Puisi: Pantun Zaman Batu (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Pantun Zaman Batu" karya Taufiq Ismail menggambarkan ketidakadilan sosial, korupsi, dan ketidakpuasan terhadap keadaan politik di Indonesia.
Pantun Zaman Batu

Inilah pantun-pantun zaman batu,
Pantun untuk mereka yang berkepala batu.
Lihatlah siluman dan preman bersatu,
Mencuri anggaran dengan bersekutu.

Semua mabuk batu akik batu bacan
Yang bawa senapan matanya mendelik cari sasaran.
Hati-hatilah wahai kalian para cendekiawan.
Hanya karena berpikir waras bisa dikriminalkan.

Tawuran, biasanya hujannya hujan batu
Tawaran, biasanya uangnya uang dolar
Jika akhirnya polisi dan koruptor bersatu
Harus dilawan biarpun pangkatnya Jenderal.

Hujan emas di negeri orang
Panen rejeki hatinya girang.
Presiden bilang kriminalisasi dilarang,
Tapi bawahannya tetap membangkang.

Hujan akik di negeri sendiri,
Hidup tercekik sudah menjadi ciri.
Presiden mimpi jadi bangsa mandiri,
Eh, import komoditi tetap jadi mainan menteri.

Hakim jujur bisa kehilangan palu,
Hakim lucu dengkulnya berotak batu.
Jika koruptor ketawa-ketiwi tak lagi punya malu,
Alumni perguruan tinggi harus mengganyang dan bersatu.

Analisis Puisi:

Puisi "Pantun Zaman Batu" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya yang menggabungkan kekuatan pantun dengan kritik sosial yang tajam. Dengan gaya yang khas dan penuh sindiran, puisi ini menggambarkan ketidakadilan sosial, korupsi, dan ketidakpuasan terhadap keadaan politik di Indonesia.

Kritik Terhadap Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

Pantun pertama mengungkapkan kebobrokan dalam sistem pemerintahan dan kekuasaan. Taufiq Ismail menggunakan metafora "pantun zaman batu" untuk menunjukkan keterbelakangan dan kejumudan mereka yang terlibat dalam korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. "Siluman dan preman bersatu" merujuk pada kolusi antara pihak-pihak yang seharusnya menjaga moral dan etika. Dengan tegas, pantun ini menyoroti betapa korupsi telah merajalela dalam pengelolaan anggaran.

Kritik Terhadap Ketidakadilan Sosial

Pantun kedua memperlihatkan ketidakadilan yang merajalela. Peribahasa "mabuk batu akik" menggambarkan bagaimana masyarakat terjebak dalam godaan materialistis dan kepentingan pribadi, sementara "senapan" melambangkan kekerasan dan penegakan hukum yang tidak adil. Taufiq Ismail mengingatkan para cendekiawan untuk waspada, karena berpikir rasional dan berbicara kebenaran bisa berakibat fatal di tengah sistem yang rusak.

Kekacauan dalam Penegakan Hukum dan Keamanan

Pantun ketiga menunjukkan ironi dalam penegakan hukum dan keamanan di Indonesia. "Tawuran" dengan "hujan batu" menggambarkan kekacauan sosial dan kekerasan yang terjadi di masyarakat. Di sisi lain, "uang dolar" menunjukkan adanya tawaran-tawaran untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang koruptif. Pantun ini mengkritik bagaimana polisi dan koruptor bisa bersatu dalam korupsi, meskipun secara hukum mereka seharusnya bertentangan.

Kesenjangan Sosial dan Impor Barang

Pantun keempat dan kelima menyoroti kesenjangan sosial yang ada di Indonesia. "Hujan emas di negeri orang" menunjukkan betapa masyarakat asing bisa mendapatkan keuntungan sementara "hujan akik di negeri sendiri" mencerminkan kenyataan pahit bahwa rakyat Indonesia harus menghadapi kesulitan dan kekurangan. Taufiq Ismail mengkritik ketidakmampuan pemerintah dalam menciptakan kemandirian ekonomi dan ketergantungan pada impor barang.

Kritik Terhadap Sistem Peradilan

Pantun terakhir mengkritik sistem peradilan yang seringkali tidak adil. "Hakim jujur bisa kehilangan palu" mencerminkan betapa beratnya konsekuensi bagi hakim yang berintegritas. Sebaliknya, "hakim lucu" yang "berotak batu" menggambarkan hakim yang tidak adil dan terjebak dalam kepentingan pribadi. Taufiq Ismail menyerukan kepada alumni perguruan tinggi untuk bergandeng tangan melawan ketidakadilan dan korupsi.

Puisi "Pantun Zaman Batu" karya Taufiq Ismail merupakan karya sastra yang tidak hanya memukau dari segi estetika tetapi juga memiliki pesan sosial yang mendalam. Melalui pantun-pantun yang tajam dan penuh sindiran ini, Taufiq Ismail berhasil menyampaikan kritiknya terhadap berbagai masalah sosial dan politik yang ada di Indonesia. Karya ini merupakan contoh nyata bagaimana sastra dapat digunakan sebagai alat untuk menyuarakan ketidakadilan dan memperjuangkan perubahan sosial.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Pantun Zaman Batu
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.