Sumber: Simfoni Dua (1990)
Analisis Puisi:
Puisi "Paskah di Kentucky Fried Chicken" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang mengandung pesan sosial dan religius yang mendalam. Dalam puisi ini, penulis menyampaikan pesan tentang ketidakadilan sosial dan pertanyaan tentang kehadiran Tuhan dalam situasi-situasi penderitaan.
Pesan Sosial: Puisi ini menggambarkan ketidaksetaraan sosial dan ketidakadilan yang ada di dalam masyarakat. Penyebutan seorang bayi yang menangis karena kelaparan dan seorang perempuan kurus yang mencari sisa roti di tong sampah menunjukkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap makanan dan sumber daya.
Simbolisme Ayam Goreng: Ayam goreng di Kentucky Fried Chicken (KFC) digunakan sebagai simbol kemewahan dan konsumsi berlebihan dalam budaya konsumen modern. Ketika penulis bertanya "Bagaimana akan makan ayam goreng ini," ini bisa diartikan sebagai pertanyaan etis tentang bagaimana kita menikmati makanan lezat sementara orang lain menderita kelaparan.
Penderitaan dan Pertanyaan Keagamaan: Penyair merenungkan penderitaan dan pertanyaan keagamaan dalam puisi ini. Referensi kepada kata-kata Yesus di kayu salib, "Eli, Eli, lama sabakhtani," yang berarti "Tuhan, Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkan Aku," menunjukkan keraguan dan ketidakpastian yang dalam terkait dengan kehadiran Tuhan dalam situasi-situasi penderitaan.
Pertentangan Moral: Puisi ini menggambarkan pertentangan moral antara kenikmatan pribadi dan penderitaan orang lain. Bagian "Mari, potong-potonglah tubuhku dan nikmati dagingku" menciptakan gambaran tentang pertentangan ini. Penyair merenungkan kontradiksi antara konsumsi mewah dan penderitaan di dunia.
Pertanyaan Etis: Puisi ini mendorong pembaca untuk merenungkan tanggung jawab sosial dan etis mereka terhadap orang-orang yang kurang beruntung. Ini adalah panggilan untuk lebih peduli terhadap mereka yang menderita dan mengevaluasi nilai-nilai konsumsi dan konsumerisme dalam masyarakat.
Puisi "Paskah di Kentucky Fried Chicken" adalah sebuah karya yang menyentuh isu-isu sosial dan religius yang mendalam. Penyair menggunakan simbolisme dan pertanyaan keagamaan untuk merangsang pemikiran tentang ketidaksetaraan sosial dan tanggung jawab etis terhadap orang lain. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya memiliki hati yang peka terhadap penderitaan sesama manusia.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.