Puisi: Tampak Siring (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Tampak Siring" karya Linus Suryadi AG mengajak pembaca untuk merenung tentang ketahanan alam, hubungan manusia dengan lingkungan, dan makna ...
Tampak Siring

Bukit-bukit bertahan. Bukit-bukit 
ilalang
Bukit-bukit menjadi tangga-tanah 
pertanian
Rumpun-rumpun kelapa. Rumpun bunga 
sepatu di sana
Mengantar kita ke pintu gerbang 
semesta pagi pula.

Kadisobo, 31 Maret 1987

Sumber: Rumah Panggung (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Tampak Siring" karya Linus Suryadi AG menawarkan sebuah panorama visual dan spiritual yang kaya, menggambarkan keindahan dan ketahanan alam serta hubungan antara manusia dan lingkungan. Dengan gaya bahasa yang padat dan berisi, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna lebih dalam di balik gambaran alam yang disajikan.

Struktur dan Visualisasi

Puisi "Tampak Siring" dimulai dengan gambaran yang kuat dari alam: "Bukit-bukit bertahan. Bukit-bukit ilalang". Kalimat ini menciptakan visual yang jelas tentang kekokohan bukit-bukit dan kehadiran ilalang yang tumbuh di sana. "Bukit-bukit bertahan" menunjukkan ketahanan dan keberlanjutan lanskap alami, sementara "bukit-bukit ilalang" mengisyaratkan vegetasi yang tumbuh secara alami dan tidak terganggu oleh perubahan.

Selanjutnya, puisi ini menggambarkan transformasi lanskap: "Bukit-bukit menjadi tangga-tanah pertanian". Ini menunjukkan bagaimana alam tidak hanya bertahan tetapi juga berubah dan beradaptasi dengan kebutuhan manusia. Bukit-bukit yang sebelumnya hanya berupa elemen alami kini menjadi bagian dari sistem pertanian, menggarisbawahi interaksi antara alam dan aktivitas manusia.

Simbolisme Alam

Linus Suryadi AG menggunakan simbolisme yang kuat dalam puisi ini. Rumpun kelapa dan bunga sepatu merupakan elemen alami yang khas, masing-masing membawa makna simbolis. Rumpun kelapa sering diasosiasikan dengan kehidupan tropis dan ketahanan, sementara bunga sepatu melambangkan keindahan dan kesederhanaan. Keduanya, dalam puisi ini, berfungsi sebagai pengantar menuju "pintu gerbang semesta pagi".

"Pintu gerbang semesta pagi" adalah frasa yang menggambarkan awal baru dan kemungkinan yang tak terbatas. Pagi hari sering dianggap sebagai waktu kebangkitan dan pencerahan, sementara "semesta" mengisyaratkan cakrawala yang luas dan tak terhingga. Penggunaan frasa ini memberikan nuansa spiritual dan reflektif pada puisi, mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan mereka dengan alam dan tempat mereka dalam konteks yang lebih besar.

Makna dan Refleksi

Puisi ini berbicara tentang hubungan harmonis antara manusia dan alam. Dengan menggambarkan bukit-bukit yang bertahan dan bertransformasi menjadi bagian dari sistem pertanian, serta elemen alami seperti kelapa dan bunga sepatu, puisi ini menyoroti pentingnya keberlanjutan dan adaptasi dalam ekosistem.

Ada juga refleksi tentang siklus kehidupan dan regenerasi. Proses transformasi dari bukit-bukit menjadi tanah pertanian dapat dilihat sebagai simbol perubahan yang alami dan tak terhindarkan dalam kehidupan manusia. Ini mencerminkan pemahaman bahwa alam tidak hanya menyediakan keindahan tetapi juga berfungsi sebagai dasar untuk kehidupan dan mata pencaharian manusia.

Puisi "Tampak Siring" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang kaya dengan gambaran alam dan makna mendalam. Dengan menggunakan elemen-elemen alam yang familiar dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang ketahanan alam, hubungan manusia dengan lingkungan, dan makna spiritual yang lebih besar. Kekuatan puisi ini terletak pada kemampuannya untuk menyampaikan pesan yang kompleks melalui gambaran yang sederhana namun penuh makna.

Linus Suryadi AG
Puisi: Tampak Siring
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.