Puisi: Jendela (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Jendela" menggambarkan keindahan dan kepedihan kehidupan dalam sebuah rumah, diwakili oleh jendela. Penggunaan imaji yang kuat, metafora ...
Jendela

Di jendela tercinta ia duduk-duduk
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan dan kiri.

Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr....

Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
"Rasanya pernah kudengar suara byuuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu."
"Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,"
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.

Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.

"Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma."

Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.

2010

Sumber: Baju Bulan (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Jendela" karya Joko Pinurbo adalah karya yang penuh dengan kelembutan, keintiman, dan refleksi tentang hidup. Dengan menggunakan imaji jendela sebagai metafora, penyair mengajak pembaca merenung tentang hubungan, waktu, dan keberadaan manusia dalam alur kehidupan.

Imaji Jendela sebagai Pintu Kehidupan: Jendela menjadi simbol utama dalam puisi ini, mewakili pintu kehidupan di mana berbagai momen, perasaan, dan kenangan berlangsung. Di jendela, karakter utama, yang diasumsikan sebagai ibu, duduk bersama anaknya. Hal ini menciptakan gambaran kebersamaan dan kehangatan di dalam rumah, tempat di mana ikatan keluarga dan kenangan tumbuh.

Momen Bersama dan Kepedihan Masa Lalu: Puisi ini menyajikan momen indah antara ibu dan anak yang duduk di jendela, melihat bulan dan mengobrol. Namun, kehangatan tersebut diselingi oleh sebuah pengakuan. Suara "byuuurrr" yang mereka dengar mengingatkan pada suara dalam tidur ibu yang pasrah. Kata-kata ini menciptakan lapisan kedalaman emosional dan membuka pintu pada masa lalu yang mungkin penuh dengan kesedihan atau peristiwa tragis.

Hubungan yang Abadi dan Melawan Trauma: Penyair menggambarkan harapan bahwa meskipun suatu hari ibu dan anak tidak dapat bersama, tetapi hubungan mereka tidak akan pernah berpisah. Pernyataan "Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma" menyiratkan kekuatan cinta dalam mengatasi tantangan dan kesulitan yang mungkin terjadi dalam hidup.

Rumah Sebagai Tempat Kenangan dan Kehangatan: Rumah yang dijelaskan dalam puisi ini menjadi panggung bagi kehidupan mereka berdua. Berempat dengan waktu, berlima dengan televisi, dan bersendiri dengan puisi menggambarkan keragaman momen yang dijalani di dalam rumah. Juga, keputusan untuk membiarkan jendela terbuka setelah tengah malam adalah simbolik dari keterbukaan terhadap kehidupan dan kemungkinan kebahagiaan yang terus datang.

Bulan Sebagai Saksi dan Penyembuh: Bulan menggambarkan keindahan dan perjalanan hidup. Suara bulan yang "byuuurrr" saat menggelinding menggambarkan saksi bisu terhadap kehidupan yang terus berjalan. Bulan juga diharapkan menjadi penyejuk dan penerang di saat tidur yang bersahaja, seperti doa yang sederhana namun penuh arti.

Puisi "Jendela" menggambarkan keindahan dan kepedihan kehidupan dalam sebuah rumah, diwakili oleh jendela. Penggunaan imaji yang kuat, metafora yang dalam, dan sentuhan keintiman menjadikan puisi ini karya yang merenung dan memikat. Dengan pemilihan kata dan struktur yang cermat, Joko Pinurbo berhasil menghadirkan suasana yang membuat pembaca terkoneksi dengan kehidupan yang terasa begitu nyata dan dekat.

"Puisi: Jendela (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Jendela
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.