Puisi: Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit (Karya Toto ST Radik)

Puisi "Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit" karya Toto ST Radik secara efektif mengangkat tema kesepian dan ketidakpedulian sosial dengan cara ...
Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit

Banten terbaring di ranjang rumah sakit penuh tarif
dokter sedang makan malam di cottage
sedari pagi tak ada sesiapa
yang datang menjenguk
membawa parcel buah
roti kering, atau seucap do'a
semua sedang sibuk
bapak menguras pom bensin
ibu berdandan depan cermin
anak menantu pergi memancing
balap mobil
belanja kerudung
dan kopeah
juga berjudi jauh di pulau
aih, ke mana gerangan dukun sakti mandraguna?

Banten terbaring di ranjang rumah sakit penuh tarif
sepi sendiri.

Serang, 2 November 2012

Analisis Puisi:

Puisi "Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit" oleh Toto ST Radik menggambarkan sebuah situasi kesepian dan ketidakpedulian yang dialami seseorang yang sedang sakit. Melalui penggunaan deskripsi yang tajam dan kontras sosial, puisi ini menyampaikan kritik terhadap indifference sosial dan prioritas yang tidak seimbang dalam kehidupan sehari-hari.

Gambaran Kesepian di Rumah Sakit

Puisi ini dimulai dengan gambaran yang jelas tentang "Banten terbaring di ranjang rumah sakit penuh tarif," yang menunjukkan bahwa seseorang bernama Banten berada dalam situasi yang membutuhkan perhatian medis di rumah sakit, namun terabaikan. Penggunaan kata "penuh tarif" menandakan bahwa Banten mungkin menghadapi kesulitan finansial atau administratif, yang menambah rasa keterasingan dan ketidakpedulian yang dirasakannya.

Kritik Terhadap Keseharian dan Kepedulian

Bertenaga dengan kontras, puisi ini mencatat bahwa dokter sedang "makan malam di cottage," menyoroti bagaimana mereka yang seharusnya merawat Banten malah menikmati kehidupan yang nyaman dan tidak terhubung dengan penderitaan pasien. Kehidupan sehari-hari masyarakat juga digambarkan dengan kesibukan yang tidak relevan—"bapak menguras pom bensin," "ibu berdandan depan cermin," "anak menantu pergi memancing," dan aktivitas lain seperti balap mobil dan berjudi—yang menunjukkan prioritas yang sangat berbeda dibandingkan dengan kebutuhan mendesak seorang pasien.

Kritik Terhadap Ketidakpedulian Sosial

Puisi ini juga menyiratkan ketidakpedulian yang mendalam dari lingkungan sekitar Banten. "Semua sedang sibuk" menggambarkan bagaimana kehidupan pribadi dan kesenangan individu mengabaikan kebutuhan mendesak dari seseorang yang terbaring sakit. Tidak ada yang datang untuk memberikan dukungan emosional atau fisik, seperti membawa "parcel buah," "roti kering," atau bahkan "seucap do'a."

Kesepian dan Kerinduan Akan Dukungan

Penutup puisi ini dengan "aih, ke mana gerangan dukun sakti mandraguna?" menunjukkan keputusasaan dan kerinduan akan bentuk bantuan atau dukungan, bahkan yang bersifat mistis atau simbolik. Ini mencerminkan ketidakmampuan sistem medis dan sosial dalam memberikan perawatan dan perhatian yang memadai.

Kritik Sosial Melalui Kesepian dan Ketidakpedulian

Puisi "Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit" karya Toto ST Radik secara efektif mengangkat tema kesepian dan ketidakpedulian sosial dengan cara yang tajam dan reflektif. Melalui kontras antara kebutuhan mendesak seorang pasien dan kesibukan serta ketidakpedulian masyarakat sekitar, puisi ini mengkritik sistem yang sering kali mengabaikan individu yang membutuhkan perawatan.

Melalui deskripsi yang jelas dan kontras yang mencolok, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tanggung jawab sosial dan prioritas dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah panggilan untuk meningkatkan empati dan perhatian terhadap mereka yang berada dalam situasi sulit, serta menyoroti pentingnya keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kebutuhan kolektif.

Puisi Toto ST Radik
Puisi: Banten Terbaring di Ranjang Rumah Sakit
Karya: Toto ST Radik

Biodata Toto ST Radik:
  • Toto Suhud Tuchaeni Radik lahir pada tanggal 30 Juni 1965 di desa Singarajan, Serang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.