Puisi: Memusar pada Diri (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Memusar pada Diri" mengajak pembaca untuk merenungkan keterhubungan dengan alam, pencarian akan tujuan hidup, kesadaran akan keterbatasan ...
Memusar pada Diri

Kudengar
dengus angin gunung
kapan kuikuti kembaranya.

Kulihat
langit seperti tempurung
kapan kugapai cakrawala

Kusadari
berdiri di pinggang gunung
diriku sebutir debu di dunia

Kurasakan
demikian keras detak jantung
kapan usai menggetar dada

Kurenungkan
Allah Yang Maha Agung
kapan aku kembali pada-Nya.


Analisis Puisi:
Puisi "Memusar pada Diri" karya Piek Ardijanto Soeprijadi menggambarkan perenungan seseorang yang terinspirasi oleh alam dan kebesaran-Nya.

Keterhubungan dengan Alam: Penyair membuka puisi dengan merasakan dan mendengarkan angin gunung, menunjukkan keterhubungannya yang kuat dengan alam. Angin gunung di sini mungkin merujuk pada kekuatan alam yang besar dan menginspirasi, mengundang penyair untuk mengikuti jejaknya.

Pencarian Identitas dan Tujuan: Dalam penggambaran langit yang seperti tempurung dan cakrawala yang belum tergapai, penyair mencerminkan pencarian akan identitas dan tujuan hidup. Langit yang luas dan cakrawala yang tidak terjangkau menjadi metafora bagi ketidakpastian dan kebingungan dalam menjalani kehidupan.

Kehadiran Manusia yang Kecil: Penyair menyadari bahwa meskipun berdiri di pinggang gunung yang besar, dirinya hanya sebutir debu di dunia yang luas ini. Ini menyoroti kekecilan manusia di hadapan kebesaran alam semesta, memicu rasa rendah diri dan keterbatasan manusia dalam memahami kebesaran-Nya.

Kesadaran akan Kehidupan: Dengan merasakan detak jantung yang keras, penyair mencerminkan kesadaran akan keberadaannya dan kehidupan yang diberikan. Detak jantung menjadi simbol vitalitas dan eksistensi manusia di dunia yang penuh dengan misteri dan keajaiban.

Pertanyaan Spiritual: Puisi ini diakhiri dengan pertanyaan spiritual tentang kapan dirinya akan kembali pada Allah Yang Maha Agung. Ini mencerminkan pencarian akan makna hidup yang lebih dalam dan keinginan untuk menyatukan diri dengan Yang Maha Kuasa.

Puisi "Memusar pada Diri" mengajak pembaca untuk merenungkan keterhubungan dengan alam, pencarian akan tujuan hidup, kesadaran akan keterbatasan manusia, dan pertanyaan spiritual yang mendasar tentang eksistensi manusia. Ini menjadi pengingat akan kebesaran alam semesta dan keajaiban hidup yang patut disyukuri dan dipelajari.

Piek Ardijanto Soeprijadi
Puisi: Memusar pada Diri
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.
© Sepenuhnya. All rights reserved.