Puisi: Catatan Tahun 1965 (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Catatan Tahun 1965" menggambarkan kondisi sosial-politik pada tahun 1965 dengan kepekaan dan kejernihan yang luar biasa. Melalui penggunaan ...
Catatan Tahun 1965

Di lapangan dibakari buku
Mesin tikmu dibelenggu
Piringan hitam dipanggang
Buku-buku dilarang
Kita semua diperanjingkan
Gaya rabies klongsongan

Hamka diludahi Pram
Masuk penjara Sukabumi
Jassin dicaci diserapahi
Terbenam daftar hitam
Usmar dimaki Lentera
Takdir disumpahi Lekra
Sudjono dicangkul BTI
Nasakom bersatu apa
Umat dibunuhi di desa Kanigoro bagaimana lupa
Kus Bersaudara dipenjara
Mochtar masih diterungku
Osram bungkuk meringkuk
Jalan aspal kubangan
Minyak tanah dikemanakan
Rebutan beras antrian
Siapa mati kelaparan
Inflasi saban pagi
Pidato tiap hari
Maki-maki sebagai gizi
Bahasa carut diperluaskan
Beatles gondrong dipersetankan
Pita suara dimatirasakan
Susunan syaraf dianestesi
Genjer-genjer jadi nyanyi
Tari perang dipamerkan
Warna merah dikibarkan
Warna hitam dikalbukan
Pawai garang digenderangkan
Kolone kelima disusupkan
Sarung siapa dilekatkan
Matine Gusti-Allah dipentaskan.

Pawai HUT PKI, 23 Mei 1965

Sumber: Tirani dan Benteng (1993)

Analisis Puisi:

Puisi "Catatan Tahun 1965" karya Taufiq Ismail adalah karya sastra yang mencerminkan keadaan sosial-politik di Indonesia pada tahun 1965. Puisi ini diisi dengan citra-citra kuat yang menggambarkan suasana ketegangan, represi, dan penderitaan pada masa itu.

Pemberontakan Terhadap Penindasan: Puisi ini mengeksplorasi tema pemberontakan dan perlawanan terhadap penindasan yang terjadi pada tahun 1965. Melalui gambaran pembakaran buku, penahanan mesin tik, larangan buku, dan perlakuan kasar terhadap tokoh-tokoh intelektual, Taufiq Ismail menggambarkan betapa kerasnya rezim pada saat itu dalam menekan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Penindasan Terhadap Tokoh Sastra dan Intelektual: Penyair menyajikan sejumlah nama tokoh sastra dan intelektual yang menjadi korban penindasan, seperti Hamka, Pram, Jassin, dan Usmar Ismail. Pencemaran nama baik, penahanan, dan perlakuan tidak manusiawi terhadap para intelektual tersebut menjadi bagian dari catatan kelam sejarah.

Catatan Hitam dan Penindasan Umat: Puisi mencatat catatan hitam tentang tindakan brutal terhadap umat, seperti pembantaian di desa Kanigoro. Penggambaran ini menciptakan gambaran kekejaman yang terjadi di tingkat masyarakat, menggambarkan betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh rakyat jelata pada masa itu.

Politisasi Pangan dan Kondisi Ekonomi: Penyair menggambarkan kondisi ekonomi dan politik pada masa itu, termasuk mencatat inflasi yang tinggi, pidato harian yang seringkali hanya menjadi retorika tanpa tindakan nyata, dan kesulitan mendapatkan bahan pangan. Rebutan beras dan matinya orang kelaparan menjadi gambaran pahit keadaan sosial-ekonomi.

Penyensoran Terhadap Kebudayaan dan Media: Puisi merinci tindakan penyensoran terhadap kebudayaan, seperti pengaturan rambut ala Beatles yang dilarang, dan pembatasan pada media, seperti larangan pita suara. Hal ini menciptakan gambaran bahwa kebebasan berekspresi dan kebebasan berekspresi artistik menjadi terbatas pada masa itu.

Kritik Terhadap Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme): Penyair menyiratkan kritik terhadap konsep Nasakom yang dianggap bersatu hanya untuk kepentingan tertentu dan tidak untuk keadilan sosial. Puisi menyuguhkan ironi dengan menyebutkan Nasakom bersatu "apa," menyoroti ketidakseimbangan dan penindasan yang terjadi di bawah payung ideologi tersebut.

Simbolisme Warna dan Pawai: Simbolisme warna merah dan hitam menggambarkan perubahan yang dramatis dan konflik. Pawai yang dipenuhi warna merah dan hitam menciptakan citra kekuatan dan kegarangan yang mengekspos keadaan politik dan keadaan masyarakat pada saat itu.

Pemertahanan Identitas Budaya: Puisi ini menyuarakan pemertahanan identitas budaya melalui referensi seperti Genjer-genjer yang menjadi nyanyian dan tari perang yang dipamerkan. Ini mencerminkan semangat perlawanan dan kebanggaan atas budaya Indonesia yang tidak boleh diinjak-injak.

Puisi "Catatan Tahun 1965" merupakan karya sastra yang kuat dan menggugah. Taufiq Ismail berhasil menggambarkan kondisi sosial-politik pada tahun 1965 dengan kepekaan dan kejernihan yang luar biasa. Melalui penggunaan gambaran-gambaran yang kuat, puisi ini membawa pembaca untuk merenungkan masa lalu dan menilai keadilan serta kebebasan dalam konteks sejarah Indonesia.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Catatan Tahun 1965
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.