Puisi: Ke Barat dari Lovina (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Ke Barat dari Lovina" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan eksplorasi yang mendalam tentang perjalanan, kenangan, dan pencarian makna dalam ..
Ke Barat dari Lovina (1)
(bersama tsabit & ida)

Sulur-sulur anggur menggoda kami di jalan lurus
Matahari memerah. Di antara tiang-tiang kayu junjungan,
di bukit landai dan pantai yang kurus
menjulur batang-batang karma merindukan api penyulingan
gelas dan darah perjamuan

Maka kami pejamkan mata sejenak mengenang
panjang perjalanan. Ada yang berdentang di hati kami,
ada yang pecah, retak berkeping. Tapi ada pula menyatu:
segala buih, desir pasir, smaraman ombak, segala yang tak kami tahu
jadi piala bening kaca selusin anak lumba-lumba
meluncur di sisi perahu - di sisi mana kami berpacu

Tapi tidak. Sebagai piala dari laut dan pantai kesunyian,
kamilah yang meluncur - di jalan lurus
memburunya ke cakrawala yang kini memerah, entah warna matahari
atau merah anggur darah 
dari altar para dewa

Ke Barat dari Lovina (2)

Pucuk-pucuk lontar menggapai kami selepas tikungan
Padang datar sehening batu. Dalam semak-semak 
seekor ular sumbing mengintai buah dan piala yang kami 
dekap
lekat ke dada. Seekor menjangan luka
menggoreskan darahnya pada tanah
Kami pun khusuk berdoa, sebelum tengadah
menampak garis nasib kami tergurat di daun-daun lontar
yang bergerak perlahan seperti kipas di tangan penari piring:
ada yang lepas, yang tidak pada tempatnya, jatuh ke padang datar
Ada yang tumbuh diam-diam dari tikungan ke tikungan
seperti doa-doa kami mencari alamat pengaduan.

2011

Analisis Puisi:

Puisi "Ke Barat dari Lovina" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan eksplorasi yang mendalam tentang perjalanan, kenangan, dan pencarian makna dalam lanskap fisik dan emosional. Dalam dua bait puisi ini, Banua memanfaatkan imaji yang kaya dan simbolisme untuk menggambarkan perjalanan yang sarat makna, baik secara literal maupun metaforis.

Bait 1: Perjalanan dan Kenangan

Bait pertama mengawali puisi dengan gambaran yang jelas dan penuh warna: "Sulur-sulur anggur menggoda kami di jalan lurus." Di sini, Banua menggunakan imaji sulur anggur dan matahari memerah untuk menggambarkan suasana perjalanan yang intens dan penuh godaan. Jalan lurus, tiang kayu junjungan, dan bukit pantai memberikan latar yang kontras antara keindahan alam dan kekerasan perjalanan.

Penulis juga menyinggung tentang "batang-batang karma" yang merindukan "api penyulingan gelas dan darah perjamuan," memberikan nuansa simbolis bahwa perjalanan ini tidak hanya fisik tetapi juga melibatkan elemen karma dan pembaharuan.

Dengan "pejamkan mata sejenak mengenang," Banua menyiratkan momen refleksi di tengah perjalanan. Hati yang berdentang, pecah, dan retak melambangkan perasaan dan pengalaman yang kompleks. Meski ada keping-keping kenangan yang retak, ada pula penyatuan dari "buih, desir pasir, smaraman ombak," yang disimbolkan dengan "piala bening kaca selusin anak lumba-lumba." Implikasi ini menunjukkan bahwa di tengah kesulitan dan pengalaman, ada juga keindahan dan keceriaan.

Namun, Banua menekankan bahwa mereka bukan sekadar penikmat keindahan, melainkan "kamilah yang meluncur" dalam perjalanan mereka. Cakrawala yang memerah melambangkan batas akhir perjalanan mereka, yang bisa jadi merupakan simbol dari tujuan spiritual atau akhir perjalanan fisik.

Bait 2: Penjelajahan dan Penemuan

Bait kedua melanjutkan eksplorasi dengan deskripsi yang lebih detail: "Pucuk-pucuk lontar menggapai kami selepas tikungan." Imaji lontar yang menggapai memberikan kesan bahwa perjalanan ini melibatkan pengalaman spiritual dan simbolik. Lontar, yang sering digunakan dalam konteks budaya Bali sebagai media untuk menulis naskah suci, mengarah pada tema pencarian makna dan nasib.

Dalam konteks ini, ular sumbing dan menjangan luka memberikan makna simbolis dari bahaya dan penderitaan yang dihadapi selama perjalanan. Ular sebagai simbol kejahatan atau ancaman dan menjangan luka yang menggoreskan darahnya pada tanah menunjukkan adanya konflik atau kesulitan yang harus dihadapi.

Doa dan pengamatan garis nasib di daun-daun lontar melambangkan usaha untuk memahami dan meresapi makna dari pengalaman perjalanan. Banua menggambarkan doa-doa yang mencari alamat pengaduan, yang bisa diartikan sebagai pencarian jawaban atau pemahaman atas apa yang telah dialami.

Penerapan daun lontar yang bergerak perlahan seperti kipas penari piring menciptakan kesan bahwa pencarian dan pemahaman adalah proses yang membutuhkan waktu dan kesabaran. Beberapa doa dan harapan mungkin "lepas" atau "jatuh ke padang datar," sementara yang lain "tumbuh diam-diam," menggambarkan hasil dari usaha spiritual dan emosional.

Puisi "Ke Barat dari Lovina" karya Raudal Tanjung Banua adalah sebuah perjalanan eksplorasi yang mendalam, menggunakan simbolisme dan imaji yang kuat untuk menggambarkan pengalaman perjalanan, kenangan, dan pencarian makna. Bait pertama menggambarkan perjalanan fisik dan emosional dengan keindahan dan kesulitan yang menyertainya, sementara bait kedua fokus pada refleksi dan pencarian makna spiritual. Banua berhasil menciptakan puisi yang tidak hanya menggugah secara visual tetapi juga menawarkan lapisan makna yang mendalam melalui penggunaan simbolisme yang cerdas dan imaji yang kuat.

Puisi: Ke Barat dari Lovina
Puisi: Ke Barat dari Lovina
Karya: Raudal Tanjung Banua

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.