Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Pohon Randu" karya Sitor Situmorang adalah sebuah karya yang penuh dengan kontemplasi dan refleksi terhadap alam serta kehidupan. Melalui metafora dan simbolisme, puisi ini menyampaikan tema penyerahan diri, kemesraan hidup, dan hubungan manusia dengan alam.
Tema Utama
- Penyerahan Diri kepada Alam: Puisi ini menggambarkan keinginan penulis untuk menyatu dengan alam secara mutlak. Ada dorongan kuat untuk menghilangkan batasan antara manusia dan alam, merangkul kehidupan dalam bentuk yang paling murni.
- Kemesraan Hidup: Pohon randu menjadi simbol kemesraan dan ketenangan yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadiran pohon ini di depan mata penulis pada saat senja mencerminkan momen-momen kebersamaan dengan alam yang penuh kedamaian.
- Religiusitas dan Spiritualitas: Dengan menyebut Borobudur, puisi ini juga mengisyaratkan elemen religius dan spiritual, menekankan hubungan yang mendalam antara penulis dan alam semesta, serta pencarian makna hidup yang lebih besar.
Struktur dan Bahasa
- Struktur yang Terbagi dalam Dua Bagian: Puisi ini memiliki dua bagian utama. Bagian pertama mengekspresikan keinginan untuk menulis sajak yang menyatu dengan alam, sedangkan bagian kedua menggambarkan pohon randu dan pengalaman visual serta emosional penulis.
- Bahasa yang Kontemplatif dan Simbolis: Pilihan kata dalam puisi ini mencerminkan kontemplasi mendalam dan simbolisme yang kuat. Kata-kata seperti "penyerahan mutlak", "menyatu dengan hayat", dan "kemesraan hidup" menunjukkan kedalaman makna yang ingin disampaikan.
- Penggunaan Metafora dan Simbolisme: Pohon randu, senja, dan Borobudur adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan ketenangan, spiritualitas, dan hubungan mendalam dengan alam serta kehidupan.
Analisis Mendalam
- Penyerahan Mutlak kepada Alam: Baris pertama hingga ketiga, "Kuingin tulis sajak / penyerahan mutlak / kepada alam-raya", menunjukkan keinginan penulis untuk menyatu sepenuhnya dengan alam semesta. Penulis ingin menghapus batasan antara dirinya dan alam, merangkul kehidupan dalam bentuk yang paling murni dan tulus.
- Kehidupan Tanpa Kata dan Aksara: Baris keempat hingga keenam, "menyatu dengan hayat / tanpa kata / tanpa aksara", mengungkapkan keinginan untuk mengalami kehidupan tanpa perlu menggambarkannya dengan kata-kata atau tulisan. Ini menunjukkan kerinduan akan pengalaman yang murni dan tidak terganggu oleh interpretasi manusia.
- Pohon Randu sebagai Simbol Kemesraan: Pohon randu diidentifikasi sebagai simbol kemesraan hidup, berdiri di depan mata penulis pada saat senja. "Betapa ingin / kutulis / sajak mutlak / pohon randu / menjulang / di depan mata / di hari senja / kemesraan hidup" menggambarkan momen kedamaian dan kebersamaan dengan alam yang penuh makna dan ketenangan.
- Religiusitas dan Spiritualitas: "Di relung Borobudur hatiku" menambahkan dimensi spiritual dan religius pada puisi ini. Borobudur, sebagai simbol agama dan spiritualitas, mencerminkan kedalaman makna yang dicari oleh penulis dalam hubungannya dengan alam dan kehidupan. Penulis menemukan ketenangan dan refleksi dalam kedamaian spiritual yang ditawarkan oleh Borobudur.
Puisi "Sajak Pohon Randu" karya Sitor Situmorang adalah karya yang mendalam dan kontemplatif, mengeksplorasi tema penyerahan diri kepada alam, kemesraan hidup, dan spiritualitas. Melalui bahasa yang simbolis dan struktur yang reflektif, puisi ini menggambarkan keinginan penulis untuk menyatu dengan alam secara mutlak, mengalami kehidupan dalam bentuk yang paling murni dan tulus, serta menemukan kedamaian dalam kemesraan hidup dan spiritualitas. Pohon randu dan Borobudur menjadi simbol-simbol yang kuat dalam menyampaikan pesan ini, menciptakan karya yang penuh makna dan inspirasi.
Karya: Sitor Situmorang
Biodata Sitor Situmorang:
- Sitor Situmorang lahir pada tanggal 2 Oktober 1923 di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatra Utara.
- Sitor Situmorang meninggal dunia pada tanggal 21 Desember 2014 di Apeldoorn, Belanda.
- Sitor Situmorang adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45; yang juga menggeluti profesi sebagai wartawan.