Analisis Puisi:
Tema utama puisi "Di Stasiun Kereta" adalah perjalanan hidup manusia menuju kematian dan pertemuan dengan Tuhan. Stasiun kereta diibaratkan sebagai tempat persinggahan, sementara kereta menjadi simbol perjalanan yang membawa manusia menuju “perhentian sejati”.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh lirik yang menunggu di stasiun kereta—simbol dari titik kehidupan—sambil berharap setiap perjalanan akan sampai pada tujuan terakhir. Ia menyebut adanya panggilan dari “Engkau” yang jelas mengacu pada Sang Pencipta. Pada akhirnya, ia ingin perjalanannya berakhir di tempat yang paling hakiki, yaitu pertemuan dengan Tuhan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kesadaran bahwa hidup manusia hanyalah sebuah perjalanan sementara. Setiap stasiun melambangkan fase kehidupan, dan “perhentian sejati” menggambarkan kematian atau kehidupan setelah mati. Penyair ingin menegaskan bahwa meskipun manusia menjalani berbagai persinggahan hidup, tujuan akhir yang paling penting adalah kembali kepada Tuhan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa hening, kontemplatif, dan religius. Ada nuansa penantian yang penuh harap, tetapi juga ketenangan karena tokoh lirik merasa siap untuk menutup perjalanan hidupnya dan menyambut panggilan Ilahi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa manusia sebaiknya menyadari perjalanan hidupnya tidak berhenti pada dunia saja, melainkan akan berakhir pada pertemuan dengan Tuhan. Oleh karena itu, hidup perlu dijalani dengan kesadaran spiritual agar ketika panggilan itu datang, manusia siap untuk berangkat menuju “perhentian sejati”.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji visual dan spiritual yang kuat:
- Imaji visual: “di semua stasiun kereta aku sudah duduk menunggu” menggambarkan suasana nyata seseorang yang menanti kereta.
- Imaji spiritual: “terbang mengawan dan kupejamkan mata melewati bimasakti” menghadirkan gambaran perjalanan jiwa melintasi ruang kosmik menuju keabadian.
Majas
Beberapa majas yang hadir dalam puisi ini antara lain:
- Majas metafora: kereta sebagai lambang perjalanan hidup, stasiun sebagai fase kehidupan, dan perhentian sejati sebagai kematian atau kehidupan akhirat.
- Personifikasi: “Engkau panggil aku di sana” memberi kesan suara Tuhan yang dapat didengar langsung oleh manusia.
- Simbolisme: perjalanan kereta yang membawa tokoh lirik melintasi bimasakti menyimbolkan transendensi jiwa dari dunia fana menuju keabadian.
Puisi "Di Stasiun Kereta" karya Remy Sylado adalah sebuah refleksi tentang hidup dan kematian. Dengan menggunakan simbol kereta, stasiun, dan perjalanan, penyair menghadirkan gambaran puitis tentang perjalanan spiritual manusia menuju Tuhan. Tema, makna tersirat, imaji, suasana, dan majas yang digunakan berhasil menghadirkan nuansa kontemplatif yang mendalam.
Karya: Remy Sylado
