Puisi: Tasrifan Kiai Maksum Jombang (Karya Raedu Basha)

Puisi "Tasrifan Kiai Maksum Jombang" karya Raedu Basha memberikan penghormatan yang mendalam terhadap Kiai Maksum dan pengetahuan lokal.
Tasrifan Kiai Maksum Jombang

Tak perlu ke Kairo mengaji Nahwu
tak perlu ke Ahgaff belajar Sharraf
sebab di teras langgar sebelah, Otong
ada sebuah dampar kayu kosong
di sana seorang Kiai sepuh menunggumu
untuk sorogan tasrifan.

Mungkin kau perlu mengenalnya terlebih dulu
tentang dirinya yang mungkin semua orang belum tahu
dia bukan Arabi tapi metodologi penemuannya menggetarkan bumi
dia bukan guru-besar kampus besar tapi ilmunya dihormati profesor Al-Azhar
bernama Kiai Maksum dari Jombang
di tangannya ilmu sulit dirangkum menjadi gampang.

"Dia bukan ustadz dengan jenggot tebal, Kakak…" seru Otong.

Benar, Otong.
Wajah sepuh itu sederhana sesahaja negeri kita
di balik mata ranumnya ada laut karun pelita
embun mengabut tebaran kebun-kebun sorga
kau kan rasakan sejuk saat tersiram air mukanya
peci putihnya sesuci bendera negara kita
sarungnya murah bukanlah benang sutera
tapi api neraka akan malu-malu
bila menyulut kain itu.

Otong kemudian berangkat sorogan
ia perhatikan lidah Kiai Maksum yang fasih
logat bahasa Arab yang sahih.

Fa’ala yaf’ulu fa’lan wa maf'alan fahuwa fa'ilun
wadzaka maf'ulun uf'ul la taf'ul maf'alun maf'alun mif'alun...
Dharaba yadhribu dharban wa madhraban fahuwa dharibun
wadzaka madhrubun idhrib la tadhrib madhrabun madhrabun midhrabun...

Ya ya ya, Otong!
Ia lantunkan baris tasrifan
para ilmuwan bahasa dunia dibuat tercengang
teori padat lugas menyiratkan haibah tegas
dialah pioner tasrif siapa menyangka orang Jawa
mengingatkan akan pakar lain nahwu-
sharraf
kebangsaan Sibaweh dan Hasan dari Irak
juga Ibnu Malik dari Spanyol pada kejayaan Andalusia.

"Wah, ternyata para pakar bahasa Arab
justru orang-orang ajami ya, Kakak..."
Otong geleng-geleng kepala.

Benar, Otong.
Seperti perawi hadis
Kutub Utara mencatatkan kebesaran putra terbaiknya
Al-Bukhari dari kota Bukhara Rusia
begitu juga penemu fikih Abu Hanifah yang justru seorang Afrika
mungkin kelak tercatat Kiai Taufiq Jepara
yang mulai mendunia melalui Amtsilatinya.

(Lalu kuperhatikan Otong lama terdiam
ia terhenyak memandang kesyahduan langit malam
kedua matanya terpantul sinar purnama
menjadi kanvas yang menggariskan satu sketsa
laksana lukisan mimpi dalam istikharah Kiai Maksum Jombang
tentang lambang jam’iyah yang kini kita kenal
sebagai logo Nahdlatul Ulama:
bumi dikelilingi sembilan bintang)

"Dia bukan syekh berjenggot tebal, Kakak..."
seru Otong sepulang sorogan.

2014

Analisis Puisi:

Puisi "Tasrifan Kiai Maksum Jombang" karya Raedu Basha menghadirkan penghormatan mendalam terhadap sosok Kiai Maksum dari Jombang, seorang tokoh penting dalam dunia pendidikan agama Islam. Melalui puisi ini, penulis mengangkat tema tentang keilmuan, tradisi, dan kekayaan budaya yang sering kali tidak dikenal luas. Dengan gaya yang penuh penghargaan dan detail yang cermat, puisi ini menyoroti keunikan Kiai Maksum serta kontribusinya dalam dunia tasrifan dan Nahwu.

Struktur dan Tema

Puisi ini menggunakan struktur naratif yang bercerita tentang Otong, seorang tokoh yang mencari ilmu dari Kiai Maksum. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh warna, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai pengetahuan lokal dan keahlian yang mungkin tidak dikenal di luar komunitasnya.

Citraan dan Penghormatan

Diawali dengan kalimat pembuka, "Tak perlu ke Kairo mengaji Nahwu / tak perlu ke Ahgaff belajar Sharraf," puisi ini langsung memperkenalkan tema utama—bahwa pengetahuan yang dicari tidak harus diperoleh dari tempat-tempat terkenal di luar negeri. Kiai Maksum, yang disebutkan sebagai "di teras langgar sebelah," menjadi simbol dari keberagaman pengetahuan lokal yang sama pentingnya dengan ilmu yang didapat di pusat-pusat pendidikan internasional.

Penggambaran Kiai Maksum

Kiai Maksum digambarkan dengan penuh kehormatan dan kesederhanaan. "Dia bukan Arabi tapi metodologi penemuannya menggetarkan bumi," menunjukkan bahwa meskipun Kiai Maksum bukanlah orang Arab, ilmunya memiliki dampak yang signifikan. Penulis juga menggambarkan Kiai Maksum dengan cara yang sederhana namun menghormati, melalui deskripsi fisik dan pakaian yang menunjukkan kesederhanaan dan kemuliaan.

Pembelajaran Tasrifan

Bagian puisi yang menampilkan Otong mempelajari tasrifan dari Kiai Maksum menunjukkan kedalaman pengetahuan yang dimiliki Kiai Maksum. Dengan menyebutkan "Fa’ala yaf’ulu fa’lan wa maf'alan fahuwa fa'ilun," puisi ini menunjukkan kemahiran Kiai Maksum dalam tasrifan, cabang ilmu nahwu yang rumit. Ini menggarisbawahi bahwa pengetahuan Kiai Maksum diakui secara luas, meskipun ia tidak terkenal di luar komunitasnya.

Konteks Historis dan Budaya

Puisi ini juga menyentuh pada konteks historis dan budaya yang lebih luas, menghubungkan Kiai Maksum dengan tokoh-tokoh besar dalam sejarah bahasa Arab seperti Sibaweh dan Ibnu Malik. Penulis menunjukkan bahwa pengetahuan dan kontribusi tidak terbatas pada latar belakang atau geografi tertentu, tetapi dapat muncul dari mana saja, termasuk dari daerah yang mungkin dianggap kecil.

Puisi "Tasrifan Kiai Maksum Jombang" karya Raedu Basha memberikan penghormatan yang mendalam terhadap Kiai Maksum dan pengetahuan lokal. Dengan menggunakan gaya naratif yang memikat dan penuh warna, puisi ini menekankan pentingnya menghargai dan mengakui keilmuan dari berbagai sumber, tidak hanya dari pusat-pusat pendidikan internasional. Melalui penggambaran Kiai Maksum, penulis mengingatkan kita bahwa kebesaran ilmu bisa datang dari mana saja, dan sering kali, nilai yang sesungguhnya terletak pada keunikan dan kedalaman pengetahuan lokal.

"Puisi Raedu Basha"
Puisi: Tasrifan Kiai Maksum Jombang
Karya: Raedu Basha
© Sepenuhnya. All rights reserved.