Puisi: Surat Kopi (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Surat Kopi" karya Joko Pinurbo mengeksplorasi berbagai makna dan konsep seputar kopi, serta menggunakannya sebagai simbol untuk merenungkan ...
Surat Kopi

Lima menit menjelang minum kopi,
aku ingat pesanmu: "Kurang atau lebih,
setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi."

Mungkin karena itu empat cangkir kopi sehari
bisa menjauhkan kepala dari bunuh diri.

Kau punya bermacam-macam kopi
dan kau pernah bertanya: "Kau mau pilih
kopi yang mana?" Aku menjawab: "Aku pilih kopimu."

Di mataku telah lahir mata kopi.
Di waktu kecil aku pernah diberi Ibu cium rasa kopi.
Apakah puting susu juga mengandung kopi?

Kopi: nama yang tertera pada sebuah nama. Namaku.

Burung menumpahkan kicaunya ke dalam kopi.
Matahari mencurahkan matanya ke hitam kopi.
Dan kopi meruapkan harum darah dari lambungmu.

Tiga teguk yang akan datang aku bakal
mencecap hangat darahmu di bibir cangkir kopiku.

2013

Sumber: Kompas (Minggu, 22 September 2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Surat Kopi" karya Joko Pinurbo adalah sebuah karya yang mengeksplorasi berbagai makna dan konsep seputar kopi, serta menggunakannya sebagai simbol untuk merenungkan kehidupan dan identitas.

Simbolisme Kopi: Puisi ini memanfaatkan kopi sebagai simbol utama. Kopi digambarkan sebagai sesuatu yang memiliki makna lebih dalam daripada sekadar minuman. Kopi di sini dapat melambangkan kehidupan itu sendiri, dengan semua kompleksitas dan variasinya. Melalui penggunaan simbolisme ini, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dalam sepotong kopi.

Kebijaksanaan dalam Kehidupan: Dalam puisi ini, terdapat kutipan pesan dari seseorang yang mengatakan, "Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi." Ini mencerminkan ide bahwa dalam hidup, kita harus bersyukur atas apa yang kita miliki, baik itu sedikit atau banyak. Kebijaksanaan ini tercermin dalam ritual minum kopi sebagai perayaan rezeki.

Identitas dan Pengalaman Pribadi: Puisi ini juga mencerminkan pengalaman pribadi penyair dengan kopi. Penyair merenungkan hubungan mendalamnya dengan minuman ini. Bahkan, dia menyatakan bahwa nama "Kopi" adalah namanya sendiri. Ini menunjukkan bahwa minuman ini bukan hanya minuman biasa, tetapi juga bagian dari identitas penyair.

Imajinasi dan Simbolisme Alam: Penyair menggunakan bahasa yang kaya dengan imajinasi dan simbolisme alam. Dia menggambarkan burung yang menumpahkan kicauannya ke dalam kopi, matahari yang mencurahkan matanya ke dalam kopi, dan kopi yang meruapkan harum darah dari lambung. Ini adalah contoh bagaimana penyair menggunakan elemen alam untuk memperkuat makna puisi.

Pertanyaan Filosofis: Puisi ini juga memunculkan pertanyaan filosofis, seperti apakah puting susu juga mengandung kopi, yang menciptakan nuansa humor dalam karya ini. Pertanyaan semacam ini mendorong pembaca untuk merenungkan dan berpikir lebih dalam tentang makna kehidupan dan identitas.

Puisi "Surat Kopi" karya Joko Pinurbo adalah sebuah karya yang menggabungkan simbolisme kuat dengan refleksi mendalam tentang kehidupan, identitas, dan pengalaman pribadi. Melalui imajinasi dan bahasa yang kaya, penyair mengajak pembaca untuk memahami makna yang lebih dalam dari sesuatu yang mungkin dianggap sepele dalam kehidupan sehari-hari.


Puisi: Surat Kopi
Puisi: Surat Kopi
Karya: Joko Pinurbo

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Mencari Suasana Kepada kelam selalu digantung harapan pabila esok sirna oleh kemilau fajar tolong tinggalkan suasana akrab di hari kemarin agar keseharian tetap seper…
  • Selamat Tinggaltahun-tahun berlalukenangan masa laluberulang datangtahun-tahun berlalukubur rasa kesaljuga sesaltahun-tahun berlalutak ada pilihan:selamat tinggalJakarta, 25 Desemb…
  • Bahu Batu ia sampai ke sebuah danau – setelah berlari kecil sembilan putaran, dari kanan ke kiri. ahlan! ia berlari kecil hingga seluruh jalan dan kedai, pelat rek…
  • Kota Air kematian hanyalah kunci pembuka sebuah kota : orang bersisik cahaya, rumah siput, pepucuk ganggang yang menyala. menyanyikan nada hopla aku memasukinya…
  • Kitab Pelarian tidurku masih disesaki kemarahan langit sebelas malaikat menghardik-meludah di angkasa : sawan bayi di kandungan, mendidih air di bendungan empat …
  • Rumah Jagal para pemburu meneluh malam bayang kita tersalib di dinding hujan paku dan beling meleleh dari genting perih kian deras, sayangku. menyiram bumi bagai …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.