Puisi: Mimpi Bisma (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Mimpi Bisma" karya Linus Suryadi AG tidak hanya menggambarkan kisah tentang dendam dan penebusan, tetapi juga menyentuh tema-tema universal ...
Mimpi Bisma


"Tak bisakah cari pria lain?" ujar Bisma
Ia pun balik bersandar ke pohon munggur
Angin silir mengipas batinnya yang papa
Resi Talkanda itu terlena. Ia pun tidur

Ada sasmita gaib dibisikkan oleh Narada
Ada prajurit wanita. Ia dandan senapati
Bisma kaget: betapa ia mirip Dewi Amba
Lenggang-lenggoknya tangkas dan merak ati.

"O, biang cerewet. Kau datang nagih janji
Lepaskan panah itu. Tepat ke dada kiriku!"
Sambutnya, seolah tidak sabar bersendiri
Alangkah setia bayang kasihnya menunggu

Bisma pun kaget. Ia terbangun dari mimpi
Dan mengucek matanya. Ia ngungun berdiri:
"Ditolak malah tapa. Uh, wanita. Rela mati
Yaya, kapan kusongsong panah Wara Srikandi?"


1983

Sumber: Tirta Kamandanu (1997)

Catatan:
Merak ati: menawan hati.

Analisis Puisi:

Linus Suryadi AG, seorang penyair ternama Indonesia, dikenal dengan karya-karyanya yang sarat dengan simbolisme dan kekayaan budaya lokal. Salah satu puisinya yang penuh makna adalah "Mimpi Bisma," yang menyuguhkan pembaca sebuah refleksi mendalam tentang cinta, pengkhianatan, dan penebusan. Puisi ini berakar pada epik Mahabharata, dengan tokoh Bisma sebagai pusat narasi, namun disajikan dengan interpretasi puitis yang menyentuh dan penuh imajinasi.

Bisma dan Konflik Batin

Puisi ini dibuka dengan pertanyaan dari Bisma, "Tak bisakah cari pria lain?" yang mengindikasikan penolakan dan kebingungan yang mendalam. Bisma, yang dalam epik Mahabharata dikenal sebagai tokoh yang teguh dan penuh kebijaksanaan, dalam puisi ini digambarkan sebagai seseorang yang merasakan kegelisahan batin. Ia bersandar pada pohon munggur, simbol dari pencarian ketenangan dan perenungan. Angin yang mengipasi batinnya menggambarkan perasaan yang bergejolak dan kerapuhan jiwa Bisma di tengah-tengah penderitaan batinnya.

Dalam konteks cerita Mahabharata, Bisma adalah seorang ksatria yang telah berjanji untuk tidak menikah, namun ia terlibat dalam konflik batin karena cinta Dewi Amba yang memburu dendam padanya. Linus Suryadi AG berhasil menangkap esensi dari konflik ini dengan menggabungkan elemen-elemen alam dan batin dalam puisinya.

Sasmita Gaib dan Kejutan dalam Mimpi

Sasmita gaib atau bisikan gaib dari Narada, seorang dewa yang terkenal dengan kemampuannya menyampaikan pesan-pesan ilahi, menjadi titik penting dalam puisi ini. Bisikan ini membawa Bisma pada mimpi yang menggambarkan seorang prajurit wanita yang berpenampilan tangkas dan menawan hati, mirip dengan Dewi Amba. Penggambaran wanita ini sebagai "merak ati" menggambarkan daya tarik yang kuat dan penuh pesona, namun juga menyiratkan ancaman yang tersembunyi.

Melalui mimpi ini, Bisma dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa janji yang pernah ia buat telah mengikatnya dalam nasib yang tragis. Pertemuan kembali dengan bayang-bayang Amba dalam wujud Srikandi, prajurit wanita, menyimbolkan penebusan dosa masa lalu dan konsekuensi dari pilihan hidup yang ia buat.

Dendam dan Penebusan

"Biang cerewet," sebutan Bisma kepada bayangan Srikandi, mencerminkan kekesalan dan keputusasaan yang ia rasakan. Bisma menyadari bahwa ia tidak bisa lagi menghindar dari takdir yang telah menunggunya. Kalimat "Lepaskan panah itu. Tepat ke dada kiriku!" adalah ekspresi dari kesadaran Bisma akan nasibnya yang telah ditentukan, di mana ia akan tewas oleh panah yang dilepaskan oleh Srikandi, perwujudan dari dendam Dewi Amba.

Dalam puisi ini, Linus Suryadi AG menggambarkan Bisma sebagai sosok yang rela menerima takdirnya, meskipun penuh dengan penyesalan dan keperihan. Rasa tidak sabar Bisma untuk mengakhiri penderitaannya terlihat jelas dalam ungkapan ini, mencerminkan betapa mendalamnya rasa penebusan yang ia rasakan.

Kebangkitan dan Keheningan

Setelah mimpi tersebut, Bisma terbangun dengan perasaan terkejut dan bingung. Ungkapan "ngungun berdiri" menandakan kebingungan dan keheningan yang menghantui dirinya setelah terbangun dari mimpi yang penuh makna. Kebingungan ini juga mengindikasikan bahwa Bisma sedang merenungkan makna dari mimpinya dan mencoba memahami pesan yang tersembunyi di dalamnya.

"Ditolak malah tapa. Uh, wanita. Rela mati," adalah ungkapan dari kekecewaan Bisma terhadap takdir yang harus ia jalani. Namun, di sisi lain, ini juga mencerminkan keteguhan hati Bisma dalam menerima nasibnya, meskipun dengan perasaan yang penuh kebingungan. Akhirnya, Bisma menyadari bahwa ia harus menghadapi panah Srikandi sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.

Simbolisme yang Kuat dalam "Mimpi Bisma"

Puisi "Mimpi Bisma" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang kaya akan simbolisme dan makna mendalam. Melalui narasi yang diangkat dari kisah epik Mahabharata, Linus berhasil menangkap konflik batin seorang ksatria yang harus menerima nasib tragis sebagai akibat dari pilihan hidup yang ia buat.

Dengan penggunaan bahasa yang puitis dan kaya akan imajinasi, Linus Suryadi AG menghadirkan sebuah karya yang tidak hanya menggambarkan kisah tentang dendam dan penebusan, tetapi juga menyentuh tema-tema universal seperti cinta, pengkhianatan, dan ketidakberdayaan manusia di hadapan takdir. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup dan pilihan-pilihan yang kita buat, serta bagaimana semua itu membentuk takdir kita sendiri.

Linus Suryadi AG
Puisi: Mimpi Bisma
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.