Puisi: Di Manado Boulevard (Karya Toto ST Radik)

Puisi "Di Manado Boulevard" karya Toto ST Radik menggambarkan kegelisahan batin seorang penyair yang tengah berjuang melawan kenangan dan rasa ...
Di Manado Boulevard

Kuhirup angin malam Manado
sepanjang boulevard
yang riuh
bulan telah lama tergelincir
ke arah laut
debur ombak memburuku
asin garamnya begitu kuat melumat
kenangan
hei, siapakah perempuan berkulit putih
dengan celana pendek hijau
berdiri di atas karang
melambai tangan?
tapi aku terus saja
berjalan ke arah lampu-lampu
yang menjeritkan kesunyian kota
sepanjang boulevard yang gelisah
di kejauhan kulihat
puncak Manado tua

: samar dan sedih.

Hotel Makapetor, Manado, 2 Juni 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Di Manado Boulevard" karya Toto ST Radik menggambarkan perjalanan batin seorang penyair di sepanjang boulevard di Manado pada malam hari. Melalui suasana dan gambaran yang diciptakan, puisi ini mengajak pembaca merenungkan tentang kesunyian, kenangan, dan pergulatan batin di tengah riuh rendah kota. Dengan pilihan kata yang puitis dan penuh makna, Toto ST Radik berhasil menciptakan sebuah karya yang mendalam, menggugah emosi, dan mengajak kita untuk berintrospeksi.

Struktur dan Tema

Puisi ini memiliki struktur yang bebas tanpa rima yang tetap, mencerminkan kebebasan imajinasi dan perasaan yang diekspresikan oleh sang penyair. Tema utama puisi ini adalah kesunyian, kenangan, dan kegelisahan di tengah keramaian kota. Toto ST Radik menggambarkan Manado Boulevard sebagai latar tempat yang ramai namun penuh dengan kesan sepi, di mana penyair merenung tentang kenangan dan mencari makna di balik kesunyian tersebut.

Gambaran Kota Manado dan Suasana Malam

Baris pertama, "Kuhirup angin malam Manado," menggambarkan penyair yang sedang meresapi suasana malam di Manado, kota yang dikenal dengan pemandangan pantainya yang indah. Angin malam menjadi simbol dari perasaan tenang sekaligus kesepian yang menyelimuti penyair. Sepanjang boulevard yang riuh, bulan tergelincir ke arah laut, menciptakan suasana yang kontras antara keramaian dan kesendirian.

Penggunaan frasa "bulan telah lama tergelincir / ke arah laut" menciptakan suasana magis yang puitis. Bulan yang tergelincir ke laut bisa diartikan sebagai simbol dari berlalunya waktu atau hilangnya sesuatu yang dulu hadir. Laut menjadi latar yang menggambarkan pergerakan waktu dan memori yang tak bisa kembali.

Kenangan yang Melumat

Pada baris "debur ombak memburuku / asin garamnya begitu kuat melumat / kenangan," puisi ini menggunakan metafora debur ombak dan asin garam sebagai simbol kenangan yang kuat dan tak terlupakan. "Melumat kenangan" menggambarkan bagaimana kenangan bisa menghantam dan mempengaruhi perasaan kita, mengaduk-aduk emosi, dan sering kali membingungkan arah langkah kita. Di sini, kenangan menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari, menguasai pikiran dan perasaan sang penyair saat berjalan di boulevard.

Perempuan di Atas Karang

Baris "hei, siapakah perempuan berkulit putih / dengan celana pendek hijau / berdiri di atas karang / melambai tangan?" menambah elemen misterius dan personal pada puisi ini. Sosok perempuan tersebut bisa menjadi simbol kenangan atau imaji yang hadir di benak sang penyair, mungkin seseorang dari masa lalu atau bayangan yang muncul di tengah pergulatan batinnya. Kehadiran perempuan ini memberikan kesan bahwa meskipun ada keramaian di sekitar, ada kerinduan atau rasa ingin tahu yang mendalam terhadap sesuatu atau seseorang yang hilang atau tidak terjangkau.

Kesunyian Kota di Tengah Riuh

Meski menggambarkan boulevard yang ramai, puisi ini terus menekankan kesunyian yang terasa di balik keramaian tersebut. "Lampu-lampu / yang menjeritkan kesunyian kota" menciptakan imaji yang kontras antara cahaya yang terang dengan kesunyian yang terasa menyakitkan. Lampu-lampu yang biasanya melambangkan kehidupan malam kota di sini justru menjadi simbol dari rasa sepi yang dalam. Hal ini menggambarkan bagaimana kota yang riuh bisa tetap terasa sunyi bagi seseorang yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Kesedihan yang Samar

Puisi ini diakhiri dengan bayangan "puncak Manado tua / : samar dan sedih." Penutup ini memberikan kesan bahwa meskipun penyair berada di tengah kota yang ramai, ada perasaan yang lebih mendalam dan tak terungkap di dalam dirinya — perasaan kesedihan yang samar dan tersembunyi. Puncak Manado Tua, yang samar terlihat di kejauhan, menjadi simbol dari sesuatu yang jauh dan tak terjangkau, mungkin merujuk pada harapan, impian, atau kenangan yang tak bisa lagi diraih.

Puisi "Di Manado Boulevard" karya Toto ST Radik adalah puisi yang mengajak kita merenung tentang kesunyian dan kenangan di tengah keramaian kota. Melalui gambaran kota Manado di malam hari dan penggunaan metafora yang kuat, puisi ini menggambarkan kegelisahan batin seorang penyair yang tengah berjuang melawan kenangan dan rasa sepi yang mendalam. Toto ST Radik berhasil menciptakan suasana yang puitis namun menggugah emosi, memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung tentang makna kesepian dan kenangan dalam kehidupan mereka sendiri.

"Puisi Toto ST Radik"
Puisi: Di Manado Boulevard
Karya: Toto ST Radik

Biodata Toto ST Radik:
  • Toto Suhud Tuchaeni Radik lahir pada tanggal 30 Juni 1965 di desa Singarajan, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.