Analisis Puisi:
Puisi "Nyanyian Para Pelayat" karya Dorothea Rosa Herliany merupakan karya yang penuh dengan simbolisme dan refleksi mendalam tentang kematian, kehilangan, dan pencarian makna dalam kegelapan. Dengan bahasa yang kuat dan imaji yang mengesankan, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan antara kejujuran, kematian, dan peran individu dalam menghadapi kegelapan.
Gambaran Umum dan Konteks Puisi
Puisi ini dibuka dengan:
"Ketika kaulambungkan gelembung ludahmu / ke udara, saat itu ribuan belati menciprati / nuraniku."
Gambaran "gelembung ludah" dan "ribuan belati" menciptakan kontras yang tajam antara sesuatu yang dianggap remeh dan sesuatu yang menyakitkan. Gelembung ludah dapat dianggap sebagai tindakan kecil atau tidak berarti, sementara ribuan belati menggambarkan luka yang mendalam dan intens. Konteks ini menunjukkan bagaimana tindakan kecil atau tampaknya sepele dapat memiliki dampak yang sangat besar pada jiwa seseorang.
Kejujuran dan Kekosongan
"sekian detik lagi, kita melayat pada / kejujuran yang telah pergi. kekosongan / dirabuki mata-mata yang tak mengenal / kepalsuan."
Di sini, kejujuran digambarkan sebagai sesuatu yang telah pergi dan kini hanya menyisakan kekosongan. "Melayat" adalah kata yang sering digunakan dalam konteks pemakaman, menunjukkan bahwa kejujuran itu telah mati atau hilang. Kekosongan ini diperiksa oleh "mata-mata yang tak mengenal kepalsuan," yang mungkin mencerminkan pandangan objektif atau bahkan penilaian yang ketat terhadap situasi tersebut. Ini menunjukkan ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk melihat di luar realitas yang dingin dan keras.
Taman Bunga dan Pekerjaan Penjaga
"tanpa kausadari, kau telah menciptakan / taman bunga di mana-mana."
Gambaran "taman bunga" yang muncul secara tak terduga bisa diartikan sebagai hasil dari dampak yang tidak disadari oleh seseorang. Taman bunga sering kali melambangkan keindahan dan pertumbuhan, tetapi dalam konteks puisi ini, taman bunga mungkin juga mencerminkan upaya yang sia-sia atau hasil dari perasaan dan tindakan yang tidak terduga.
"Aku ingin menjadi penjaga taman. memangkas / akar-akar dan menggugurkan daun. mengosongkan / tanah-tanah dan menjadikannya kubur."
Keinginan untuk menjadi penjaga taman dan tugas-tugas seperti "memangkas akar-akar" dan "menggugurkan daun" mencerminkan keinginan untuk membersihkan dan merawat, tetapi juga menunjukkan penyesalan dan kehilangan. Mengubah "tanah-tanah" menjadi kubur mengindikasikan penciptaan ruang untuk kenangan dan kehilangan, tempat di mana sesuatu yang berharga diletakkan untuk beristirahat.
Kesadaran dan Keterasingan
"untuk kemudian mesti bergegas pulang: pada nurani / yang telah terkoyak-moyak. kemboja bertumbuhan / : para peziarah tak pulang-pulang."
"Berpulang ke nurani" mengindikasikan kembalinya kepada diri sendiri dan refleksi mendalam tentang apa yang telah terjadi. "Nurani yang terkoyak-moyak" menunjukkan rasa sakit dan trauma yang dialami. Kemboja, sebagai simbol kematian dan kenangan, melambangkan pertumbuhan di tengah-tengah kesedihan. "Para peziarah tak pulang-pulang" menunjukkan bahwa perjalanan atau pencarian tidak pernah benar-benar selesai, dan mereka tetap berada di tempat tersebut dalam keadaan refleksi atau kesedihan.
Puisi "Nyanyian Para Pelayat" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah eksplorasi mendalam tentang kematian, kehilangan, dan pencarian makna di tengah kegelapan. Melalui penggunaan imaji yang kuat seperti "gelembung ludah," "ribuan belati," dan "taman bunga," puisi ini menggambarkan dampak emosional dari kehilangan dan penyesalan. Keinginan untuk menjadi penjaga taman, serta proses memangkas dan mengosongkan tanah, mencerminkan usaha untuk menghadapi dan merawat luka batin. Dengan penutup yang menunjukkan perjalanan dan refleksi yang tak pernah berakhir, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan makna dari kematian, kenangan, dan pencarian diri yang terus-menerus.
Puisi: Nyanyian Para Pelayat
Karya: Dorothea Rosa Herliany
Biodata Dorothea Rosa Herliany:
- Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
- Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.