Puisi: Cilegon Blues (Karya Toto ST Radik)

Puisi "Cilegon Blues" karya Toto ST Radik mengeksplorasi perasaan keterasingan dan disorientasi yang dialami seseorang ketika menghadapi realitas ....
Cilegon Blues

Di Cilegon Plaza
aku terhuyung-huyung
tangan-tangan mimpi yang kekar menarik-narikku
minta dicumbu disebadani
bau cat, kilau kaca-kaca, cahaya-cahaya aneh, diskon harga
merobek langit-langit kemiskinanku
aku gemetar dan ingin muntah
segala berpusing di bola mataku
orang-orang bergegasan memburu apa saja
yang bernama kota
bising musik pop dan gaduh bahasa iklan bertindihan
sunyi ngangkang
menggoreskan perih pada dinding kesadaranku
jiwa kampungku koyak-moyak dan berdarah
Cilegon! Cilegon!
Aku berlari kian kemari mencari pintu
mencari emak dan abah
tetapi di tangga pertama ekskalator aku terjungkal
sebelah kakiku hilang
mungkin terbawa naik hingga ke atap
hingga ke langit
sementara tubuhku meledak berlepasan
terlempar ke got-got pinggir jalan raya yang hitam
Cilegon! Cilegon!
Kemudian kucium wangi tahi kerbau
dan singkong bakar
dari kampungku jauh di belakang.

Cilegon, November 1994

Analisis Puisi:

Puisi "Cilegon Blues" karya Toto ST Radik merupakan sebuah karya yang memadukan elemen kehidupan urban dengan nuansa kehidupan kampung. Melalui gaya bahasa yang kuat dan imaji yang mencolok, puisi ini mengeksplorasi perasaan keterasingan dan disorientasi yang dialami seseorang ketika menghadapi realitas modern kota besar yang kontras dengan kehidupan pedesaan yang akrab.

Kehidupan Urban dan Disorientasi

Puisi dimulai dengan gambaran kehidupan urban yang cepat dan membingungkan: "Di Cilegon Plaza / aku terhuyung-huyung / tangan-tangan mimpi yang kekar menarik-narikku." Cilegon Plaza, sebagai simbol kota besar, digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan rangkaian visual dan suara yang membingungkan. "Tangan-tangan mimpi yang kekar" mengindikasikan dorongan atau tekanan dari ekspektasi dan realitas kota yang menuntut perhatian dan keterlibatan.

"bau cat, kilau kaca-kaca, cahaya-cahaya aneh, diskon harga / merobek langit-langit kemiskinanku" menunjukkan bagaimana kehidupan kota yang glamor dan materialistis dapat membuat seseorang merasa kecil dan tertekan. Elemen-elemen seperti bau cat dan kilau kaca menciptakan gambaran yang berlebihan dan mencolok, yang berkontribusi pada perasaan terasing dan tidak nyaman.

Konflik Internal dan Keterasingan

Kata-kata "aku gemetar dan ingin muntah / segala berpusing di bola mataku" menggambarkan bagaimana perasaan yang datang dari lingkungan yang sibuk dan berlebihan dapat menyebabkan disorientasi dan ketidaknyamanan emosional. "Orang-orang bergegasan memburu apa saja / yang bernama kota" menunjukkan kekacauan dan kecepatan kehidupan urban yang membuat individu merasa tersisih dan terabaikan.

Suasana semakin intens dengan "bising musik pop dan gaduh bahasa iklan bertindihan / sunyi ngangkang / menggoreskan perih pada dinding kesadaranku." Di sini, kontras antara kebisingan kota dan keheningan dalam hati menjadi semakin jelas, menambah rasa ketidaknyamanan dan kerinduan untuk kedamaian yang lebih sederhana.

Kehilangan dan Keterhubungan

"Jiwa kampungku koyak-moyak dan berdarah" menggambarkan dampak emosional dari pergeseran mendalam dari kehidupan pedesaan ke kehidupan kota. Perasaan kehilangan identitas dan keterhubungan dengan akar budaya yang lebih sederhana sangat terasa. "Cilegon! Cilegon!" adalah seruan yang menekankan perasaan keterasingan dan frustrasi yang mendalam.

Ketika penyair berlari "mencari pintu / mencari emak dan abah," dia merindukan kembali ke rumah dan keluarga, menunjukkan keinginan untuk melarikan diri dari kekacauan kota dan kembali ke kenyamanan masa lalu. Namun, kejatuhan di "tangga pertama ekskalator" dan kehilangan kaki melambangkan rasa kehilangan dan ketidakberdayaan di tengah lingkungan urban yang tidak familiar.

Kembali ke Akar

Akhir puisi membawa kita kembali ke kampung halaman penyair: "Kemudian kucium wangi tahi kerbau / dan singkong bakar / dari kampungku jauh di belakang." Meskipun berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan di kota, penyair akhirnya menemukan kenyamanan dalam kenangan dan aroma yang familiar dari kampung halamannya. Ini mencerminkan betapa mendalamnya keterhubungan dengan tempat asal dan bagaimana hal itu tetap menjadi sumber kenyamanan dan identitas.

Kontras Urban dan Pedesaan

Puisi "Cilegon Blues" karya Toto ST Radik adalah refleksi yang mendalam tentang ketidaknyamanan dan keterasingan yang dialami seseorang ketika terjebak di antara dua dunia yang sangat berbeda: kehidupan kota modern yang penuh dengan kemewahan dan kekacauan, serta kehidupan pedesaan yang lebih sederhana dan akrab. Dengan imaji yang kuat dan bahasa yang ekspresif, puisi ini menggambarkan ketegangan emosional yang dialami saat berusaha menyeimbangkan antara kemodernan dan keterhubungan dengan akar budaya.

Melalui karya ini, pembaca dapat merasakan ketegangan antara dunia urban dan pedesaan, serta memahami betapa pentingnya merasa terhubung dengan asal-usul kita dalam menghadapi dunia yang terus berkembang dan berubah.

"Puisi Toto ST Radik"
Puisi: Cilegon Blues
Karya: Toto ST Radik

Biodata Toto ST Radik:
  • Toto Suhud Tuchaeni Radik lahir pada tanggal 30 Juni 1965 di desa Singarajan, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.