Puisi: Memandang dalam Petang (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Memandang dalam Petang" karya Linus Suryadi AG mengingatkan kita bahwa dalam setiap perubahan, baik itu pergantian hari maupun perasaan, ...
Memandang dalam Petang,
Mentari Menyulut Bulan

Memandang dalam petang, mentari menyulut bulan
memandang ada engkau dalam nuansa, aku kembali enggan
kini kita sepasang, Tuhan, memandang bayang-bayang.

1974

Sumber: Langit Kelabu (1980)

Analisis Puisi:

Puisi "Memandang dalam Petang" karya Linus Suryadi AG adalah contoh dari keindahan dan kedalaman lirik yang dapat dicapai melalui ungkapan yang sederhana namun bermakna. Linus Suryadi AG adalah seorang penyair Indonesia yang dikenal karena karyanya yang kerap kali mencerminkan kerinduan, keheningan, dan perenungan mendalam terhadap kehidupan serta eksistensi manusia.

Makna dan Interpretasi

"Memandang dalam petang, mentari menyulut bulan"

Baris pertama puisi ini memuat gambar visual yang kuat, yakni perpaduan antara mentari dan bulan dalam suasana senja. "Memandang dalam petang" mencerminkan momen di penghujung hari ketika matahari mulai terbenam dan bulan mulai menampakkan diri. Frasa "mentari menyulut bulan" adalah metafora yang indah untuk menggambarkan transisi alami dari siang ke malam. Di sini, matahari yang "menyulut" bulan dapat dimaknai sebagai cara alam menyalakan obor malam. Linus menggambarkan keindahan alam ini dengan kesan bahwa ada hubungan yang intim antara matahari dan bulan, seolah-olah satu tidak bisa eksis tanpa yang lain.

"memandang ada engkau dalam nuansa, aku kembali enggan"

Pada baris kedua, fokus puisi beralih ke tema yang lebih personal. Penyair menyinggung adanya "engkau" dalam "nuansa", yang bisa diartikan sebagai kehadiran seseorang yang penting dalam hidupnya. Namun, kehadiran ini juga menimbulkan rasa "enggan", sebuah kontradiksi yang menyiratkan adanya ambivalensi atau perasaan campur aduk. Nuansa ini bisa mewakili kenangan, perasaan yang dalam, atau bahkan kerinduan terhadap seseorang. Penggunaan kata "enggan" memperkuat kesan bahwa ada sesuatu yang menahan penyair untuk sepenuhnya terlibat atau meresapi momen tersebut, mungkin karena adanya rasa sakit atau kesedihan yang mendalam.

"kini kita sepasang, Tuhan, memandang bayang-bayang."

Baris terakhir dari puisi ini membuka dimensi spiritual. Linus menggunakan kata "Tuhan" yang menegaskan kehadiran ilahi dalam penghayatan hidupnya. "Kini kita sepasang" bisa diartikan sebagai penyatuan antara dirinya dan Tuhan dalam perenungan ini. Dengan memandang "bayang-bayang," penyair mungkin sedang merenungkan kehidupan dalam konteks keabadian dan fana. Bayang-bayang dapat mewakili hal-hal yang bersifat sementara, ilusi, atau refleksi dari realitas yang lebih besar. Penyair merasa ditemani oleh Tuhan dalam menghadapi keheningan dan ketidakpastian hidup.

Gaya Bahasa dan Struktur

Linus Suryadi AG menggunakan gaya bahasa yang minimalis namun penuh dengan simbolisme. Tidak banyak kata-kata yang digunakan dalam puisi ini, tetapi setiap kata memiliki makna yang dalam dan signifikan. Penggunaan metafora seperti "mentari menyulut bulan" memperkuat imaji yang ingin disampaikan, sementara kata-kata seperti "engkau", "enggan", dan "Tuhan" menciptakan suasana yang meditatif dan introspektif.

Struktur puisi yang terdiri dari tiga baris menambahkan efek kekuatan pada setiap pernyataan. Tidak ada kata yang terasa berlebihan atau tidak pada tempatnya, semuanya dirangkai untuk menciptakan makna yang mendalam dan reflektif.

Puisi "Memandang dalam Petang" karya Linus Suryadi AG adalah contoh dari bagaimana puisi dapat menjadi medium untuk perenungan yang dalam tentang hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Melalui imaji dan metafora yang kuat, Linus mengajak pembaca untuk merenung tentang transisi, kerinduan, dan keheningan dalam kehidupan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap perubahan, baik itu pergantian hari maupun perasaan, selalu ada keindahan dan makna yang dapat ditemukan jika kita memandangnya dengan mata hati.

Linus Suryadi AG
Puisi: Memandang dalam Petang
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.