Puisi: Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba" karya Raudal Tanjung Banua mengeksplorasi tema perbedaan perspektif, perubahan waktu, dan pencarian ...
Ya, Kata Cicak
Tidak, Kata Laba-Laba

Ya, kata cicak
Tidak, kata laba-laba
cicak berdecak nyaring gemanya
laba-laba bergerak
merentang jaring demi jaring
sarang bunyinya
orang-orang berkuda tertegun, terhentak
batu debu gurun. Tak mau buang waktu
mereka kekang tali kuda
kembali masuk kota.

Di dalam secelah pintu, cahaya yang mereka buru
sedang dilimpahi berkah waktu. tak ada yang terbuang
walau berada di batas kota, dan akan meninggalkan ko
ta
nuju kota lain yang jauh, yang lebih menenggang, di ut
ara,
dalam gelanggang kabut baru: hijrah, hijrah!
hening,
sepasang cahaya bernapas dalam udara gurun yang pan
jang
menyebut nama tughan yang Esa, tuhannya Ibrahim,
Musa dan Isa. dan demi kesempurnaan itu semua
sejarah berpacu di sumbu semesta

Ya, kata laba-laba
tidak, kata cicak
cicak-cicak tercekat di celah gua,
burung-burung merpati berdekur
bersarang tenang di liang masuk
bertelur banyak seketika
laba-laba tetap menjalin sarang sunyinya
cahaya dari luar membuat jaring-jaringnya berkilau
tapi cahaya dari dalam membuatnya gilang-gemilang
cahaya yang juga menyepuh telur-telur merpati
menjadi seputih Kristal, dan sayap-sayap
yang mengeraminya kemilau emas suasa
kemudian Asma’ datang
berulang setiap petang
membawa keranjang makan dan buah-buahan
diikatnya dengan sebelah tali pinggang
burung-burung merpati menyisih
memberi jalan. laba-laba merelakan jalinan sarangnya
dikuakkan tangan kasih yang lunak
seperti senyuman dan air mata.

Sementara di jalanan berdebu
masih tergores jejak sarung pedang,
tombak, lembing, dan kaki-kaki kuda
para pengepung. tapi Asma’ tak takut 
hatinya bukan lempung yang dapat ditekuk
kehendak pedang, hanya ia bisa jinak
oleh cinta dan kasih sayang.

Sebelum kembali pulang
menitik air mata Asma’ ke pangkuan sang ayah
dan mengembang di telapak tangan
menjadi huruf menjadi kalam
kekal di kandung badan.
di gua Tsur, sejarah baru dimulai...

Tidak, kata cicak
ya, kata laba-laba
seperti jalinan sarang laba-laba
peta-peta baru dirajut dan terbentang
di sepanjang jazirah
telur-telur emas menetes bagai air mata Asma’
merpati-merpati kasih membumbung
ke udara, ke sudut-sudut benteng yang terkepung
seperti Tsur,
“menyerahlah atas nama-Nya,
sebab ke semua kota suci kami akan kembali...”
demikianlah, terbaca kalam kekal itu lagi.
dan atas itu semua, berabad-abad
cicak dan laba-laba bersilang kata
tanpa sahutan
di kasau rumah. sebab di antara nyaring suara
ada yang bergerak hening
menjalin sarang kata-kata.

2016

Analisis Puisi:

Puisi "Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba" karya Raudal Tanjung Banua adalah karya yang kaya akan simbolisme dan refleksi sejarah. Puisi ini mengeksplorasi tema perbedaan perspektif, perubahan waktu, dan pencarian makna dalam konteks sejarah dan spiritual.

Tema dan Struktur

Puisi ini membahas tema dualitas dan pergeseran perspektif melalui perbandingan antara cicak dan laba-laba. Struktur puisi ini membagi narasi menjadi dua bagian utama, dengan dialog antara cicak dan laba-laba sebagai pusat konfliknya.

"Ya, kata cicak / Tidak, kata laba-laba"

Pembuka puisi ini langsung memperkenalkan dualitas dengan pernyataan yang bertentangan dari cicak dan laba-laba. Cicak mewakili suara yang keras dan jelas, sedangkan laba-laba mewakili kesunyian dan ketenangan. Kontradiksi ini mencerminkan perbedaan dalam pendekatan dan pandangan terhadap kehidupan dan perubahan.

"cicak berdecak nyaring gemanya / laba-laba bergerak / merentang jaring demi jaring"

Di sini, cicak dengan suaranya yang nyaring melambangkan pernyataan yang tegas dan langsung, sementara laba-laba dengan jaringnya yang halus mencerminkan kesabaran dan ketekunan. Deskripsi ini menciptakan kontras antara keaktifan dan pasifitas, serta antara suara yang keras dan gerakan yang lembut.

"Di dalam secelah pintu, cahaya yang mereka buru / sedang dilimpahi berkah waktu"

Bagian ini menggambarkan bagaimana di balik perubahan dan perbedaan, ada pencarian akan cahaya dan berkah waktu. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan, ada usaha bersama untuk mencari makna dan pencerahan.

"Ya, kata laba-laba / tidak, kata cicak"

Di bagian ini, perspektif laba-laba dan cicak diubah, menunjukkan bagaimana pandangan dapat bergeser seiring waktu dan situasi. Laba-laba yang awalnya simbol kesunyian kini menjadi pusat perhatian dengan jaringnya yang berkilau, sementara cicak tetap mempertahankan posisi awalnya.

"burung-burung merpati berdekur / bersarang tenang di liang masuk"

Merpati sebagai simbol kedamaian dan ketenangan berkontrasti dengan situasi sebelumnya yang lebih penuh konflik. Keberadaan burung-burung ini menunjukkan adanya perubahan dari situasi yang keras menuju ketenangan.

"Sementara di jalanan berdebu / masih tergores jejak sarung pedang"

Bagian ini mencerminkan sisa-sisa konflik dan kekacauan di masa lalu, sementara Asma’ sebagai simbol ketulusan dan kasih sayang, berperan dalam proses penyembuhan dan rekonsiliasi.

Simbolisme

  • Cicak dan Laba-Laba: Simbol yang mewakili dua perspektif yang berbeda; cicak dengan suara nyaringnya mewakili ketegasan dan keaktifan, sementara laba-laba dengan jaringnya melambangkan ketenangan dan kesabaran.
  • Merpati: Melambangkan kedamaian dan ketenangan, berlawanan dengan konflik yang digambarkan sebelumnya.
  • Asma’ dan Gua Tsur: Menggambarkan ketulusan, kasih sayang, dan perlindungan, serta bagaimana sejarah baru dimulai dari titik perubahan dan penyesuaian.

Teknik Bahasa

  • Kontras: Penggunaan kontras antara cicak dan laba-laba menciptakan ketegangan dan perbedaan perspektif yang kuat.
  • Deskripsi Visual: Deskripsi rinci seperti "cahaya dari luar membuat jaring-jaringnya berkilau" dan "telur-telur emas menetes bagai air mata Asma’" memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang perubahan yang terjadi.
  • Simbolisme: Penggunaan simbol seperti cicak, laba-laba, dan merpati untuk menyampaikan pesan tentang perubahan, konflik, dan kedamaian.
Puisi "Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan eksplorasi mendalam tentang dualitas dan perubahan perspektif melalui simbolisme yang kuat dan teknik bahasa yang cermat. Dengan menggambarkan kontras antara cicak dan laba-laba, serta merpati dan Asma’, puisi ini menggambarkan perjalanan dari konflik menuju kedamaian dan pencerahan. Melalui deskripsi visual yang kaya dan kontras yang tajam, puisi ini menyampaikan pesan tentang bagaimana perubahan dan perbedaan dapat mengarah pada pemahaman yang lebih dalam dan rekonsiliasi.

Puisi: Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba
Puisi: Ya, Kata Cicak. Tidak, Kata Laba-Laba
Karya: Raudal Tanjung Banua

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.