Puisi: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (Karya Kinanthi Anggraini)

Puisi "Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia" menawarkan gambaran yang mendalam dan kompleks tentang kematian, keabadian, dan keputusasaan dalam ...
Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia

Lingkar cahaya yang dibasuh sungai euphrates
berpendar derita di atas semarak pujian himne lagu
kidungku bersembunyi di getar nada penggoyah desah bayi
anak malam yang telah nyenyak dalam hunian makam
seperti menyatukan debur ombak dan burung malam
sembari meremas jantung yang peka dan mata yang utuh
menjaga bagian-bagiannya yang telah meruntuh.

Berdiam diantara bilik paru, meminum darah sendiri
pada pusara debu yang beralih emas. penghargaan abadi
serupa pohon yang tumbuh pada dahan, berdusta makna
menista rahasia pinggul berwajah memikat. menjelajahi
kata di sekujur rahana perawan berwarna pekat. tertikam belati
cinta di sepanjang syair wangi
telah dikafani oleh kematian dengan kerlap-kerlip patung berapi
berderai sudah keabadian busuk berbisik pada anak pelangi
pada rintih cabang pohon
dengan hati mengkerut yang melahirkan kematian
dan hidup seperti mayat-mayat.

Tertimbun di tujuh lembaran retak tanah liat
besanding ingatan dalam kelopak yang tersisa,
untuk tumbal marduk yang mulia semesta raya
digantung oleh kasarnya tali nebuchadnezzar
daun-daun merelakan matahari mengeringkan kulitnya

Di kolam manis dan hati yang lapar, bunga Laurel
menggulung ke surga dalam lamunan taman sutra.

Magetan, 2 Mei 2014

Sumber: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018)

Analisis Puisi:

Puisi "Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia" karya Kinanthi Anggraini adalah sebuah karya puitis yang menyelami tema kematian, keabadian, dan keputusasaan dalam konteks sejarah kuno Babylonia. Dengan gaya bahasa yang kompleks dan simbolis, puisi ini mengeksplorasi bagaimana tragedi dan penderitaan terjalin dalam sejarah dan mitos, menciptakan gambaran yang mendalam tentang eksistensi manusia.

Lingkar Cahaya dan Penderitaan

Puisi ini dibuka dengan "Lingkar cahaya yang dibasuh sungai Euphrates," yang mengisyaratkan bahwa penderitaan dan tragedi terjalin dengan keindahan dan sejarah kuno. Sungai Euphrates, sebagai elemen geografis penting dalam sejarah Babylonia, melambangkan aliran kehidupan dan penderitaan. "Berpendar derita di atas semarak pujian himne lagu" menunjukkan bahwa di balik kemegahan dan pujian, terdapat kesedihan dan penderitaan yang mendalam. Kidung dan getar nada melambangkan upaya untuk menenangkan atau menyembunyikan rasa sakit di balik keindahan dan kesenangan.

Kematian dan Keabadian

Bagian "anak malam yang telah nyenyak dalam hunian makam" menggambarkan kematian yang menjadi bagian dari siklus kehidupan, menyatu dengan malam dan makam. "Seperti menyatukan debur ombak dan burung malam" menunjukkan bagaimana kematian dan kehidupan saling terkait, dengan kematian yang membawa ketenangan dan penghormatan, namun juga penderitaan.

"Berdiam diantara bilik paru, meminum darah sendiri" mengindikasikan bagaimana kematian dapat menyebabkan isolasi dan introspeksi. "Pada pusara debu yang beralih emas," menunjukkan bahwa meskipun ada penghargaan dan keabadian, itu sering kali datang dengan pengorbanan dan kematian. Kematian di sini digambarkan dengan kerlap-kerlip patung berapi yang mengindikasikan bagaimana kematian dan kemegahan sering kali terkait.

Keberadaan dalam Keterasingan

"Serupa pohon yang tumbuh pada dahan, berdusta makna" menggambarkan bagaimana simbolisme dan makna sering kali dapat menjadi menipu dan tidak jelas. Pusara dan penghormatan sering kali tidak mencerminkan kenyataan yang sebenarnya, melainkan sebuah ilusi. "Menista rahasia pinggul berwajah memikat" menunjukkan bagaimana keindahan dan daya tarik sering kali dapat menutupi kebenaran dan kesedihan.

"Di kolam manis dan hati yang lapar, bunga Laurel menggulung ke surga dalam lamunan taman sutra" menunjukkan bagaimana bahkan dalam kematian dan keterasingan, ada harapan dan lamunan akan keindahan dan kedamaian. Bunga Laurel, simbol kemenangan dan penghargaan, menggulung ke surga sebagai metafora untuk keinginan akan ketenangan dan pembebasan dari penderitaan.

Puisi "Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia" karya Kinanthi Anggraini menawarkan gambaran yang mendalam dan kompleks tentang kematian, keabadian, dan keputusasaan dalam konteks sejarah kuno. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan bahasa yang puitis, puisi ini mengeksplorasi bagaimana penderitaan dan keindahan, kematian dan keabadian saling terkait dan mempengaruhi pemahaman kita tentang kehidupan dan eksistensi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara sejarah, kematian, dan makna hidup dalam kerangka yang luas dan mendalam.

Kinanthi Anggraini
Puisi: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia
Karya: Kinanthi Anggraini

Biodata Kinanthi Anggraini:
    Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.

    Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.

    Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.

    Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.