Puisi: Om (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Om" karya Subagio Sastrowardoyo mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keterbatasan cerita dalam menangkap esensi kehidupan, ...
Om

Di dalam sajak tidak terjadi suatu apa. Kejadian
sudah habis tertumpah dalam cerita, yang berputar-
putar tanpa mengalur kepada inti. Mana kisah baru
yang tidak mengulang lakon dahulu? Nasib manusia
telah selesai dibaca di hikayat lama. Tafsiran
bisa beraneka, tapi jalan hidup berkisar pada pola
yang sama.

Tinggal kini bicara tanpa cerita untuk mengucapkan
sakit yang terasa sampai ke hulu hati. Bahkan kalau
bisa tanpa kata, seperti darah yang menetes dari
luka. Tanda yang bisu, tetapi dengan diam menguak
tabir nurani.

Sajak paling indah sama sekali tak mengandung kejadian,
hanya suara yang pernah diteriakkan manusia purba di
taman firdaus atau yang digumamkan bayi waktu terbangun
malam hari: “Om”!, yang menyebabkan jagat berkembang
membawa derita yang tak putus-putus sampai kini.

Sumber: Simfoni Dua (1990)

Catatan:
Puisi ini pernah dimuat di Horison edisi November, 1989, diberi juduKejadian.

Analisis Puisi:

Puisi "Om" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah refleksi tentang kehidupan, pengalaman manusia, dan kebijaksanaan spiritual. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi makna dan pesan yang terkandung dalam puisi ini.

Refleksi tentang Keterbatasan Cerita: Penyair menyatakan bahwa di dalam sajak, tidak terjadi suatu apa yang berarti. Ini bisa diartikan sebagai refleksi tentang keterbatasan dalam menangkap esensi kehidupan melalui cerita atau narasi. Penyair menyoroti bahwa banyak kisah yang hanya mengulang-ulang pola yang sama tanpa mencapai inti yang sebenarnya.

Bicara Tanpa Cerita: Penyair menggambarkan bahwa sekarang hanya tersisa bicara tanpa cerita untuk mengungkapkan rasa sakit yang mendalam. Bahkan, penyair mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus, bahasa mungkin tidak cukup untuk menyampaikan perasaan, seperti darah yang menetes dari luka. Ini menciptakan gambaran akan keheningan yang mengungkapkan lebih banyak makna daripada kata-kata itu sendiri.

Kebijaksanaan Spiritual: Puisi ini menyoroti kebijaksanaan spiritual dengan menyatakan bahwa sajak yang paling indah tidak mengandung kejadian, tetapi hanya suara yang menyebabkan jagat berkembang. Bunyi "Om" yang diucapkan oleh manusia purba di taman firdaus atau oleh bayi pada malam hari, disajikan sebagai simbol kebijaksanaan dan kekuatan yang membawa derita yang tak terputus-putus hingga saat ini.

Derita dan Keterhubungan Semesta: Penyair menyiratkan bahwa derita adalah bagian tak terpisahkan dari keterhubungan dengan semesta. Bahkan suara sederhana seperti "Om" memiliki kekuatan untuk membawa konsekuensi yang luas dan berkelanjutan bagi jagat. Ini mengajukan pertanyaan tentang makna kehidupan dan peran manusia di alam semesta yang lebih luas.

Puisi "Om" karya Subagio Sastrowardoyo adalah sebuah refleksi tentang kehidupan, pengalaman manusia, dan kebijaksanaan spiritual. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun dalam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keterbatasan cerita dalam menangkap esensi kehidupan, kebijaksanaan spiritual dalam bunyi suara sederhana seperti "Om", dan hubungan manusia dengan semesta yang lebih luas.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Om
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.