Analisis Puisi:
Puisi "Pohon Keluarga" karya Beno Siang Pamungkas adalah karya yang menyingkap kedalaman hubungan keluarga melalui gambaran pohon sebagai simbol. Puisi ini mengeksplorasi tema pertemuan, kenangan, dan perjuangan untuk menjaga ikatan keluarga meskipun terdapat jarak dan perbedaan waktu. Dengan bahasa yang penuh makna dan imaji yang kuat, puisi ini menyajikan refleksi mendalam tentang keluarga dan bagaimana hubungan ini berkembang seiring waktu.
Struktur dan Tema
"Setelah lama terpisah / oleh kesedihan dan kegembiraan masing-masing"
Puisi ini dimulai dengan pengakuan tentang perpisahan yang terjadi dalam keluarga, yang disebabkan oleh berbagai perasaan—kesedihan dan kegembiraan. Penulis menggambarkan perpisahan ini sebagai sesuatu yang panjang dan penuh dengan pengalaman pribadi yang berbeda.
"sehabis lebaran di lereng lawu / kami bertemu"
Pertemuan keluarga di lereng Gunung Lawu setelah lebaran menunjukkan momen spesial dan simbolis di mana anggota keluarga berkumpul kembali. Ini adalah kesempatan untuk memperbarui hubungan dan berbagi cerita setelah sekian lama terpisah.
"ada yang datang sendiri, / bersama teman, / calon pacar / atau anak dan istri"
Berbagai cara anggota keluarga datang ke pertemuan—sendiri, bersama teman, atau keluarga baru—menunjukkan keragaman dalam pengalaman hidup mereka dan bagaimana mereka membawa bagian-bagian dari kehidupan mereka ke dalam pertemuan tersebut.
"mengeluhkan musim kering yang memanjang / jurang yang semakin lebar / dan kesibukan yang cepat mendatangkan penat"
Dalam pertemuan ini, ada keluhan tentang kesulitan dan tantangan yang dihadapi—musim kering, jurang yang semakin lebar, dan kesibukan yang menyebabkan kelelahan. Ini mencerminkan bagaimana anggota keluarga menghadapi tantangan hidup mereka masing-masing.
"serta pohon keluarga yang kian rimbun dan tua / namun lama tak pernah berbuah"
Pohon keluarga menjadi metafora untuk hubungan keluarga yang semakin besar dan tua, tetapi tidak produktif atau tidak berkembang sebagaimana mestinya. Ini menunjukkan adanya stagnasi atau ketidakmampuan untuk menghasilkan hasil yang memuaskan dalam hubungan keluarga.
"Ada yang terbata-bata, kadang berurai air mata / sesekali dengan gelak tawa / ranting dan cabang berserakan itu / saling mengaku."
Dalam pertemuan itu, terdapat campuran emosi—kesedihan, tangisan, dan tawa. Ranting dan cabang yang berserakan melambangkan kekacauan dan ketidakberaturan dalam hubungan keluarga yang harus dihadapi dan diselesaikan.
"Masing-masing menyimpan rasa bersalah / juga cinta yang tegang dan tak terpahami / : kami menjadi alpa dan asing dengan warna daun sendiri."
Anggota keluarga masing-masing membawa rasa bersalah dan cinta yang tidak sepenuhnya dipahami. "Menjadi alpa dan asing dengan warna daun sendiri" menunjukkan bagaimana hubungan keluarga menjadi tidak dikenal atau terasa asing, mungkin karena perbedaan pengalaman dan waktu yang terpisah.
"Dari sejarah yang berawal dari nama Tjan / kami mulai menyusun / bentangan kawat / telegram / kartu pos dan foto-foto lama"
Penulis merujuk pada sejarah keluarga, dimulai dengan nama "Tjan," dan usaha untuk menyusun kembali hubungan dengan menggunakan berbagai dokumentasi seperti kawat, telegram, dan foto lama. Ini menggambarkan usaha untuk menyambung kembali memori dan ikatan keluarga yang hilang.
"garis-garis silang, saling untai / dan terus menjulur ke balik riwayat."
Proses menyusun kembali hubungan keluarga adalah sebuah usaha untuk menghubungkan berbagai elemen dari sejarah keluarga yang saling berjalinan dan menjulur ke masa lalu.
"Kami berlomba dengan jam / kami harus terus melangkah / membawa biji dan serbuk sari / sebelum jejak memburam / di tanah yang sulit menerima kami tumbuh"
Penulis menggambarkan usaha untuk terus maju dan berkembang meskipun ada batasan waktu. Membawa "biji dan serbuk sari" melambangkan usaha untuk menanam dan mempertahankan hubungan keluarga meskipun ada tantangan dan kesulitan dalam prosesnya.
Puisi "Pohon Keluarga" karya Beno Siang Pamungkas adalah sebuah karya yang menggambarkan kerumitan dan keindahan hubungan keluarga melalui metafora pohon. Dengan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema pertemuan kembali, kenangan, dan usaha untuk menjaga dan mengembangkan ikatan keluarga. Penulis mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana mereka dapat menyusun kembali dan memelihara hubungan keluarga, serta menghadapi tantangan yang ada untuk memastikan bahwa hubungan tersebut tetap berarti dan produktif.
Karya: Beno Siang Pamungkas