Puisi: Salam kepada Heidegger (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Salam kepada Heidegger" karya Subagio Sastrowardoyo mengajak pembaca untuk merenungkan tentang esensi eksistensial manusia dan hubungannya ...
Salam kepada Heidegger

Sajak tetap rahasia
bagi dia yang tak pernah
mendengar suara nyawa.
Kata-kata tersembul dari alam lain
di mana berkuasa sakit, mati
dan cinta. Kekosongan harap
justru melahirkan ilham
yang timbul-tenggelam dalam arus
mimpi. Biarlah terungkap sendiri
makna dari ketelanjangan bumi.
Masih adakah tersisa pengalaman
yang harus terdengar dalam bunyi?
Sajak sempurna sebaiknya bisu
seperti pohon, mega dan gunung
yang hadir utuh tanpa bicara.

Sumber: Simfoni Dua (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Salam kepada Heidegger" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang penuh dengan misteri dan refleksi mendalam tentang keberadaan, keheningan, dan makna kehidupan.

Keheningan dan Misteri: Puisi ini dibuka dengan pernyataan bahwa sajak tetap merupakan rahasia bagi mereka yang tidak pernah mendengar suara nyawa. Ini menunjukkan bahwa puisi tidak selalu dapat dipahami oleh semua orang, dan ada lapisan makna yang tersembunyi di dalamnya. Keheningan dipandang sebagai kekuatan yang memungkinkan puisi untuk mengekspresikan kebenaran yang lebih dalam.

Alam dan Eksistensialisme: Penyair mengeksplorasi tema alam dan eksistensialisme, dengan menyatakan bahwa kata-kata sajak berasal dari "alam lain" di mana ada dominasi sakit, kematian, dan cinta. Ini mengarah pada pemikiran filsafat eksistensialis, khususnya yang terkait dengan karya Martin Heidegger, tentang keberadaan manusia di tengah-tengah kekosongan dan makna hidup yang terkandung dalam pengalaman eksistensial.

Makna dan Keberadaan: Puisi mengajukan pertanyaan tentang makna dari ketelanjangan bumi dan apakah masih ada pengalaman yang harus didengar dalam bunyi. Ini merujuk pada pencarian makna keberadaan manusia di alam semesta yang luas dan kebutuhan untuk mendengarkan suara-suara alam yang mungkin memiliki pesan penting tentang kehidupan.

Keheningan Sempurna: Penyair menyimpulkan bahwa sajak yang sempurna seharusnya bisu, seperti pohon, mega, dan gunung, yang hadir utuh tanpa perlu bicara. Ini mungkin merupakan ungkapan bahwa dalam keheningan, keberadaan itu sendiri menjadi lebih kuat dan lebih bermakna daripada kata-kata.

Puisi "Salam kepada Heidegger" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah refleksi mendalam tentang keberadaan, keheningan, dan makna kehidupan. Dengan menggunakan bahasa yang simbolis dan introspektif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang esensi eksistensial manusia dan hubungannya dengan alam semesta yang luas.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Salam kepada Heidegger
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.