Puisi: Armend dan Newton (Karya Kinanthi Anggraini)

Puisi "Armend dan Newton" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana pemahaman ilmiah dan pengalaman pribadi saling berinteraksi dan membentuk ...
Armend dan Newton

Andai Newton tidak ada Armend
apa langit akan begitu lengang saat kita naik?
: tubuhmu menjadi gerimis pohon pedati
atau justru menjadi sepotong rambu di tengah hutan?
: dalam karung pesan yang terhempas palang bukit.

Andai Newton tidak ada
kita akan bertanya
dimana tembok yang berdegung uap?

saat tubuhku cemas dalam canang jejak dupa
tertinggal bau tanah
selepas malaikat menengok, seusai hujan.

Garut, Januari 2015

Analisis Puisi:

Puisi "Armend dan Newton" karya Kinanthi Anggraini adalah karya yang menghadirkan refleksi mendalam tentang pengaruh pemikiran ilmiah terhadap kehidupan sehari-hari serta pencarian makna dalam kehidupan. Dengan menggabungkan unsur ilmiah dan metaforis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana konsep-konsep ilmiah dan filosofi dapat mempengaruhi persepsi kita tentang dunia.

Peran Newton dalam Konteks Puisi

Penyair memulai puisi dengan mengajukan pertanyaan retoris tentang apa yang akan terjadi jika Sir Isaac Newton, ilmuwan terkenal dengan teori gravitasi, tidak ada. "Andai Newton tidak ada Armend" menggambarkan spekulasi tentang bagaimana tanpa pengaruh Newton, langit mungkin akan tampak "lengang" atau kosong saat kita naik. Ini menunjukkan bagaimana pemikiran ilmiah dapat membentuk dan memengaruhi persepsi kita tentang dunia.

Metafora Tubuh dan Langit

Dalam puisi ini, tubuh digambarkan sebagai "gerimis pohon pedati" atau "sepotong rambu di tengah hutan." Metafora ini menciptakan gambaran yang kaya dan kompleks tentang bagaimana tubuh bisa menjadi bagian dari lanskap atau konteks yang lebih besar. Perbandingan ini menunjukkan bagaimana manusia dan lingkungan saling berinteraksi, dan bagaimana pemahaman ilmiah dapat mempengaruhi cara kita melihat diri kita dalam konteks yang lebih luas.

Tembok dan Uap

Penyair juga mengajukan pertanyaan tentang keberadaan "tembok yang berdegung uap," yang bisa diartikan sebagai representasi dari sesuatu yang menghubungkan atau membatasi, serta memiliki efek yang sulit dipahami. Ini mungkin merujuk pada batasan pemikiran ilmiah dan batasan dalam pemahaman kita tentang dunia, di mana ada elemen yang tidak selalu bisa dijelaskan dengan logika ilmiah.

Cemas dan Canang Jejak Dupa

Bagian ini menggambarkan perasaan cemas yang dirasakan penyair, dengan "canang jejak dupa" yang mungkin melambangkan ritual atau upacara yang mempengaruhi perasaan dan persepsi. Bau tanah dan kunjungan malaikat setelah hujan menunjukkan bahwa meskipun ada kecemasan, ada juga momen-momen kedamaian dan refleksi yang datang setelah peristiwa atau pengalaman tertentu.

Puisi "Armend dan Newton" karya Kinanthi Anggraini adalah karya yang penuh dengan metafora dan refleksi tentang pengaruh ilmiah terhadap pengalaman manusia. Melalui perbandingan antara ilmuwan Newton dan elemen kehidupan sehari-hari, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan bagaimana pemikiran ilmiah dan filosofi membentuk persepsi kita tentang dunia. Karya ini menyoroti keterhubungan antara pengetahuan ilmiah dan pengalaman pribadi, serta bagaimana keduanya saling mempengaruhi.

Dengan gaya penulisan yang kaya akan metafora dan simbolisme, Kinanthi Anggraini berhasil menciptakan puisi yang mendalam dan menggugah pemikiran. Puisi "Armend dan Newton" mengajak pembaca untuk merenungi bagaimana pemahaman ilmiah dan pengalaman pribadi saling berinteraksi dan membentuk pandangan kita tentang dunia. Puisi ini menunjukkan pentingnya refleksi dan pemahaman dalam mencari makna di tengah-tengah kompleksitas kehidupan.

Kinanthi Anggraini
Puisi: Armend dan Newton
Karya: Kinanthi Anggraini

Biodata Kinanthi Anggraini:
    Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.

    Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.

    Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.

    Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.