Puisi: Malam Terang di Jakarta (Karya Sobron Aidit)

Puisi "Malam Terang di Jakarta" menciptakan atmosfer yang gelap dan merenung, menggambarkan pertarungan batin penyair dalam mencari identitas dan ...
Malam Terang di Jakarta

Bulan berlayar, hatiku hambar
Malam begini malam berbisa
Karena aku bukan di tempatnya
Dan rasa dada terbakar

Bulan terang di Jakarta
Sedang hati jauh menyisih
Mencari ibu dan kekasih
Di pagi hijau terlontar menemu duka

Di sini beginilah aku
Tidak punya pangkalan
Buat menambat pilu

Terdiam, berjalan, menghilang
Tanpa menemu hakekat
Sedang perhitungan sudah berbilang

1954

Analisis Puisi:

Puisi "Malam Terang di Jakarta" karya Sobron Aidit menciptakan suasana yang penuh dengan kesunyian, kehampaan, dan pencarian makna hidup.

Pertentangan Antara Luar dan Dalam: Puisi dibuka dengan gambaran bulan yang berlayar, namun hati sang penulis merasakan kehambaran. Ini menciptakan kontras antara keindahan alam luar dengan kekosongan dan ketidakpuasan dalam hati penulis.

Ekspresi Kehampaan: Frasa "hati terbakar" menyiratkan perasaan kehampaan dan kegelisahan. Penulis merasa tidak berada di tempat yang diinginkannya, menciptakan ketidakpuasan dan rasa penyesalan.

Pencarian Identitas dan Kekasih: Puisi menggambarkan pencarian identitas dan kekasih, yang menjadi titik fokus dalam malam terang di Jakarta. Kehadiran bulan yang terang menjadi saksi dari pencarian yang dilakukan, namun rasa hati yang "menyisih" mencerminkan ketidakpastian dan kekosongan.

Nostalgia dan Duka: Pada saat pagi hijau, terlontarlah kenangan duka. Ini mengisyaratkan adanya kehilangan atau kenangan yang menyakitkan, yang mungkin menjadi sumber kehampaan dan kegelisahan penulis.

Pertanyaan Eksistensial: Puisi menciptakan pertanyaan eksistensial tentang keberadaan dan makna hidup. Tanpa pangkalan untuk menambatkan pilu, penulis merenung tentang arti hidup dan tempatnya di dunia.

Perasaan Terhilang dan Tidak Ditemui: Penyair menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang "terdiam, berjalan, menghilang." Ini menciptakan citra perasaan terhilang dan tidak ditemui, seolah-olah mencari-cari tujuan hidup tanpa hasil yang memuaskan.

Ketidakpastian dan Perhitungan yang Tak Berujung: Puisi berakhir dengan kata-kata "Sedang perhitungan sudah berbilang," menunjukkan ketidakpastian dan kebingungan dalam perjalanan hidup. Perhitungan yang berbilang menciptakan kesan bahwa pencarian makna hidup tidak memiliki akhir yang jelas.

Puisi "Malam Terang di Jakarta" menciptakan atmosfer yang gelap dan merenung, menggambarkan pertarungan batin penyair dalam mencari identitas dan makna hidup di tengah ketidakpastian. Melalui ekspresi kehampaan dan ketidakpuasan, penulis menyampaikan perasaan yang mendalam dan merangsang pembaca untuk merenungkan perjalanan eksistensial mereka sendiri.

Puisi: Malam Terang di Jakarta
Puisi: Malam Terang di Jakarta
Karya: Sobron Aidit
© Sepenuhnya. All rights reserved.