Puisi: Kabaret (Karya Agam Wispi)

Puisi "Kabaret" karya Agam Wispi menghadirkan gambaran yang kompleks dan penuh dengan refleksi tentang kondisi sosial dan budaya di berbagai tempat ..
Kabaret

Baru terasa sudah di Jakarta waktu cecak merayap di dinding
menerkam nyamuk gemuk oleh darahku yang kemarin
salut cecak salam untukmu dari Eropa

Baru kutahu yang tak berubah di Medan
berak cewok jongkok berdiri lagi sudah kepayahan
karena lutut sudah berkarat di makan kemanjaan
meski begitu kemana pun berjalan tercium harum durian

Baru sadar berdiri di pinggir
ketika berdiri di jembatan bendungan hilir
melihat sungai membusuk airnya tak mengalir
manusiaku di sini apakah mereka memang punya tanah air

Baru berkenalan dengan pemerasan yang diresmikan
ketika melayang-layang di jalan layang sang kuasa
jaman kuno sudah dimodernisasi kerakusan
tiap roda pedati harus bayar kalau mau lewat gapura

Baru terbangkit semangat proklamasi
ketika di mega Indonesia ada Megawati
perempuan kaulah bunda kemerdekaan yang menderita
melahirkan pejuang dan bandit sama saja

Baru terasa ada yang hilang di Jakarta yang kucinta
baru tahu patah tumbuh hilang berganti
melihat generasi baru menempuh jalannya sendiri.

Analisis Puisi:

Puisi "Kabaret" karya Agam Wispi menghadirkan gambaran yang kompleks dan penuh dengan refleksi tentang kondisi sosial dan budaya di berbagai tempat di Indonesia, terutama di Jakarta. Dengan menggunakan bahasa yang tajam dan gambaran yang kuat, Agam Wispi mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perubahan zaman, kondisi manusia, dan dinamika kehidupan di kota-kota besar.

Tema Utama

  • Perubahan Kota dan Kehidupan Manusia: Puisi ini menyoroti perubahan dramatis yang terjadi di kota Jakarta, dari cecak yang merayap di dinding hingga harum durian yang tetap hadir di tengah-tengah modernisasi. Hal ini menggambarkan perubahan lingkungan dan budaya yang cepat di kota metropolitan.
  • Kritik terhadap Modernisasi: Wispi mengkritik modernisasi yang tidak selalu membawa kemajuan yang seimbang bagi masyarakat. Ia menyoroti pemerasan dan kerakusan di tengah modernisasi, seperti dalam deskripsi tentang jalan layang dan gapura yang harus dibayar untuk lewat.
  • Refleksi Sejarah dan Politik: Puisi ini juga merenungkan sejarah politik Indonesia, dengan menyebutkan Megawati sebagai simbol perjuangan dan penderitaan dalam konteks kemerdekaan yang masih dihadapi dengan berbagai tantangan.

Gaya Bahasa dan Imaji

  • Bahasa Realistis dan Tegas: Wispi menggunakan bahasa yang lugas dan realistis untuk menggambarkan kondisi nyata di sekitar Jakarta dan Medan. Kata-kata seperti "darahku yang kemarin" dan "kemana pun berjalan tercium harum durian" mengekspresikan pengalaman langsung dan detail yang khas.
  • Imaji Kontras: Kontras antara gambaran modernisasi dengan keharuman durian yang tetap konsisten menciptakan imaji yang kuat. Ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai tradisional dan alam tetap relevan di tengah kemajuan teknologi dan urbanisasi.
  • Ironi dan Kritik Sosial: Puisi ini penuh dengan ironi dan kritik terhadap kondisi sosial dan politik. Wispi menggunakan humor satir dan gambaran yang provokatif untuk mengajak pembaca berpikir lebih dalam tentang realitas yang dihadapi masyarakat urban.

Emosi dan Makna

Puisi "Kabaret" membangkitkan berbagai emosi, mulai dari ironi hingga kekecewaan terhadap kondisi manusia dan lingkungan. Wispi berhasil menggambarkan dinamika kehidupan yang berubah-ubah dan kompleksitas hubungan antara manusia dengan kotanya, serta antara masa lalu dan masa kini.

Melalui puisi "Kabaret", Agam Wispi menawarkan suatu pandangan kritis terhadap perubahan sosial dan budaya di kota besar seperti Jakarta. Puisi ini bukan hanya sekadar deskripsi visual tentang kehidupan sehari-hari, tetapi juga refleksi yang mendalam tentang identitas, sejarah, dan masa depan sebuah tempat dalam dinamika zaman. Dengan bahasa yang tajam dan imaji yang kuat, Wispi mengajak pembaca untuk melihat melampaui permukaan dan merenungkan dampak dari modernisasi yang terus berlangsung di sekitar kita.

Puisi: Kabaret
Puisi: Kabaret
Karya: Agam Wispi

Biodata Agam Wispi:
  • Agam Wispi adalah seorang penyair Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)
  • Agam Wispi lahir pada tanggal 31 Desember 1930 di Pangkalan Susu, Medan, Sumatra Utara.
  • Agam Wispi meninggal dunia pada tanggal 31 Desember 1930 di 1 Januari 2003, Amsterdam, Belanda.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Revolusi kupancing kau masuk hutankau ikuti aku seperti bayangan tinggal pantai hilang lautan bertimbun bangkai di kota rebutan pita mera…
  • Oktobersekali-sekali dia datangbagai petani sedang panenbagai buruh sedang gajiansekali-sekali dia datangpergi lagitak pernah hilangsatu-satunya yang ditinggalkankekuatansekali-sek…
  • Corat-coret Dindingmemang kalian negarawan sedikit baikkalau tidak akan kami coret dinding-dindinglihatlah, harga beras meloncat naikharga manusia jatuh terbantingke kiri! ke timur…
  • Amoi, Penjaja Rotiuntuk satu dolar dia senyumamoi genit memeluk rotiuntuk satu dolar dia diciumkapal masuk rindu kelasipecah pajaramoi ke pantaidada berombak tangis membuihditepis …
  • Kepada Pelautsenja jatuh di laut, yayangsenja jatuh di lautmalam ini ada kasih ada sayangcemara pada meliuk, yayangdan buih dicakup ditayangbiarkan, biarkantapi jangan lepas ini di…
  • Kesedihanbuat Berlina Mirajanijika kerja negeri berlupa dari dukamakan-malam makan-siang entah di manaberatlah langkah pulang sebab pintu yang dibukadisambut kelam menganga dan tak…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.