Analisis Puisi:
Puisi "Surat Amplop Putih untuk PBB" karya Taufiq Ismail merupakan sebuah karya sastra yang sarat dengan kritik terhadap PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Puisi ini menggambarkan perasaan kekecewaan dan keraguan penyair terhadap peran PBB dalam menanggapi konflik-konflik internasional, terutama yang terjadi pada masa revolusi Indonesia, perang Vietnam, dan konflik-konflik berkepanjangan lainnya.
Kepercayaan Awal dan Perubahan Sikap: Puisi dimulai dengan penyair menyatakan bahwa dulu ia memiliki kepercayaan penuh terhadap PBB, terutama melihat tokoh-tokoh seperti Hadji Agoes Salim, Sjahrir, dan Soedjatmoko yang berjuang di PBB untuk membela kemerdekaan Indonesia. Namun, perasaan kepercayaan ini berubah seiring berjalannya waktu dan munculnya konflik-konflik internasional yang tidak mendapat respons optimal dari PBB.
Keraguan Terhadap PBB: Baris-baris selanjutnya mencerminkan perubahan sikap penyair terhadap PBB. Ia mulai meragukan integritas dan efektivitas PBB, terutama dalam menanggapi konflik di Vietnam dan invasi-invasi lainnya. Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan penyair terhadap kebijakan PBB yang dianggapnya tidak adil dan tidak menjaga keamanan dunia dengan baik.
Kritik terhadap Distribusi Veto dan Pemilihan Negeri: Penyair menyoroti cara PBB mendistribusikan hak veto dan pemilihan negara-negara yang menduduki posisi tertentu di dalamnya. Kritik ini menunjukkan bahwa PBB dianggap memiliki kebijakan yang tidak selalu objektif dan cenderung dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi negara-negara tertentu.
Kritik terhadap Penanganan Konflik: Puisi mengkritik cara PBB menangani konflik-konflik, terutama yang melibatkan Palestina, Afghanistan, Perang Teluk, Kashmir, Myanmar, dan Bosnia-Herzegovina. Penyair mengecam kebijakan PBB yang dinilainya lambat dan tidak efektif dalam menyelesaikan konflik-konflik tersebut.
Kritik terhadap Motif Ekonomi dan Militer: Puisi mengecam motif ekonomi dan militer di balik tindakan PBB. Penyair menyoroti kehadiran pasukan dan senjata yang dikirimkan oleh PBB ke negara-negara tertentu dengan tujuan ekonomi dan kontrol sumber daya alam, seperti minyak bumi.
Pemilihan Kata dan Gaya Bahasa: Taufiq Ismail menggunakan kata-kata yang kuat dan penuh emosi untuk menyampaikan kritiknya. Gaya bahasa yang dipilih, seperti "serakah pada uang dan minyak bumi" dan "menggaruk dolar bermilyar yang jadi upahnya," memberikan sentuhan dramatis dan menekankan ketidakpuasan penyair.
Surat Amplop Putih Sebagai Simbol: Penutup puisi dengan pengiriman "ludahku" pada PBB melalui "amplop putih bersih" menjadi simbol kekecewaan dan penolakan terhadap PBB. Amplop putih yang seharusnya melambangkan kedamaian justru digunakan untuk menyampaikan kemarahan.
Puisi "Surat Amplop Putih untuk PBB" menjadi pengungkapan perasaan kecewa dan ketidakpercayaan penyair terhadap peran PBB dalam menjaga perdamaian dan keadilan di tingkat internasional. Dengan kata-kata yang tajam, Taufiq Ismail berhasil menyampaikan kritiknya terhadap organisasi tersebut, menyoroti ketidaksetaraan, kebijakan yang tidak adil, dan motif ekonomi di balik tindakan PBB.
Karya: Taufiq Ismail
Biodata Taufiq Ismail:
- Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
- Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.