Puisi: Mengetuk Pintu Kota (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Mengetuk Pintu Kota" karya Dorothea Rosa Herliany menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang pencarian makna, kegelisahan, dan cinta dalam ...
Mengetuk Pintu Kota

Karena gemetar pada rumput-rumput di lenganku
kuletakkan ziarahku yang khusuk pada pintu
ada yang menyebutkan nama-nama yang mengabur
pada tanah. menghitungnya satu demi satu guguran
daun. lalu mengekalkannya pada kediaman kubur.

Kota telah jadi ladang untuk cinta yang dahaga
wajah-wajah terbungkus debu jalanan 
si pengembara yang bimbang, menggurat-guratnya
dengan cemas peta yang hilang
menebak-nebak gairah kematian.

tiba-tiba Kausulut, setelah aku melintasi
gang-gang kegelisahan
gairah cintaku terbakar rindu-dendam.

1987

Sumber: Matahari yang Mengalir (1990)

Analisis Puisi:

Puisi "Mengetuk Pintu Kota" karya Dorothea Rosa Herliany menawarkan sebuah refleksi mendalam tentang pencarian makna, kegelisahan, dan cinta dalam konteks urban. Melalui gambaran yang kaya dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pengalaman spiritual dan emosional seseorang yang berada di tengah-tengah kota yang kompleks dan menantang.

Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual dan emosional seseorang di tengah kota yang menjadi simbol dari kerinduan, kebingungan, dan pencarian diri. Dorothea menggunakan berbagai gambar dan simbol untuk menyampaikan pesan tentang bagaimana seseorang berusaha menemukan makna dan kedamaian di tengah kerumitan dan kekacauan kota.

Eksplorasi Tema dan Simbolisme

  • Ziarah dan Pintu Kota: "Karena gemetar pada rumput-rumput di lenganku kuletakkan ziarahku yang khusuk pada pintu" membuka puisi dengan citra seseorang yang sedang melakukan ziarah dengan penuh khusyuk. Pintu kota di sini berfungsi sebagai simbol dari batasan atau ambang yang harus dilalui dalam pencarian spiritual. Ini menciptakan gambaran tentang bagaimana seseorang menempatkan harapan dan doa mereka pada sesuatu yang lebih besar, berusaha untuk melintasi batasan menuju pemahaman yang lebih dalam.
  • Nama-Nama yang Mengabur dan Guguran Daun: "Ada yang menyebutkan nama-nama yang mengabur pada tanah. menghitungnya satu demi satu guguran daun" menggunakan citra nama-nama yang mengabur dan daun yang gugur untuk menggambarkan kenangan, masa lalu, atau mungkin dosa-dosa yang terlupakan. Proses menghitung guguran daun mencerminkan upaya untuk menghargai atau memahami setiap bagian dari perjalanan spiritual atau emosional.

Kota sebagai Ladang Cinta dan Kegelisahan

  • Kota sebagai Ladang untuk Cinta: "Kota telah jadi ladang untuk cinta yang dahaga" menggambarkan kota sebagai tempat di mana cinta yang mendalam dan penuh kerinduan dapat ditemukan. Namun, cinta ini tidak selalu mudah dicapai, melainkan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan di tengah-tengah kesulitan dan kekacauan kota.
  • Wajah-Wajah Terbungkus Debu Jalanan: "Wajah-wajah terbungkus debu jalanan" menciptakan citra tentang individu yang hidup dalam kondisi keras dan penuh debu, yang bisa melambangkan kesulitan dan tantangan dalam kehidupan urban. Ini mencerminkan bagaimana individu di kota harus menghadapi berbagai kesulitan dan kegelisahan dalam pencarian mereka akan makna dan cinta.

Peta yang Hilang dan Gairah Kematian

  • Si Pengembara dan Peta yang Hilang: "Si pengembara yang bimbang, menggurat-guratnya dengan cemas peta yang hilang" menggambarkan seseorang yang sedang berusaha menemukan jalan mereka dengan peta yang hilang. Ini mencerminkan perasaan kebingungan dan ketidakpastian dalam pencarian makna hidup, di mana individu merasa seolah-olah mereka tidak memiliki panduan yang jelas.
  • Gairah Cinta Terbakar Rindu-Dendam: "Gairah cintaku terbakar rindu-dendam" mengungkapkan bagaimana cinta yang ada dalam diri seseorang terpengaruh oleh rasa rindu dan dendam. Ini mencerminkan intensitas dan kompleksitas emosi yang dialami dalam proses pencarian dan perjuangan di kota.
Puisi "Mengetuk Pintu Kota" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang pencarian makna, cinta, dan kegelisahan dalam konteks urban. Dengan penggunaan simbolisme seperti pintu kota, nama-nama yang mengabur, dan peta yang hilang, puisi ini menciptakan gambaran tentang bagaimana seseorang berusaha menemukan kedamaian dan pemahaman di tengah-tengah kekacauan dan tantangan kota. Dorothea mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan spiritual dan emosional yang dialami seseorang dalam pencarian mereka akan makna dan cinta di dunia yang seringkali penuh dengan kebingungan dan kesulitan.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Mengetuk Pintu Kota
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.