Analisis Puisi:
Puisi "Perjalanan Kemarin" karya Muhammad Rois Rinaldi menggambarkan sebuah perjalanan fisik dan emosional yang penuh dengan perenungan mendalam tentang hidup, cita-cita, dan ketidakpastian masa depan. Dalam puisi ini, penyair menggunakan peristiwa sehari-hari, yaitu perjalanan dengan kereta api, sebagai metafora untuk perjalanan hidup yang lebih luas. Meskipun sederhana, puisi ini membuka banyak lapisan makna yang mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan psikologis generasi muda, serta bagaimana masa depan mereka bisa penuh dengan tantangan dan kekecewaan.
Penyatuan Perjalanan Fisik dan Emosional
Bait pertama puisi ini dimulai dengan kalimat "Kemarin kita satu kereta. Di gerbong lima / dari stasiun Merak ke Tanah Abang." Penggunaan setting perjalanan dengan kereta api di sini menjadi simbol dari perjalanan hidup. Kereta yang bergerak dari satu stasiun ke stasiun lain melambangkan pergerakan waktu dan perjalanan hidup yang penuh dengan ketidakpastian. Stasiun Merak yang berada di ujung barat Pulau Jawa dan Tanah Abang sebagai tempat yang lebih maju dan sibuk menjadi gambaran kontras antara keadaan asal dan tujuan, antara impian dan kenyataan.
Namun, meskipun perjalanan fisik ini tampak sederhana, penyair dengan cermat menggambarkan perasaan yang menggelayuti tokoh dalam puisi, terutama melalui pandangan matanya yang "menelusup antara tubuh penumpang / yang berdesakan." Kereta yang penuh sesak ini menggambarkan ketegangan dan ketidaknyamanan kehidupan yang dirasakan oleh banyak orang, terutama para pemuda yang sedang berjuang untuk mencari tempat mereka di dunia ini.
Melihat Dunia dengan Kesedihan dan Kekecewaan
Ketika matamu berpaling ke jendela dan melihat "pemukiman-pemukiman itu / dengan sedih," ini menunjukkan bahwa pandangan tokoh dalam puisi tersebut menyiratkan perasaan kecewa dan kesedihan. Melihat pemukiman-pemukiman, yang mungkin tampak kumuh atau miskin, menandakan adanya perasaan pesimis terhadap masa depan. Kesedihan yang ditunjukkan melalui pandangan tersebut menunjukkan betapa dunia luar yang dilihat oleh tokoh tersebut tidak membawa kebahagiaan atau harapan.
Pernyataan yang diungkapkan oleh tokoh dalam puisi ini, "Kita masih sangat muda untuk mengalah...", menyiratkan adanya semangat untuk terus berjuang meskipun semua tantangan terasa berat. Namun, pernyataan ini juga mencerminkan kenyataan pahit bahwa dunia luar penuh dengan kesulitan yang tidak mudah dihadapi. Harapan dan cita-cita generasi muda seperti tokoh dalam puisi ini terancam oleh ketidakpastian yang menggelayuti masa depan mereka.
Tantangan Dunia Pendidikan dan Masa Depan yang Kelam
Di bait selanjutnya, penyair menyebutkan "tugas-tugas kuliah serta nilai-nilai katrolan / menjadi monster seram dan kau takkan bisa lari." Kalimat ini mencerminkan tekanan yang dirasakan oleh banyak mahasiswa dan generasi muda yang sedang mengejar pendidikan, namun merasa terjebak dalam sistem yang tidak memberikan solusi nyata untuk masa depan mereka. Tugas-tugas kuliah dan nilai-nilai yang harus dipenuhi menjadi simbol dari beban yang harus ditanggung tanpa memberi kepastian apakah itu akan membawa mereka pada kehidupan yang lebih baik.
Pesimisme semakin terasa ketika penyair mengungkapkan bahwa di hari depan, para sarjana lulusan universitas akan dihadapkan pada tiga pilihan yang kelam: "sarjana-sarjana lulusan negeri nan malang ini / harus memilih, jadi pengangguran, penipu, atau / pelacur yang mati bunuh diri." Penyair dengan tajam menyindir kondisi sosial dan ekonomi yang tidak mendukung bagi banyak lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Pilihan yang kelam ini menggambarkan betapa sulitnya dunia kerja bagi para pemuda yang baru lulus, di mana ketidakpastian dan kesulitan hidup sering kali mengarah pada jalan-jalan yang penuh kehancuran. Ketiga pilihan tersebut—pengangguran, penipuan, atau pelacuran—merupakan simbol dari ketidakberdayaan, keterpaksaan, dan putus asa.
Simbolisme dan Makna Dalam Puisi
Penyair menggunakan beberapa simbol untuk menggambarkan ketidakpastian hidup, terutama yang dialami oleh generasi muda. Kereta yang penuh sesak, pemukiman yang terlihat sedih, serta pilihan kelam yang dihadapi oleh para sarjana lulusan universitas semuanya berfungsi sebagai metafora untuk perjuangan, penderitaan, dan ketidakpastian masa depan. Penyair dengan cerdas menggambarkan kondisi ini tanpa memberikan solusi, mengajak pembaca untuk merenungkan realitas sosial yang penuh tekanan.
Puisi ini juga mengandung kritik terhadap sistem pendidikan yang seolah-olah tidak mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi dunia nyata dengan penuh harapan. Nilai-nilai katrolan (nilai yang dipaksakan tanpa memperhatikan kebutuhan dan realitas hidup) yang menjadi monster seram menunjukkan bagaimana pendidikan sering kali menjadi beban, bukan alat untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi.
Puisi "Perjalanan Kemarin" karya Muhammad Rois Rinaldi adalah sebuah refleksi kritis terhadap kehidupan generasi muda yang tengah berjuang dalam menghadapi ketidakpastian masa depan. Melalui gambaran perjalanan dengan kereta api yang penuh sesak, penyair mengungkapkan perasaan kecewa, kesedihan, dan pesimisme yang dialami oleh pemuda yang merasa terjebak dalam sistem sosial yang menekan mereka.
Penyair mengajak kita untuk berpikir lebih dalam tentang makna kehidupan, cita-cita, dan bagaimana ketidakpastian sosial serta ekonomi dapat menghancurkan harapan. Puisi ini bukan hanya sebuah gambaran tentang perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh dengan pertanyaan dan keputusasaan. Sebuah karya yang mengingatkan kita akan pentingnya untuk merenung, mengevaluasi sistem yang ada, dan memberikan perhatian lebih pada masa depan generasi muda.
Puisi: Perjalan Kemarin
Karya: Muhammad Rois Rinaldi
Biodata Muhammad Rois Rinaldi:
- Muhammad Rois Rinaldi lahir pada tanggal 8 Mei 1988 di Banten, Indonesia.