Puisi: Pulau di Balik Pulau (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Pulau di Balik Pulau" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan refleksi mendalam tentang pencarian dan harapan yang sering kali menemui kegagalan.
Pulau di Balik Pulau

Pulau di Balik Pulau (1)

Setelah laut-Mu tak habis gelombang
Kami kira akan sampailah kami
di tempat asing yang sebentar biasa
debur ombak, menara patah
ketapang kekasih karang
nyanyian laut yang itu-itu juga
kembali
lalu kami lempar pandang ke seberang
menampak pulau-pulau lain
yang rasanya lebih hijau
buat dijelang

Maka kami pun berangkat, angkat jangkar
lajulah pencalang
ke pulau yang kami kira lebih hijau
rimbun bakau, kelapa dan karang
rumah yang hangat, menunggu
rasa takjub yang cepat padam
jadi abu

Ah, pulau mana lagi? Sama saja
nyanyian laut yang itu-itu juga
kembali
menanti tak habis-habis gelombang
pasang demi pasang
kembali
ada yang hilang

Pulau di Balik Pulau (2)

Ke mana pun kami berlayar kami dihadang
segala yang lampau atau setengah silam
pulau-pulau kekal di lautan
menyimpan jejak nasib pelayaran
yang ditatahkan di karang-karang

Jejak yang terpantul kerlip mercu suar
di jauhan. Kadang terbaca di air jernih
waktu pasang. Di malam larut
ia terkaca di langit
di wajah bulan bundar berkarang

Bagaimana akan kami sentuh semua yang lalu
dan setengah silam? Mercu suar,
menara patah, jernih pasang, bulan
Kami tak tahu. Tapi kami tahu
bahwa di depan ada laut lain
minta dijelang
sebelum angin dan badai tak dikenal
memadamkan satu demi satu
lampu-lampu damar di perahu
satu demi satu
tiang-tiang kapal
tunduk
gemuruh.

Talango-Yogya, 2013-2014

Catatan:
Laut-Mu tak habis gelombang: judul buku puisi D. Zamawi Imron.

Analisis Puisi:

Puisi "Pulau di Balik Pulau" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan refleksi mendalam tentang pencarian dan harapan yang sering kali menemui kegagalan. Dalam dua bagian puisi ini, Banua mengeksplorasi tema perjalanan, penemuan, dan keputusasaan dengan gaya yang menawan.

Pulau di Balik Pulau (1)

Bagian pertama puisi ini menggambarkan pengalaman para pelaut yang berusaha mencari pulau yang lebih hijau, lebih subur, dan lebih ideal dari pulau mereka sendiri. Namun, meskipun mereka mengangkat jangkar dan berlayar menuju harapan baru, mereka akhirnya menemukan bahwa pulau-pulau baru tidak berbeda jauh dari pulau yang mereka tinggalkan. Keindahan yang mereka cari ternyata hanyalah ilusi belaka. Banua menggunakan gambaran laut yang tak habis gelombang dan nyanyian laut yang sama berulang kali untuk menekankan bahwa apa yang dicari sering kali tidak memenuhi ekspektasi dan keinginan manusia.

Kutipan seperti "debur ombak, menara patah" dan "nyanyian laut yang itu-itu juga" menunjukkan siklus yang tak terputus dari pencarian dan penemuan yang pada akhirnya membawa mereka kembali ke titik awal. Penuh keputusasaan, mereka menyadari bahwa segala sesuatu yang baru yang mereka cari ternyata sama dengan apa yang telah mereka tinggalkan. Kembali ke "nyanyian laut yang itu-itu juga" menegaskan bahwa inti dari pencarian mereka adalah kemustahilan menemukan sesuatu yang benar-benar baru dan berbeda.

Pulau di Balik Pulau (2)

Bagian kedua puisi ini melanjutkan tema perjalanan, tetapi dengan fokus yang lebih mendalam pada jejak dan sejarah yang tertinggal dari pelayaran masa lalu. Banua mengeksplorasi bagaimana kenangan dan sejarah, yang terpatri di karang-karang dan mercu suar, membentuk pengalaman para pelaut. Dengan imaji seperti "jejak nasib pelayaran" dan "kerlip mercu suar," Banua menyoroti bagaimana masa lalu terus membayangi perjalanan dan ekspektasi mereka.

"Bagaimana akan kami sentuh semua yang lalu" mencerminkan keraguan dan ketidakpastian tentang bagaimana masa lalu dapat diatasi atau dipahami. Meski pelaut mengetahui bahwa di depan ada laut lain yang menunggu untuk dijelajahi, mereka juga menyadari ancaman dari badai dan kesulitan yang mungkin menghancurkan impian mereka. Dengan menggambarkan "lampu-lampu damar di perahu" yang padam dan "tiang-tiang kapal tunduk," Banua menunjukkan betapa rapuhnya harapan dan perjuangan manusia di tengah kekuatan alam dan ketidakpastian.

Puisi "Pulau di Balik Pulau" adalah puisi yang menggugah pemikiran tentang pencarian manusia akan sesuatu yang lebih baik dan lebih berarti. Raudal Tanjung Banua dengan cermat mengeksplorasi tema-tema perjalanan, penemuan, dan keputusasaan, menggambarkan dengan kuat bagaimana harapan dan kenyataan sering kali bertabrakan. Dengan penggunaan metafora laut dan pulau, Banua menyampaikan pesan bahwa pencarian akan keindahan dan makna sering kali berujung pada siklus yang tak berujung, di mana apa yang dicari ternyata tidak jauh berbeda dari apa yang telah ditinggalkan.

Puisi: Pulau di Balik Pulau
Puisi: Pulau di Balik Pulau
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.