Puisi: Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa" karya Diah Hadaning mengangkat tema pengabdian spiritual dan pengaduan dalam suasana malam yang hening.
Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa

Berbincang dalam diam paling diam dengan-Nya
di puncak malam paling malam
manakala pohon dan rasa budi hilang hijau
selalu pada-Nya kulubukkan hening diri
Kuasa-Nya yang Mahkota
Asihnya yang Bunga
Penerimaannya yang Langit
membuat setiap kejatuhan selalu bangkit
: hari-hariku dalam Kuasa-Mu
ketika langkah lamban Kau membimbing, orang diam
ketika hati gelap Kau mencahaya, orang lupa
ketika kusyairkan Kau lapar, orang protes
di sekeliling satwa dan alam telah berubah
fatwa dan orang telah merebah
nilai dan urai telah dicacah
Arif-Mu abadi
zikir dan doa buah hakiki
syairku di Mata-Mu tak pernah jadi haram.

: jalanlah di jalanmu, perempuan-Ku
sapa-Mu menggugah sukma letih
ya Bapa, ya Bapa, pohon segala biji asal
langkahku panjang sambil menabur benih
terus dan lurus meniti waktuku
laparkan aku agar terus niatku
apikan aku, apikan aku, Amin.

Bogor, Mei 1992

Analisis Puisi:

Puisi "Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa" karya Diah Hadaning mengangkat tema pengabdian spiritual dan pengaduan dalam suasana malam yang hening. Melalui gaya bahasa yang mendalam dan metaforis, puisi ini mencerminkan hubungan intim antara manusia dengan kekuatan ilahi dan bagaimana iman berperan dalam menghadapi tantangan hidup.

Dialog Dalam Diam dan Malam

Puisi dimulai dengan "Berbincang dalam diam paling diam dengan-Nya / di puncak malam paling malam" yang menunjukkan sebuah dialog spiritual yang mendalam dalam keheningan malam. Ini mencerminkan momen introspeksi dan kedekatan dengan Tuhan, di mana dalam keheningan, jiwa meresapi kehadiran-Nya yang lebih besar.

Simbolisme Alam dan Spiritual

"Pohon dan rasa budi hilang hijau" menggambarkan kehilangan warna atau kehidupan dalam konteks spiritual dan emosional. Ini menunjukkan perubahan atau kesulitan yang dihadapi oleh penulis. "Kuasa-Nya yang Mahkota / Asihnya yang Bunga / Penerimaannya yang Langit" adalah simbolisme untuk menggambarkan sifat-sifat Tuhan—kuasa, kasih sayang, dan penerimaan—yang memberikan kekuatan dan penghiburan.

Keterhubungan dan Panduan Ilahi

Puisi ini menegaskan bagaimana Tuhan membimbing dan menyinari kehidupan penulis dalam situasi-situasi yang sulit. "Hari-hariku dalam Kuasa-Mu / ketika langkah lamban Kau membimbing, orang diam" menunjukkan ketergantungan pada bimbingan ilahi untuk melewati masa-masa sulit.

Kritik Sosial dan Spiritualitas

Penulis juga menyentuh tema kritik sosial dan spiritual. "Di sekeliling satwa dan alam telah berubah / fatwa dan orang telah merebah / nilai dan urai telah dicacah" menunjukkan ketidakpastian dan perubahan dalam masyarakat serta bagaimana nilai-nilai dan ajaran spiritual mungkin terancam.

Doa dan Pengharapan

Akhir puisi diakhiri dengan permohonan doa dan pengharapan yang kuat: "jalanlah di jalanmu, perempuan-Ku / sapa-Mu menggugah sukma letih". Penulis meminta agar Tuhan terus membimbing dan memperkuat niatnya. Doa untuk "apikan aku, apikan aku, Amin" menggambarkan harapan untuk diterangi dan diberdayakan dalam perjalanan spiritualnya.

Puisi "Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa" karya Diah Hadaning adalah refleksi mendalam tentang hubungan antara manusia dan Tuhan dalam konteks spiritual dan emosional. Melalui simbolisme alam dan spiritual, puisi ini mengekspresikan pengabdian, kritik sosial, dan harapan untuk bimbingan ilahi. Kekuatan puisi ini terletak pada kemampuannya untuk menyentuh aspek-aspek mendalam dari iman dan pengalaman pribadi penulis, menjadikannya sebuah karya yang resonan dan penuh makna dalam dialog spiritual.

"Puisi: Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Pengaduan Mei, Sebuah Syair Doa
Karya: Diah Hadaning

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.