Puisi: Catatan Hujan di Tikungan Kota (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Catatan Hujan di Tikungan Kota" penuh dengan simbolisme yang menggambarkan suasana kota yang sepi dan ditinggalkan. Hujan dan malam menjadi ...
Catatan Hujan di Tikungan Kota

Tulang berserakan dikumpulkan
di taman tikungan kota.

Getar jiwa dimantrakan
dalam doa senandung pelangi Songgolangit.

Malam masih muda
hujan basahi kerang di taman.

Malam poranda di ujung catatan
taman kota sepi ditinggalkan hati.

Jepara, April 2005

Analisis Puisi:

Diah Hadaning, seorang penyair Indonesia yang kerap menggambarkan kehidupan perkotaan dengan sentuhan puitis, menyajikan suasana mendalam melalui puisi "Catatan Hujan di Tikungan Kota." Puisi ini membawa pembaca merasakan keheningan dan kesepian kota yang ditinggalkan, dengan nuansa melankolis yang dihadirkan melalui hujan dan malam.

Fragmen Kehidupan di Tikungan Kota

Puisi ini dibuka dengan gambaran visual yang kuat: "Tulang berserakan dikumpulkan di taman tikungan kota." Baris ini menyiratkan ketidakberaturan dan mungkin kehancuran, dengan "tulang berserakan" yang bisa diinterpretasikan sebagai sisa-sisa kehidupan atau kenangan yang tertinggal di sebuah taman kota. Tikungan kota menjadi tempat berkumpulnya fragmen-fragmen ini, menciptakan suasana yang penuh dengan memori.

Getaran Jiwa dan Doa

"Getar jiwa dimantrakan dalam doa senandung pelangi Songgolangit." Baris ini menggambarkan usaha penyair untuk mencari ketenangan dan keindahan di tengah kekacauan. "Senandung pelangi Songgolangit" bisa diartikan sebagai simbol keindahan dan harapan yang muncul setelah hujan, mengindikasikan adanya harapan meski di tengah kegelapan.

Malam dan Hujan

"Malam masih muda, hujan basahi kerang di taman." Baris ini menunjukkan awal malam yang masih segar, diiringi oleh hujan yang membasahi segala sesuatu, termasuk kerang di taman. Hujan sering kali melambangkan kesucian, pembaruan, atau kesedihan, tergantung konteksnya. Dalam puisi ini, hujan menambah kesan melankolis pada malam yang sepi.

Kesepian di Ujung Malam

"Malam poranda di ujung catatan, taman kota sepi ditinggalkan hati." Bagian penutup puisi ini menekankan kesepian dan kehampaan. Malam yang awalnya masih muda kini menjadi poranda, atau hancur, di ujung catatan. Taman kota, yang awalnya tempat berkumpulnya fragmen-fragmen kehidupan, kini menjadi sepi dan ditinggalkan. "Ditikungan kota" menggambarkan sudut yang sering kali terlewatkan atau diabaikan, menambah kesan kesendirian.

Simbolisme dan Refleksi

Puisi "Catatan Hujan di Tikungan Kota" penuh dengan simbolisme yang menggambarkan suasana kota yang sepi dan ditinggalkan. Hujan dan malam menjadi elemen penting yang memperkuat nuansa melankolis dalam puisi ini. Taman kota sebagai latar memberikan gambaran kontras antara kehidupan dan kehampaan, antara kenangan dan kesepian.

Diah Hadaning melalui puisi "Catatan Hujan di Tikungan Kota" berhasil menyampaikan suasana kota yang sepi dan penuh kenangan di bawah hujan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kesepian dan kehampaan yang mungkin tersembunyi di balik gemerlapnya kehidupan perkotaan. Dengan penggunaan simbolisme yang kaya dan bahasa yang puitis, Diah Hadaning menggambarkan kota sebagai tempat yang penuh dengan fragmen kehidupan, namun juga bisa menjadi tempat yang sunyi dan ditinggalkan. Puisi ini menjadi pengingat akan dualitas kehidupan perkotaan, yang bisa menjadi penuh dengan kenangan namun juga bisa menjadi sangat sepi.

"Puisi: Catatan Hujan di Tikungan Kota (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Catatan Hujan di Tikungan Kota
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.