Puisi: Afrika Selatan (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Afrika Selatan" karya Subagio Sastrowardoyo kesadaran tentang ketidakadilan sosial dan politik yang terjadi di Afrika Selatan pada masa ...
Afrika Selatan

Kristos pengasih putih wajah.
– kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmar –
Orang putih bersorak: “Hosannah!”
dan ramai berarak ke sorga

Tapi kulitku hitam
Dan sorga bukan tempatku berdiam
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapalterbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran

Tapi tidak buatku
Tidak buatku

Diamku di batu-batu pinggir kota
di gubug-gubug penuh nyamuk
di rawa-rawa berasap
Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Tetapi istriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami
Gunung natal milik kami

Mereka boleh membunuh
Mereka boleh membunuh
Mereka boleh membunuh
Sebab mereka kulit putih
dan Kristos pengasih putih wajah.

Sumber: Simfoni Dua (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Afrika Selatan" karya Subagio Sastrowardoyo merupakan sebuah penggambaran yang kuat tentang ketidakadilan sosial, politik, dan rasial yang dialami oleh masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan pada masa apartheid.

Penolakan Terhadap Diskriminasi Rasial: Puisi ini dengan tegas mengecam sistem apartheid yang memisahkan dan mendiskriminasi masyarakat berkulit hitam di Afrika Selatan. Penulis mengungkapkan perasaan ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dihadapi oleh masyarakat hitam di tengah dominasi ras putih.

Gambaran Penderitaan dan Penindasan: Dalam puisi, penggambaran penderitaan dan penindasan yang dialami oleh masyarakat berkulit hitam sangat kuat. Mereka dianggap sebagai "sampah di tengah jalan", diabaikan dan ditindas oleh rezim yang berkuasa.

Perlawanan dan Kepemilikan Identitas: Meskipun masyarakat hitam dianggap sebagai kelas yang terpinggirkan, puisi ini juga menunjukkan semangat perlawanan dan kepemilikan atas identitas mereka sendiri. Mereka menolak untuk direduksi menjadi "sampah" dan terus bertahan di bumi mereka sendiri, meskipun dihadapkan pada kekerasan dan penindasan.

Penggunaan Imaji Kuat: Subagio Sastrowardoyo menggunakan imaji yang kuat untuk menggambarkan penderitaan dan penindasan yang dialami oleh masyarakat berkulit hitam. Gambaran tentang istri yang terus "berbiak" seperti "rumput di pekarangan mereka" memberikan gambaran tentang ketahanan dan keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan.

Kritik terhadap Kekristenan Kolonial: Puisi ini juga mengkritik peran agama, khususnya Kristianitas, dalam mendukung dan membenarkan sistem apartheid. Penggambaran "Kristos pengasih putih wajah" sebagai simbol penindasan dan ketidakadilan menyoroti bagaimana agama telah disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan yang tidak adil.

Panggilan untuk Perlawanan: Puisi ini dapat dianggap sebagai panggilan untuk perlawanan dan perubahan sosial. Subagio Sastrowardoyo dengan tegas menyatakan bahwa meskipun masyarakat hitam terus dianiaya, mereka tidak akan pernah menyerah dan terus berjuang untuk keadilan dan kesetaraan.

Puisi "Afrika Selatan" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah karya yang membangkitkan kesadaran tentang ketidakadilan sosial dan politik yang terjadi di Afrika Selatan pada masa apartheid. Dengan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini menggambarkan penderitaan, ketahanan, dan semangat perlawanan masyarakat berkulit hitam dalam menghadapi penindasan yang tak berujung.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Afrika Selatan
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.