Puisi: Ketika Mendengar Tangis (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Ketika Mendengar Tangis" menggambarkan momen kehidupan yang sederhana namun penuh makna, menyoroti pentingnya mendengarkan, memahami, dan ....
Ketika Mendengar Tangis

Kaudengarkah tangis bocah itu sejak tadi
suaranya menebari desa sunyi
merambati bibir-bibir air sepi
mungkin ibunya ke pasar kota belum kembali.

Ajaklah kemari kita bawa nembang gambang suling
di tepi rawa pening begini hening
sementara dari dangau kita menghalau gelatik dan pipit peking
yang mau neba merusak bulir-bulir padi mulai menguning.

Jiwanya kan terajun tembang kita
raganya kan terselimuti udara begini segarnya
pasti sebentar saja dia pulas di sini
meski jarum-jarum mentari lepas menusuki kulit bumi.

Biarkan dia mendengkur tetap di pangkuanmu
sementara kita terus berlagu
barangkali dia kan mekarkan mimpinya yang indah
tentang dunianya yang sumringah.

Solo, 1984

Analisis Puisi:

Puisi "Ketika Mendengar Tangis" karya Piek Ardijanto Soeprijadi menggambarkan momen kelembutan dan empati di tengah kehidupan sehari-hari.

Empati terhadap Kesedihan: Puisi ini dimulai dengan menggambarkan tangis seorang anak yang terdengar di desa yang sunyi. Tangisnya mengisi keheningan desa, menandakan kesedihan atau kegelisahan yang dialaminya. Penyair dengan penuh kelembutan mendengarkan tangis itu, menggarisbawahi perhatian dan empatinya terhadap orang lain.

Respon yang Hangat: Dalam tanggapan terhadap tangis tersebut, penyair mengajak untuk membawa alat musik tradisional, gambang suling, untuk menenangkan dan menghibur anak tersebut. Tawaran ini menunjukkan sikap yang hangat dan peduli terhadap keadaan orang lain, serta keinginan untuk membantu mengurangi kesedihannya.

Koneksi dengan Alam: Puisi ini menawarkan gambaran tentang bagaimana alam dapat menjadi tempat yang menenangkan dan menyembuhkan. Di tepi rawa yang sunyi, di bawah langit yang luas, mereka menghalau burung-burung dan menciptakan lingkungan yang damai. Ini mencerminkan kepercayaan akan kekuatan alam dalam menyembuhkan luka dan meredakan kesedihan.

Harapan dan Ketenangan: Penutup puisi menawarkan harapan bahwa anak tersebut akan menemukan ketenangan dan kebahagiaan dalam mimpinya. Dengan lembut, mereka membiarkannya beristirahat di pangkuan yang aman sementara mereka terus bermain musik. Ini menciptakan suasana yang menenangkan dan penuh kasih, menawarkan harapan bahwa kesedihan anak tersebut akan segera berlalu.

Puisi "Ketika Mendengar Tangis" adalah perpaduan kelembutan, empati, dan harapan. Piek Ardijanto Soeprijadi menggambarkan momen kehidupan yang sederhana namun penuh makna, menyoroti pentingnya mendengarkan, memahami, dan membantu sesama dalam menghadapi kesulitan. Dengan sentuhan kelembutan dan kebijaksanaan, puisi ini mengajak kita untuk berbagi kasih dalam momen-momen sulit.

Piek Ardijanto Soeprijadi
Puisi: Ketika Mendengar Tangis
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.
© Sepenuhnya. All rights reserved.