Analisis Puisi:
Dalam puisi "Menatap Mendung Ketika Senja", Piek Ardijanto Soeprijadi membawa pembaca dalam perenungan akan keabadian dan kematian.
Metafora Mendung: Mendung digambarkan sebagai metafora bagi kematian. Mendung yang merunduk dari punggung gunung menciptakan gambaran tentang keheningan dan ketenangan sebelum badai datang. Ini menciptakan atmosfer yang tegang dan merenungkan, menyerupai perasaan ketika seseorang menyadari kedekatan kematian.
Mendung dan Kematian: Perbandingan antara mendung dan kematian menyoroti ketidakpastian dan kejutan yang terkait dengan akhir kehidupan. Seperti mendung yang turun dengan cepat dan tiba-tiba, kematian juga bisa datang tanpa peringatan, menyerap seseorang dalam momen terakhirnya.
Ketika Senja Menyergap: Senja, saat langit mulai gelap dan malam mendekat, adalah saat yang dipilih penyair untuk menyatukan tema kematian. Ini menunjukkan peralihan dari kehidupan menuju kematian, di mana seseorang terkurung dalam keadaan terbaring, mungkin menunggu akhir yang tidak bisa dihindari.
Hening dan Terbaring: Keheningan yang digambarkan dalam puisi menciptakan suasana yang menegangkan dan membingungkan, mirip dengan perasaan saat seseorang berada di ambang kematian. Kata-kata "dalam terbaring" menyoroti ketidakberdayaan dan penerimaan atas takdir yang tidak bisa diubah.
Dengan bahasa yang sederhana namun kuat, Piek Ardijanto Soeprijadi membawa pembaca dalam refleksi mendalam tentang arti kematian dan keabadian. Puisi ini mengingatkan kita akan ketidakpastian hidup dan keharusan untuk menghadapinya dengan ketenangan dan penerimaan.
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi
Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi:
- Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
- Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
- Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.