Puisi: Di Mercu Suar (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Mercu Suar" karya Goenawan Mohamad menghadirkan gambaran tentang kehadiran manusia di tengah arus waktu dan ruang yang tak terelakkan.
Di Mercu Suar

Berdirilah di sudut, katamu.
Raba tembok tua itu.
Di dekat pigura yang tergores pisau,
tertulis "1927".

Siapa tahu kita akan tenang dengan ruang yang dihuni waktu: pintu kayu
besi yang dibalur lumut, engsel yang digerus asin laut, gambar dua
mendiang presiden pada dinding....

Mungkin mercu ini akan melindungi kita
dari hal-hal yang berarti,
dengan tamasya yang minimal.
Seorang penjaga pernah menuliskan
satu kalimat di langit-langitnya,
"Cahayaku memberikan segalanya ke samudera."

Kita belum tahu siapa yang pernah di sini, adakah kita tamu di sini.
Tertahan di sepetak pulau, kita bisa juga betah dengan sebungkah karang
dan seonggok tanggul yang membiasakan diri kepada pasang - seperti semak
jeruju kering di utara yang tak jauh itu yang hampir hanyut, tapi selalu
menemui ombak.

Aku tak bisa jawab
apa yang akan lenyap
dan yang tiba
kelak.

Apa yang dicatat,
apa yang diingat?
Apa yang disimpulkan?

Jangan-jangan di mercu ini kita akan juga bikin sejarah, kataku.

Barangkali, jawabmu, tapi jangan cemas, sejarah hanya sebentuk origami,
kisah yang tersusun dari ingatan,
lipatan yang tak dijahit mati, camar kertas yang terbang diguncang angin
dan dipercakapkan dari jauh.

Kita juga yang kemudian membayangkan arahnya.

Menakjubkan bahwa kau begitu sabar.

Ah, berdirilah di sudut, jawabmu,
dan lihat: laut tak menginvasi.
Dari mercu ini kita akan mencoba mengerti badai
ketika langit tak bisa diharapkan.


Pada debur ombak berikutnya,
aku terkantuk dengan mimpi yang tipis:
Sebuah jung. Deretan layar malam.
Dua orang di buritan
yang tak tahu mereka di mana.
"Tapi kita bahagia,"
kata salah seorang di antaranya.

Sebenarnya mereka berharap
ada seseorang yang di bandar menantikan.
Tapi anak yang tertidur di dermaga dengan kostum kapas itu mengigau,
tak memanggil....

Ketika aku terbangun, angin meraung.
Di dinding kulihat bayang kita yang bongkok sedikit
dan Ajal yang bergerak
seperti siluet tangan seorang anak.

Barangkali di pucuk mercu suar ini
telah diterakan sepasang inisial -
nama yang akan lama tinggal
nama yang mati;
nama kita yang mati.

Sumber: Tempo (20 Januari 2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Mercu Suar" karya Goenawan Mohamad menghadirkan gambaran tentang kehadiran manusia di tengah arus waktu dan ruang yang tak terelakkan. Dengan menggunakan metafora mercu suar sebagai simbol keabadian dan keberlangsungan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang keberadaan, kenangan, dan arti sejarah dalam kehidupan manusia.

Metafora Mercu Suar: Mercu suar dalam puisi ini menjadi simbol keabadian dan ketahanan. Mercu suar sering digunakan sebagai penanda navigasi bagi kapal-kapal di lautan yang gelap, mengisyaratkan harapan dan keamanan. Dalam konteks puisi ini, mercu suar melambangkan keberlangsungan kehidupan dan perjalanan waktu yang tak terelakkan. Penulis menghadirkan gambaran tentang bagaimana manusia berdiri di tepi waktu, menghadapi masa lalu, sekarang, dan masa depan dengan penuh ketidakpastian.

Pertanyaan Eksistensial: Puisi ini mengajukan serangkaian pertanyaan eksistensial tentang arti keberadaan manusia di tengah-tengah waktu dan ruang yang luas. Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan kegelisahan manusia dalam mencari makna hidup dan keberadaannya di dunia. Melalui pertanyaan-pertanyaan ini, penyair merangkai narasi tentang perjalanan manusia dalam menghadapi masa lalu, kini, dan masa depan yang tak pasti.

Perjalanan Waktu dan Ruang: Puisi ini menggambarkan perjalanan manusia melalui waktu dan ruang, dari masa lalu yang penuh dengan kenangan hingga masa depan yang tak terduga. Penyair menyampaikan pesan tentang pentingnya menghargai setiap momen dalam hidup dan menghadapi tantangan yang datang dengan penuh ketegasan dan keberanian. Meskipun manusia sering kali dihadapkan pada ketidakpastian dan kebingungan, namun mereka tetap berusaha untuk memahami dan menghadapi perubahan dengan penuh keyakinan.

Kenangan dan Sejarah: Puisi ini juga menyoroti peran kenangan dan sejarah dalam membentuk identitas manusia. Penyair mengajak pembaca untuk merenung tentang bagaimana kenangan dan sejarah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, membentuk pola pikir, nilai, dan sikap yang membentuk jati diri individu dan kolektif. Melalui penggambaran tentang keberadaan manusia di tepi mercu suar, puisi ini menegaskan pentingnya menghargai warisan budaya dan menghormati perjalanan sejarah yang membentuk kita sebagai manusia.

Puisi "Di Mercu Suar" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah perenungan mendalam tentang keberadaan manusia dalam aliran waktu dan ruang yang tak terelakkan. Dengan menggunakan metafora mercu suar sebagai simbol keabadian dan keberlangsungan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang arti kehidupan, kenangan, dan perjalanan sejarah dalam membentuk identitas manusia.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Mercu Suar
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.