Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tanah Dada (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Tanah Dada" karya Afrizal Malna bercerita tentang manusia yang berhadapan dengan dunia dan dirinya sendiri. Penyair menyinggung tentang ...
Tanah Dada
(Kepada Penyair Almarhum)

Di dunia di dalam dunia, semua terus saja mengalir. Walau 
gunungku habis hanya sia-sia, semua terus saja mengalir. W
alau pohonku habis hanya sia-sia, semua terus saja me
ngalir. Walau matahariku habis hanya sia-sia, semua terus 
saja mengalir.

Tangan yang telah menjadikan aku dalam kerja, telah men
jadi dadamu. Aku bangun di atas mimpi ingin jadi manusia, 
keperihan menanamku tanpa batas. Tanah dada tanah peng
habisan diri yang hanya menulis saat kebebasan semua.

Aku mengorang-orang menzikir kebesaran manusia dalam 
dada yang goyang. Sehabis jari, tak habis hitungan menjum
lahku walau tanganku habis menulismu sia-sia, semua terus 
saja mengalir, semua terus saja mengalir.

1983

Sumber: Abad yang Berlari (1984)

Analisis Puisi:

Afrizal Malna dikenal sebagai salah satu penyair Indonesia modern yang kerap menghadirkan puisi dengan citraan segar, penuh simbol, dan kerap menghadirkan kritik sosial maupun refleksi eksistensial. Dalam puisi "Tanah Dada", ia menggambarkan sebuah perenungan tentang kehidupan, kehancuran, dan keterbatasan manusia di hadapan arus besar dunia yang “terus saja mengalir.”

Tema

Tema utama puisi Tanah Dada adalah eksistensi manusia dalam dunia yang terus bergerak tanpa henti, meski alam dan manusia sendiri mengalami kerusakan, penderitaan, dan kefanaan.

Puisi ini bercerita tentang manusia yang berhadapan dengan dunia dan dirinya sendiri. Penyair menyinggung tentang gunung, pohon, matahari—unsur alam yang habis sia-sia, namun aliran kehidupan tetap berjalan. Ia lalu menghadirkan metafora “tanah dada” sebagai tempat penghabisan diri, ruang batin, dan sumber kebebasan manusia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kehidupan berjalan terus, sekalipun manusia dan alam menghadapi kerusakan dan keterbatasan. Ada kesia-siaan dalam usaha manusia, tetapi juga ada keteguhan untuk terus menulis, berzikir, dan mencari makna. “Tanah dada” menjadi simbol batin terdalam, ruang terakhir tempat manusia menghadap dirinya sendiri sekaligus kepada kebebasan.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa meditatif, murung, dan reflektif. Ada nada getir dalam kalimat berulang “semua terus saja mengalir,” namun juga terselip kekuatan batin untuk tetap bertahan dan mencari makna dalam keterbatasan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang bisa ditangkap dari puisi ini adalah bahwa hidup, betapapun penuh kerusakan dan kesia-siaan, tetap harus dijalani dengan kesadaran batin dan pencarian makna. Penyair mengingatkan bahwa kebebasan manusia bukanlah sesuatu yang lahir dari luar, melainkan dari dalam “tanah dada” yang menjadi ruang penghabisan diri.

Imaji

Afrizal Malna menghadirkan imaji yang kuat dalam puisinya:
  • “Walau gunungku habis hanya sia-sia, semua terus saja mengalir” → imaji visual kehancuran alam.
  • “Tangan yang telah menjadikan aku dalam kerja, telah menjadi dadamu” → imaji tubuh manusia yang bercampur dengan simbol kehidupan.
  • “Tanah dada tanah penghabisan diri” → imaji filosofis yang menggambarkan tubuh dan batin sebagai tanah terakhir kehidupan.
Imaji yang digunakan bukan sekadar konkret, tetapi juga metaforis dan simbolik, memperlihatkan gaya khas Afrizal.

Majas

Puisi ini sarat dengan penggunaan majas:
  • Repetisi – pengulangan frasa “semua terus saja mengalir” yang menegaskan ketidakberhentian hidup.
  • Metafora – “tanah dada” sebagai simbol batin manusia dan ruang penghabisan diri.
  • Personifikasi – alam (gunung, pohon, matahari) digambarkan “habis” seakan memiliki kehidupan dan kesia-siaan.
  • Hiperbola – “keperihan menanamku tanpa batas” menggambarkan penderitaan manusia yang seolah tidak berujung.
Puisi "Tanah Dada" karya Afrizal Malna merupakan perenungan tentang kefanaan, kerusakan, dan keterbatasan manusia dalam dunia yang tak pernah berhenti bergerak. Dengan tema eksistensial, imaji yang kuat, serta majas repetisi dan metafora, penyair menghadirkan suasana murung sekaligus reflektif. Pada akhirnya, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa meskipun hidup penuh kesia-siaan, manusia tetap harus mencari makna dan kebebasan dalam “tanah dada”—ruang batin terdalam yang menjadi saksi perjalanan hidup.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Tanah Dada
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.