Puisi: Isyarat (Karya A. Rahim Eltara)

Puisi "Isyarat" karya A. Rahim Eltara menangkap perjalanan emosional yang penuh dengan refleksi, kerinduan, dan kedekatan melalui simbol dan ...
Isyarat (1)

Kugapai gerendel daun pintu rumah-Mu
menangkap isyarat katup usia di kedip rembulan dan matahari
arus denyut nadi mulai meletih
petak-petak persawahan organ haus dahaga.

Isyarat (2)

Di sini angan-angan melintas
saat menapaki halaman rumah-Mu
untuk melunasi utang piutang
sebelum kau menjemputku.

Isyarat (3)

Tatapanku hangus dalam kobaran
sinar mata-Mu.

Isyarat (4)

Kau dan aku
tak lagi saling berpaling
kita berdialog dalam keakraban
di beranda kasih-Mu.

Isyarat (5)

Derai sejuk hujan kasih-Mu
kilat blitz cahaya mata-Mu
menampar debu kaca jendela batin
aku makin tak sanggup menanggung kerinduan.

Analisis Puisi:

Puisi "Isyarat" karya A. Rahim Eltara menawarkan sebuah perjalanan emosional dan metaforis melalui lima bagian yang masing-masing menangkap nuansa dan makna dari hubungan dan waktu. Setiap bagian dari puisi ini menyajikan isyarat yang berbeda namun saling terhubung, menggambarkan kompleksitas hubungan manusia dalam konteks waktu dan ruang.

Bagian Pertama: Isyarat (1)

Pada bagian pertama, puisi ini mulai dengan gambar gerendel daun pintu rumah yang menjadi simbol akses ke dalam dunia emosional dan intim. Ungkapan "menangkap isyarat katup usia" mencerminkan upaya untuk memahami dan meresapi waktu yang berlalu, dengan "kedip rembulan dan matahari" yang menggambarkan siklus alami dan perubahan yang konstan. Petak-petak persawahan yang "organ haus dahaga" menambah dimensi visual dan emosional, menunjukkan bagaimana kerinduan dan kekosongan meresap ke dalam kehidupan sehari-hari.

Bagian Kedua: Isyarat (2)

Bagian kedua mengungkapkan tema utang piutang dan tanggung jawab emosional. "Angan-angan melintas" saat menapaki halaman rumah-Mu menunjukkan refleksi mendalam dan pertimbangan mengenai hubungan dan kewajiban yang belum terpenuhi. Ini adalah momen introspeksi sebelum "kau menjemputku," yang menandakan suatu bentuk penutup atau pertemuan akhir yang mendekat.

Bagian Ketiga: Isyarat (3)

Dalam bagian ketiga, puisi mengalihkan fokus pada intensitas emosional dengan "tatapanku hangus dalam kobaran sinar mata-Mu." Ini menggambarkan bagaimana tatapan atau perhatian dari orang yang dicintai dapat mengubah atau membakar perasaan, menciptakan efek yang mendalam dan tak terlupakan pada diri penulis.

Bagian Keempat: Isyarat (4)

Bagian keempat menekankan kedekatan dan komunikasi yang sudah melewati tahap permukaan. "Kau dan aku tak lagi saling berpaling" menunjukkan kedekatan yang intim, di mana keduanya berdialog "dalam keakraban di beranda kasih-Mu." Ini adalah gambaran hubungan yang sudah matang dan dalam, di mana keduanya berbagi ruang emosional dengan keterhubungan yang mendalam.

Bagian Kelima: Isyarat (5)

Bagian terakhir menggambarkan perasaan kerinduan dan keputusasaan. "Derai sejuk hujan kasih-Mu" dan "kilat blitz cahaya mata-Mu" menunjukkan bagaimana kasih dan perhatian dari orang yang dicintai mempengaruhi jiwa penulis, sementara "debu kaca jendela batin" menunjukkan bagaimana perasaan tersebut menyentuh kedalaman batin yang paling tersembunyi. Rasa kerinduan yang tak tertahan di akhir puisi mencerminkan betapa kuatnya perasaan yang dialami, meski penulis merasa tak sanggup menanggungnya.

Secara keseluruhan, puisi "Isyarat" karya A. Rahim Eltara menangkap perjalanan emosional yang penuh dengan refleksi, kerinduan, dan kedekatan melalui simbol dan metafora yang kuat. Setiap bagian menyumbang elemen yang berbeda dalam narasi keseluruhan, memberikan pembaca wawasan mendalam tentang hubungan dan waktu.

Puisi
Puisi: Isyarat
Karya: A. Rahim Eltara
© Sepenuhnya. All rights reserved.