Puisi: Maut Tidak Bertindak Sendiri (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Maut Tidak Bertindak Sendiri" karya Raudal Tanjung Banua menggambarkan bagaimana kematian melibatkan berbagai elemen dan individu.
Maut Tidak Bertindak Sendiri
(-untuk Frans Nadjira)

Benar, maut tidak bertindak sendiri
di tanah ini
semua tangan bahkan setiap jari bisa jadi sekutu
yang akan membelai
atau mematahkan tengkukmu
Tak ada beda. Seperti siang atau malam
bukan soal gelap-terang cahaya

Sudah kau katakan, maut tidak bertindak sendiri
di bagian mana pun tanah ini, dan aku percaya
Sebab bahkan di langit dan di udara
ada yang mati
apalagi di sawah berpagar kawat berduri
peluru menghambur ke pelukan
perempuan hamil dan punggung baju delapan petani
terkoyak, tembus ke dapur dan pohon mahoni

Ya, maut tidak bertindak sendiri
Ia mesti melibatkan masinis kereta
yang abai membaca sinyal tanda bahaya
dan sinyal pun abai membaca mereka
karena sudah tua

Maut melibatkan nakhoda kapal karat
pembuat data statistik
yang menganggap orang melarat
sebagai barang antik pecah-belah
para dokter rumah sakit bedah
yang meninggalkan catut di perut pasiennya
bahkan melibatkan lumpur
dan mesin bor yang patah!

Di tanah ini
Apakah maut yang pengecut
atau para sekutu khianat
yang terkutuk hidup?

Ya, Allah, izinkan aku bermuka-muka
dengan mautku sendiri
kelak bila tiba!

Yogyakarta, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Maut Tidak Bertindak Sendiri" karya Raudal Tanjung Banua adalah sebuah karya yang menggambarkan kematian sebagai sesuatu yang tidak berdiri sendiri, melainkan melibatkan berbagai elemen dan individu dalam kehidupan sehari-hari. Puisi ini memaparkan bagaimana maut sering kali merupakan hasil dari tindakan dan kelalaian manusia, serta menggambarkan kompleksitas dan kejamnya cara kematian datang.

Tema dan Makna

Tema utama dalam puisi ini adalah bahwa maut tidak bertindak sendiri. Banua mengungkapkan bahwa kematian sering kali melibatkan berbagai faktor, mulai dari individu hingga sistem yang tidak berfungsi dengan baik. Ini mencerminkan pandangan bahwa kematian tidak hanya merupakan peristiwa pribadi tetapi juga hasil dari jaringan tindakan dan kelalaian yang lebih luas.

Simbolisme dan Metafora

  • Maut dan Sekutu: Banua mengilustrasikan bahwa maut tidak bertindak sendiri dengan menyebutkan berbagai "sekutu" yang dapat berkontribusi pada kematian seseorang. Ini termasuk tangan-tangan manusia yang bisa membelai atau mematahkan tengkuk, dan berbagai elemen sistemik seperti masinis kereta, nakhoda kapal, dan dokter. Ini menunjukkan bahwa kematian sering kali merupakan hasil dari interaksi kompleks dan bukan hanya peristiwa yang terisolasi.
  • Siang dan Malam: Pernyataan bahwa maut tidak berbeda antara siang dan malam, atau antara gelap dan terang, menggambarkan bahwa kematian adalah sesuatu yang universal dan tidak terikat oleh waktu atau keadaan. Ini mempertegas bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan yang tidak terhindarkan.
  • Langit dan Udara: Maut juga disebutkan melibatkan langit dan udara, menunjukkan bahwa kematian dapat terjadi di mana saja dan dalam kondisi apa pun. Ini termasuk kematian yang disebabkan oleh perang atau kekerasan, seperti peluru yang menghantam orang-orang tak bersalah.
  • Masinis, Nakhoda, Dokter, dan Statistik: Referensi kepada masinis yang mengabaikan sinyal, nakhoda kapal yang sudah tua, dan dokter yang meninggalkan catut di perut pasien menggambarkan kegagalan sistemik dan kelalaian yang dapat menyebabkan kematian. Statistik yang memandang orang melarat sebagai barang antik mencerminkan ketidakpedulian sosial yang bisa mengakibatkan kematian.
  • Lumpur dan Mesin Bor: Ini melambangkan bagaimana kematian juga dapat terjadi akibat kecelakaan atau kerusakan pada alat dan lingkungan, menambah dimensi lain dari bagaimana maut bisa datang.

Refleksi dan Kesadaran

Banua menutup puisi dengan permohonan kepada Tuhan agar diberikan kesempatan untuk berhadapan langsung dengan mautnya sendiri, suatu refleksi mendalam tentang kematian dan bagaimana seseorang ingin menghadapinya. Ini mencerminkan kesadaran dan kepasrahan terhadap takdir, sekaligus keinginan untuk memahami dan mengatasi kematian secara pribadi.

Gaya dan Suasana

Gaya bahasa Banua dalam puisi ini tegas dan langsung, menciptakan suasana yang mencekam dan penuh perasaan. Pilihan kata-katanya yang kuat dan deskriptif memberikan dampak emosional yang mendalam, membuat pembaca merenungkan berbagai cara kematian dapat muncul dalam kehidupan mereka dan dalam masyarakat.

Puisi "Maut Tidak Bertindak Sendiri" karya Raudal Tanjung Banua adalah karya yang kuat dalam menggambarkan bagaimana kematian melibatkan berbagai elemen dan individu. Dengan menggunakan simbolisme dan metafora yang kuat, Banua menyajikan pandangan bahwa kematian sering kali merupakan hasil dari jaringan tindakan manusia dan kegagalan sistemik. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kematian dapat datang dari berbagai arah dan betapa pentingnya memahami dan menghadapinya dengan kesadaran penuh.

"Puisi: Maut Tidak Bertindak Sendiri"
Puisi: Maut Tidak Bertindak Sendiri
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.