dalam pertemuan ini, ada sebuah kekosongan yang lebih dalam, yang mencoba diisi oleh baju-baju yang membawa harapan.
Kebersamaan yang Terbelah: "Saling menatap diri dalam kamar penuh imaji"
Gambaran "kamar penuh imaji" membawa kita ke dalam ruang batin yang penuh dengan bayangan dan kenangan. Di sini, pertemuan antara dua individu tidak sekadar bersentuhan fisik, melainkan berhubungan dalam dunia imajinasi dan pemikiran. "Saling menatap diri" menunjukkan kedekatan antara dua individu yang tidak hanya terjalin secara fisik, tetapi juga melalui pemahaman dan refleksi atas siapa mereka sebenarnya. Namun, ada juga ironi di sini, karena meskipun ada kedekatan ini, mereka berada dalam ruang yang terisolasi, di mana kenyataan dan imajinasi bercampur menjadi satu.
Puisi ini menunjukkan bahwa dalam setiap pertemuan, ada dunia yang lebih besar di luar, di luar ruang kamar ini. Bayangan dan imaji yang memenuhi ruang tersebut mungkin adalah hasil dari rindu yang tak terucapkan, dari kesepian yang datang dengan harapan yang belum tercapai.
Perjalanan Rindu yang Mengarah ke Masa Lalu: "Kadang ada baiknya kita terus berlari"
Baris "Kadang ada baiknya kita terus berlari" mencerminkan sebuah dorongan untuk melanjutkan perjalanan meskipun rasa rindu dan luka terus hadir. Dalam konteks ini, berlari bisa dimaknai sebagai usaha untuk melupakan atau menghindari perasaan yang membebani. Berlari di sini adalah bentuk upaya untuk mengalihkan perhatian dari kenyataan yang tidak dapat diraih, serta mencari pelarian dalam kesibukan atau dalam perasaan yang lebih ringan.
Namun, di sisi lain, berlari juga bisa menjadi metafora untuk terus maju dalam kehidupan, meskipun perasaan dan kenangan masa lalu selalu membayangi. Lari bukan hanya untuk menghindar, tetapi juga untuk menemukan jalan baru, meskipun perjalanan itu penuh dengan kebingungan.
Masa Lalu yang Terluka: "Menyulam malam hingga sunyi dan berkhayal tentang masa di kampung yang teramat jauh itu luka diri"
Dalam puisi ini, penulis mengajak kita merenung tentang masa lalu yang penuh dengan kenangan dan luka. "Menyulam malam hingga sunyi" adalah gambaran bagaimana malam yang hening menyimpan perasaan yang belum terselesaikan, di mana sunyi menjadi ruang bagi perenungan yang mendalam.
"Masa di kampung yang teramat jauh itu" mungkin merujuk pada sebuah kenangan tentang rumah, tempat asal, atau masa kecil yang penuh dengan keindahan sekaligus kesedihan. Kampung yang jauh bisa menjadi simbol dari bagian diri yang telah lama hilang atau terlupakan, tempat di mana luka-luka batin berasal.
Bahaya Rindu yang Tak Terbendung: "Ah, jika mimpi itu tak berbahaya, tentu ia akan segera bersiap menelan kita hingga mati."
Bagian akhir dari puisi ini menyampaikan perasaan yang lebih kelam tentang rindu dan mimpi. "Jika mimpi itu tak berbahaya, tentu ia akan segera bersiap menelan kita hingga mati." Kalimat ini menggambarkan rindu yang bisa begitu kuat dan menguasai sehingga ia berpotensi menghancurkan. Mimpi, dalam konteks ini, bukan lagi sekadar keinginan atau harapan yang indah, tetapi sebuah kekuatan yang berbahaya dan bisa menelan siapa saja yang terlalu terperangkap di dalamnya.
Rindu, yang awalnya tampak seperti sesuatu yang manis dan penuh harapan, ternyata juga bisa membawa kebinasaan jika dibiarkan menguasai diri. Mimpi yang tak terjangkau bisa menjadi sesuatu yang berbahaya, karena ia menggantungkan harapan pada sesuatu yang tak nyata.
Puisi "Jika Rindu Itu Tak Berbahaya" karya Doel CP Allisah menggambarkan rindu yang penuh dengan kerinduan yang mendalam, tetapi juga berbahaya. Doel CP Allisah menunjukkan bahwa rindu bisa menjadi sesuatu yang membawa kedamaian, tetapi juga bisa menjadi hal yang merusak jika terus dipertahankan tanpa kesadaran. Dengan gaya bahasa yang penuh metafora dan keindahan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan perasaan, harapan, dan kenangan yang datang dalam kehidupan.
Melalui puisi ini, kita belajar bahwa meskipun rindu adalah bagian dari kehidupan yang tak bisa dielakkan, kita juga perlu berhati-hati agar tidak terjebak terlalu dalam pada perasaan yang mungkin tidak akan pernah kembali lagi.
Karya: Doel CP Allisah