Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tetaplah Panas (Karya Remy Sylado)

Puisi "Tetaplah Panas" karya Remy Sylado bercerita tentang kondisi “panas” yang dialami manusia, baik secara fisik maupun metaforis.
Tetaplah Panas

Terlalu panas
ke gunung kalau tidak punya kipas angin
panjat dan daki barangkali sampai menyerah
jika kabut menutup mata carilah lampu sorot
soroti semua yang gelap
bagian yang terang selalu paling nyata
di antara kepungan hitam yang coba berkuasa.
Terlalu panas
buangkan badan sampai titik nol kutub
dalam mencoba menganggap khatulistiwa ini es
guncangkan tubuh rasakan arti menggigil dan beku
dalam dingin mungkin aku langsung bertemu mukhalis
sebab selalu dalam lapar manusia menyadari arti lahir
diteteki ditimang diayun dibelai disuapi diasuh kasih.
Terlalu panas
jangan gali lobang lantas berlindung di dalam
banyak pesaing di dalam perut bumi
takkan bertutur kisah selain mau main dengan ajal
tidur kekal memang bukan satu kecemasan
asal jiwa telah pamit pada raga tembusi bimasakti
menemui pemiliknya dan menyatu persekutuannya.
Terlalu panas
tapi tetaplah panas jika itu adalah cinta
dalam cinta manusia bertemu dengan kerahmanan penciptanya.

Analisis Puisi:

Remy Sylado dikenal sebagai sastrawan multitalenta yang kaya akan eksperimen bahasa, penuh permainan simbol, dan kerap menyelipkan gagasan filosofis dalam puisinya. Salah satu karya yang menarik untuk ditelaah adalah puisi "Tetaplah Panas". Sekilas, puisi ini berbicara tentang suhu panas dan dingin, tetapi sebenarnya ia menyimpan refleksi mendalam tentang perjuangan, penderitaan, dan cinta manusia dalam hubungannya dengan Sang Pencipta.

Tema

Tema utama puisi Tetaplah Panas adalah keteguhan manusia dalam menghadapi penderitaan hidup hingga menemukan makna cinta dan spiritualitas. Panas di sini menjadi simbol ujian, cobaan, dan intensitas kehidupan, sementara cinta dijadikan jawaban transendental yang menghubungkan manusia dengan kerahmanan Tuhan.

Puisi ini bercerita tentang kondisi “panas” yang dialami manusia, baik secara fisik maupun metaforis. Panas dilukiskan sebagai beban hidup yang sulit dihadapi, mulai dari pendakian gunung hingga perjalanan ke kutub. Namun, di balik panas itu tersimpan pelajaran hidup: manusia hanya memahami makna keberadaan ketika diuji oleh lapar, dingin, dan kesakitan. Pada akhirnya, Remy Sylado menegaskan bahwa meskipun panas terasa berat, ia harus dipelihara jika panas itu adalah cinta, sebab cinta membawa manusia pada perjumpaan dengan rahmat penciptanya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah hidup penuh dengan ujian dan penderitaan yang tidak bisa dihindari, tetapi penderitaan itu justru memperlihatkan hakikat manusia sebagai makhluk yang lemah dan bergantung pada Tuhan. Rasa lapar, dingin, panas, dan bahkan kematian adalah pintu perenungan menuju makna kehidupan. Pada akhirnya, cinta diposisikan sebagai kekuatan rohani yang mampu mengubah penderitaan menjadi jalan menuju kedamaian spiritual.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa intens, reflektif, sekaligus penuh kontemplasi spiritual. Pembaca diajak masuk ke dalam pengalaman ekstrem—panas, dingin, lapar, bahkan kematian—namun perlahan suasana itu berubah menjadi lebih teduh dan penuh penerimaan ketika cinta diperkenalkan sebagai jawaban terakhir.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah pentingnya bertahan dalam menghadapi kerasnya hidup dan tidak lari dari penderitaan, karena dari sanalah manusia memahami hakikat dirinya dan makna cinta sejati. Cinta yang sejati bukan hanya urusan antar-manusia, melainkan cinta yang mempertemukan manusia dengan kerahmanan Sang Pencipta.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji ekstrem:
  • “ke gunung kalau tidak punya kipas angin” menghadirkan gambaran panas yang menyesakkan.
  • “buangkan badan sampai titik nol kutub” melukiskan dingin yang menusuk, berlawanan dengan panas.
  • “diteteki ditimang diayun dibelai disuapi diasuh kasih” menghadirkan imaji keibuan yang lembut dan penuh kehangatan.
  • “tembusi bimasakti menemui pemiliknya” menampilkan imaji kosmis yang luas dan spiritual.
Kombinasi imaji fisik dan spiritual ini membuat puisi terasa hidup sekaligus reflektif.

Majas

Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora – “panas” sebagai simbol penderitaan dan ujian hidup.
  • Hiperbola – “buangkan badan sampai titik nol kutub” menggambarkan usaha ekstrem manusia menghadapi panas dengan menciptakan kontras berlebihan.
  • Personifikasi – “bagian yang terang selalu paling nyata di antara kepungan hitam yang coba berkuasa,” seolah kegelapan berusaha menaklukkan terang.
  • Simbolik – cinta diposisikan sebagai “panas” yang harus dipelihara karena menjadi penghubung manusia dengan kerahmanan penciptanya.
Puisi "Tetaplah Panas" karya Remy Sylado adalah sebuah renungan mendalam tentang penderitaan hidup, pencarian makna, dan keagungan cinta. Panas di sini bukan sekadar suhu, melainkan simbol pergulatan hidup yang keras. Namun, Remy Sylado menekankan bahwa manusia tidak boleh menyerah pada panas itu—bahkan sebaliknya, harus menjaganya—jika yang menyala adalah cinta. Karena cinta itulah manusia bertemu dengan kerahmanan penciptanya, menemukan tujuan hidup yang sesungguhnya, dan menyatu dalam kasih yang abadi.

"Puisi Remy Sylado"
Puisi: Tetaplah Panas
Karya: Remy Sylado
© Sepenuhnya. All rights reserved.