Puisi: Tulisan pada Tembok (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Tulisan pada Tembok" karya Acep Zamzam Noor menawarkan sebuah gambaran tajam tentang konflik, kekuasaan, dan ketidakadilan yang melanda dunia.
Tulisan pada Tembok
(Buat Padwa Tuqan)

Semuanya belum juga menepi. Kapal-kapal di samudera
Pesawat-pesawat di udara, panser-panser di jalanan
Di medan-medan pertikaian. Dan abad-abad yang bergulir
Tahun-tahun yang mengalir, musim-musim yang anyir
Entah kapan berakhir. "Dilarang kencing!" seekor anjing
Menyalak pada dunia. Langit nampak masih membara
Hujan bom di mana-mana. Terdengar tangis bayi
Jerit para pengungsi. Tak henti-henti -
Bukankah seratus Hadiah Nobel telah diobral
Dan seribu perundingan digelar? Tapi di manakah
Perdamaian? Masih adakah perdamaian itu? Semuanya
Belum mau menepi, belum mau melabuhkan diri.

Lalu kapan menepi? Kapan akan melabuhkan diri? Kapal-kapal
Kehilangan pelabuhan, pesawat-pesawat kehilangan landasan
Panser-panser kehilangan terminal. Peluru-peluru berdesingan
Berita-berita berhamburan, pidato-pidato tak terbendung
Maklumat-maklumat, fatwa-fatwa, slogan-slogan
Konferensi-konferensi, seminar-seminar
Meledakkan udara. Membakar seluruh cakrawala
Tapi kekuasaan terus berderap seperti sepatu
Seperti langkah waktu. Kekuasaan semakin menderu
"Dilarang kencing di sini, bangsat!" seekor anjing
Kembali menyalak pada tembok-tembok kota
Yang sering dikencingi polisi dan tentara.

Sumber: Tulisan pada Tembok (2011)

Analisis Puisi:

Puisi "Tulisan pada Tembok" karya Acep Zamzam Noor menawarkan sebuah gambaran tajam tentang konflik, kekuasaan, dan ketidakadilan yang melanda dunia. Dengan gaya yang kritis dan penuh sindiran, puisi ini menyoroti ketidakmampuan manusia untuk mencapai perdamaian dan resolusi, meskipun telah dilakukan berbagai usaha dan perundingan.

Tema Utama

  • Konflik dan Kekacauan: Tema utama puisi ini adalah konflik yang tiada akhir, baik dalam skala global maupun lokal. Puisi ini menyebutkan "kapal-kapal di samudera," "pesawat-pesawat di udara," dan "panser-panser di jalanan," menciptakan gambaran tentang berbagai bentuk kekerasan dan perang yang berlangsung tanpa henti. Ini mencerminkan kekacauan yang terus-menerus mengganggu kehidupan manusia.
  • Kritik terhadap Kekuasaan: Puisi ini juga merupakan kritik terhadap kekuasaan dan struktur sosial yang tidak adil. Frasa seperti "Dilarang kencing!" dan "seekor anjing menyalak pada tembok-tembok kota" menggambarkan absurditas dan kebrutalan sistem kekuasaan yang sering kali mengabaikan kemanusiaan dan keadilan.
  • Keputusasaan dan Ketiadaan Perdamaian: Puisi ini menyoroti keputusasaan terhadap pencapaian perdamaian. Meskipun telah ada berbagai usaha seperti Hadiah Nobel dan perundingan, perdamaian masih tetap tidak terjangkau. Ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam mengatasi konflik dan menciptakan resolusi yang langgeng.

Gaya Bahasa dan Struktur

  • Bahasa Satir dan Ironi: Acep Zamzam Noor menggunakan bahasa satir dan ironi untuk menekankan ketidakadilan dan kekacauan yang ada. Pernyataan seperti "Dilarang kencing!" yang diucapkan oleh seekor anjing menambahkan elemen sindiran terhadap sistem kekuasaan yang tidak efektif dan tidak manusiawi.
  • Imaji dan Deskripsi Visual: Puisi ini kaya akan imaji yang menciptakan gambaran visual yang kuat. Frasa seperti "hujan bom di mana-mana," "peluru-peluru berdesingan," dan "tembok-tembok kota yang sering dikencingi" memberikan kesan yang mendalam tentang kekacauan dan ketidakadilan yang terjadi di dunia.
  • Struktur Berulang: Struktur puisi ini menggunakan pengulangan untuk menekankan tema sentralnya. Pengulangan frasa seperti "Semuanya belum juga menepi," "kapal-kapal kehilangan pelabuhan," dan "panser-panser kehilangan terminal" menciptakan ritme yang menggambarkan ketidakberubahan dan ketidakmampuan untuk mencapai resolusi.

Makna dan Interpretasi

Puisi "Tulisan pada Tembok" menyampaikan pesan kritis tentang kegagalan manusia dalam mengatasi konflik dan mencapai perdamaian. Meskipun berbagai usaha telah dilakukan, seperti perundingan dan penghargaan, perdamaian masih tetap menjadi ilusi yang jauh dari jangkauan. Kekuasaan dan konflik yang terus-menerus menggambarkan ketidakmampuan sistem untuk menciptakan perubahan yang berarti.

Dengan menggunakan imagery yang kuat dan bahasa satir, puisi ini mengkritik struktur kekuasaan yang sering kali mengabaikan kemanusiaan dan keadilan. Pernyataan "Dilarang kencing di sini, bangsat!" mencerminkan absurditas dan ketidakadilan yang ada dalam sistem sosial dan politik.

Puisi "Tulisan pada Tembok" karya Acep Zamzam Noor adalah karya yang tajam dan kritis, mengeksplorasi tema konflik, kekuasaan, dan keputusasaan. Dengan gaya bahasa satir dan imagery yang kuat, puisi ini mengkritik kegagalan sistem dalam mencapai perdamaian dan keadilan. Melalui deskripsi yang mendalam dan struktur berulang, puisi ini menyampaikan pesan tentang ketidakberubahan dan ketidakmampuan manusia untuk mengatasi konflik secara efektif. Ini adalah refleksi yang mendalam tentang realitas dunia yang penuh dengan kekacauan dan ketidakadilan.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Tulisan pada Tembok
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • SajakPerempuan itu tanpa namaLahir dari kesunyianKetika langit bersihMengalirkan sungai kasih“Tapi aku bukan penzinahAku seorang penziarah!”Lantas siapa yang menyimpanTangisnya? Si…
  • MenungguBuat Inne Ratu ShabariniSemalam kausapa bintang-bintangKetika angin riuh dan musim mengaduhTapi paginya masih kaubaca sisa topanUjung buritan yang tenggelamMungkin seseoran…
  • My Melancholy Blues (1) Aku masih berlayar mengikuti tarikan angin Menembus rahasia senja. Bukan ke muara Perjalananku menuju dan tidak juga p…
  • Sanur Berdesingan angin pantai dan buncah ombak dalam dadaku Kapankah aku sampai dalam bisu pesona semesta jiwa O, cakrawala jauh i…
  • TelahTelah luruh waktu, telah gemuruhSuaramu. Aku terpekurMenghirup udara. Telah tiba senjaSemerah saga. Lalu langit turun, pelahanTurun dan mengurungku? Hari pun undur, demikian t…
  • LindapKita pun kelu mengeja rinduBerkaca di kolam jiwaTercipta lagu dari kediaman yang bisuSepi yang menikam kalbuMaka lelaplah waktuHari-hari lindap tanpa bicaraLelap pun kita,lar…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.