Puisi: Ranjang Ibu (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Ranjang Ibu" karya Dimas Arika Mihardja menggambarkan sebuah metafora tentang ibu pertiwi yang mewakili Indonesia, serta anak-anaknya yang ...
Ranjang Ibu
(: Balai Sidang Senayan)

Ranjang ibu semakin memanjang dan mengejang, anak pertama, nurani,
sibuk dengan teori bagaimana menghilangkan nyeri sendi dan sprei. Anak
kedua, orasi, sibuk menebar janji di atas panji-panji partai yang merantai tangan ibu. Anak
ketiga, operasi, setiap hari hanya memikirkan kencan di hotel mewah
untuk rapat kemudian merapat. Anak keempat, koperasi, ngenes dan hampir mati
lantaran tak kuasa menyediakan pangan. Anak kelima, pengelana, entah
merambah hutan atau lembah yang mana. Ibu menjadi kejang-kejang

dan encoknya kambuh. Anak-anak ibu sungguh tidak tahu cara terbaik
memanjakannya atau sekadar memanjatkan doa. Wajah ibu adalah ranjang kusam 
dan berantakan lantaran anak-anaknya bermain petak umpet di atasnya. Anak-anak ibu lasak
dan suka ribut, sehingga sprei itu semakin kusut. o, bapa angkasa

Ibu pertiwi,
tragedi apalagi yang akan terjadi?

Jambi, 2010
(Balai Sidang Senayan adalah Ranjang Ibu)

Analisis Puisi:

Puisi "Ranjang Ibu" karya Dimas Arika Mihardja menggambarkan sebuah metafora tentang ibu pertiwi yang mewakili Indonesia, serta anak-anaknya yang melambangkan berbagai aspek sosial dan politik dalam masyarakat. Dengan menggunakan bahasa yang kaya akan simbolisme, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang peran ibu dan tantangan yang dihadapinya.

Tema Utama

  • Perjuangan Ibu: Puisi ini menggambarkan ibu pertiwi yang sedang berjuang, melalui metafora ranjang yang memanjang dan mengejang. Ranjang ibu di sini menjadi simbol dari tanah air yang panjang dan penuh dengan tantangan.
  • Anak-Anak Ibu: Setiap anak ibu dalam puisi ini mewakili segmen masyarakat atau aspek sosial-politik yang berbeda. Mereka mencerminkan berbagai peran dan tanggung jawab dalam pembangunan dan perjuangan nasional.
  • Tantangan dan Tragedi: Puisi ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh ibu pertiwi, seperti kecemasan akan masa depan dan perjuangan melawan kesulitan ekonomi, politik, dan sosial. Tragedi yang ditanyakan pada akhir puisi mencerminkan kekhawatiran akan nasib dan masa depan bangsa.

Gaya Bahasa dan Imaji

  • Simbolisme Ranjang: Ranjang ibu yang memanjang dan mengejang menggambarkan tantangan yang terus menerus dihadapi oleh Indonesia, dari masa lalu hingga masa kini.
  • Metafora Anak-Anak: Anak pertama yang sibuk dengan teori kesehatan, anak kedua yang terlibat dalam politik, anak ketiga yang terjerat dalam kehidupan mewah, anak keempat yang mengalami kesulitan ekonomi, dan anak kelima yang berkelana, semuanya mewakili berbagai aspek dan tantangan dalam kehidupan bangsa.
  • Bahasa yang Menyentuh: Pemakaian bahasa yang kuat dan padat makna, seperti "ranjang kusam" dan "anak-anaknya bermain petak umpet di atasnya", menggambarkan realitas yang kompleks dan sering kali tidak terlihat dalam kehidupan sehari-hari.

Emosi dan Nuansa

Puisi ini menghadirkan nuansa emosi yang campur aduk, dari rasa hormat dan kecintaan terhadap ibu pertiwi yang tegar hingga kekhawatiran akan masa depan yang tidak pasti. Ada rasa haru dan kekhawatiran yang mendalam terhadap kondisi bangsa yang diwakili oleh ibu pertiwi.

Puisi "Ranjang Ibu" karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah karya yang mengundang pembaca untuk merenungkan tentang perjuangan dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, melalui metafora ranjang ibu yang panjang dan bergerak. Dengan bahasa yang mendalam dan simbolisme yang kuat, puisi ini berhasil menyampaikan pesan tentang kehidupan sosial-politik dan keberadaan bangsa dengan cara yang menggugah kesadaran dan pemikiran kritis.

Puisi: Ranjang Ibu
Puisi: Ranjang Ibu
Karya: Dimas Arika Mihardja

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.