Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Komisi (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Komisi" karya Taufiq Ismail mengajak kita untuk merenungkan betapa besar dampak negatif dari praktik korupsi terhadap bangsa dan negara.
Komisi (1)

"Komisi itu, ada di dalam UUD '45,"
Kata sobatku seorang pengacara terkemuka
Ragu-ragu aku membantahnya "Ah, apa iya."
"Kata komisi, ada di dalam UUD '45," tegasnya
"Kau ini mengejek atau bagaimana?"

Karena tak mau taklid langsung begitu saja
Saya pergi mencari pendapat mazhab kedua dan ketiga

Pendapat kedua mengatakan tidak ada
Tapi mungkin juga akan ada
Bila kemudian terbukti ada

Pendapat ketiga mengatakan bila memang ada
Itu adalah kebalikan dari kemungkinan tak ada
Karena ketika dia tak ada, keadaan adanya itu
Merupakan situasi diametral ada
Maknanya karena kata a-d-a
Kalau dibolak-balik tetap a-d-a
Dan adanya itu akan kemudian ternyata
Tak tergantung pada eksistensinya awal lahirnya
Ada yang mengada

Tunggu dulu, tunggu
Apa betul kata Ada sudah ada
Sebelum semua yang ada ini
Ada?

Ke mulut pengacara sahabatku itu
Saya hampir saja memasukkan petasan
Dia untung diselamatkan korek api yang tak ada
Karena saya memang tak merokok sudah lama.

Komisi (2)

Pada suatu cuaca terik tengah hari
Dengan kepala dan lambung penuh berisi
Dua liter filsafat dan setengah kilo tata-negara
Memang sangat berat beban terasa
Di w.c. TIM yang sanitasinya tak begitu terjaga
Kukeluarkan beban itu semua
Sehingga jasmani dan rohani terasa sangat lega

Ee, di ujung Cikini kulihat UUD ’45 berjalan gontai
Diam-diam dari belakang kuikuti dengan santai
Ketika dia baru masuk ke Jalan Proklamasi yang ramai

Kuculik dia, kubebat matanya, kupaksa naik bajaj
Setelah lewat 4 perempatan dan menyusuri sungai
3 jembatan, 2 pasar dan 1 penyeberangan kereta
Kumasukkan dia ke sebuah rumah dan kubuka bebat matanya

"Ee, kamu," kata U-uk yang terkejut melihatku
"Aku ini diculik atau bagaimana?"

(Oleh kawan-kawan karibnya
Sehari-hari UUD '45 ini memang dipanggil U-uk)

"Kau jangan banyak tingkah, Uk," kata saya,
"Kamu kan lebih muda dari saya. Sopanlah sedikit.
Panggil aku mas, atau uda," kataku.

"Baik bang," jawab U-uk padaku
Kemudian aku memberi perintah
"Nah, berbaring di atas meja tenang-tenang
Jangan pergi ke mana-mana, kamu akan kuperiksa ulang."

Komisi (3)

Aku telah siap dengan seperangkat paradigma
Memeriksa U-uk yang terlentang di atas meja
Lensa cekung dan lensa cembung berbagai kombinasi
Ada mikroskop klasik, juga mikroskop elektronik
Ada loupe, macam-macam kaca mata dan suryakanta

Maka halaman demi halaman kubalik-balik dia
Alinea demi alinea kujalani dengan mata
Dari baris ke baris kusisir dia
Sampai perih pelupuk mataku

Sehingga berkunang-kunang pandanganku
Matahari terbit dan matahari tenggelam
Bulan sabit lahir dan bulan purnama silam
Ternyata memang di antara renggangnya baris itu

Di sela-sela semua alinea
Di antara paragraf yang ada
Huruf enam itu membayang jadi kata
Kata k-o-m-i-s-i itu memang ada
Ada!

Komisi (4)

Mesin pembangunan menderu dan menggegar-gegar
Digegarkan oleh komisi
Mesin besar ini meraung dan menggetar-getar
Digetarkan oleh komisi
Sumbunya licin berputar-putar
Diputarkan oleh komisi
Jenteranya berkisar-kisar lancar
Dilancarkan oleh komisi

Pak ketipak ketipung
Pembangunan lancar sekali
Pak ketipak ketipung
Gara-gara banjir komisi

Setelah berpuluh tahun mesin besar ini berfungsi
Lalu melahirkan berlapis generasi komisi
Geng perantara, broker, pengintai proyek, pencium tumpukan uang
Mereka juragan berumur 30-an, 40-an, 50-an, 60-an dan 70-an
Makelar berbagai ukuran bising saling bersaing
Tengkulak tamak bergigitan dan bercakaran
Fanatikus fundamentalis pembangunan tak ada tandingan
Sekaligus ekstrim kiri, ekstrim tengah dan ekstrim kanan
Fasih GBHN berikut petunjuk pelaksanaan
Dan UUD '45 dengan cuma satu tafsiran

Pak ketipak ketipung
Pembangunan lancar sekali
Pak ketipak ketipung
Gara-gara banjir komisi

Tapi kata Suap dan Upeti sejak awal interaksi selalu dihindari
Karena kedua kata itu nista dan jauh dari kategori gengsi
Oleh generasi komisi itu, yang memborong nikmat sebutkan semua sisi
Segala yang melibatkan inspeksi, evaluasi dan barang mesti dibeli
Apa saja yang memerlukan kalkulasi, perizinan dan pembuatan
Segala yang menunggu disposisi, konsesi dan persetujuan
Apa saja yang melibatkan kontrak tertulis dan tanda tangan
Semuanya pasti akan masuk wilayah mutlak monopoli
Geng perantara, broker, penerkam proyek, pencium tumpukan uang
Makelar berbagai ukuran bising saling bersaing
Tengkulak tamak bergigitan dan bercakaran
Grup vokal yang bernyanyi pop dangdut mantera pembangunan
Kualifikasinya perkoncoan, hubungan darah dan ideologi rupiah
Fanatikus sila pertama Keuangan Yang Maha Esa

Pak ketipak ketipung
Pembangunan lancar sekali
Pak ketipak ketipung
Gara-gara banjir komisi

Maka dengan mata pedih kami amati sepenuh kesaksian
Dua puluh ribu kali matahari terbit dan tenggelam
Pembuatan semua gedung pemerintahan, pusat perdagangan
Perkantoran, kampus dan sekolahan
Konstruksi jalan raya, jalan layang, jalan tol
Properti, real estat dan perhotelan
Pembelian senjata, kapal terapung, kapal bawah lautan
Penyedian satelit angkasa dan tanker minyak samudera
Pabrik penggilingan gandum, tekstil, karet sintetis
Kilang pupuk, semen, kabel, pembatikan, dan petrokimia
Bisnis pertambangan, industri kecil, perkebunan, kehutanan
Usaha agribisnis, kayu lapis, horikultura dan angkutan udara

Ee ya eyoo
Ee ya iyii
Pembangunan lancar
Karena komisi

Kata Suap dan Upeti sejak awal interaksi selalu dihindari
Karena kedua kata itu cemar, tak bergengsi, tak serupa komisi
Dan generasi komisi negeri kami telah menukilkan nama mereka
Tak kepalang tanggung dalam sejarah kriminologi dunia
Generasi dengan penampilan penuh sofistikasi dan elegansi
Kawanan juragan ketajaman visi dan selektif dalam diksi
Generasi mark up enam sampai sembilan angka nol tanpa risi
Merekalah tukang potong berapa sen dolar per barrel minyak bumi
Juragan komisi tak sekutu malu mengaku jadi pengusaha mandiri
Merekalah penembak hewan buruan dari atas kuda berlari
Generasi main layang-layang di lantai sepuluh gedung yang tinggi
Bersikap sangat manja dan kuasa, apa yang disebut mesti jadi
Pelanggan setia kasino mancanegara semua format dunia judi
Generasi tukang sadap sepertiga pinjaman dari Bank Dunia
Merekalah tukang sulap angka bantuan mancanegara

Ee ya eyoo
Ee ya iyii
Pembangunan lancar
Karena komisi

Inilah generasi yang telah mencatatkan rekor sejagat raya
Dalam Olympiade Komisi pemegang Trofi Dunia 20 tahun lamanya
Inilah Geng Perantara, The Kickback Mutual Admiration Society Makelar besar,
Makelar Tersebar dan Makelar Gergasi Penjambret dan Tukang Tadah yang rapi bersinergi
Jaringan Distributor, Grosir dan Pengecer komisi Pengintip Proyek,
Penerkam Proyek dan Pelapah Proyek Kanin Sejati
Si Hidung Pesek Bulldog Pencium Tumpukan Uang
Lihatlah ludahnya berceceran berserak kiri dan kanan
Gelambir pipinya longgar berguncang-guncung
Rasa takut dipancarkan cukup dengan menggeram-geram
Dia tak menggonggong, tapi gigitan taring tajam dan dalam

Ee ya eyoo
Ee ya iyii
Pembangunan lancar
Karena komisi

Generasi komisi ini pengagum dan peniru Amerika
Teladan mereka geng abad 19, Tweed Ring di New York sana
Komisi 65% sekali sikat, dibagi-bagi empat pejabat kota-praja
Yang paling dahsyat 5 juta dolar satu proyek sabetannya
Dibagi-bagi antara Tweed, Connolly, Sweeney dan Hall namanya
Generasi ini penjiplak tipu-menipu bisnis dan birokrat Amerika
Proyek pembangunan rel kereta api jadi teladan mereka
Satu mil rel $30.000, naik jadi $50.000, naik lagi $60.000 biayanya
Komisi guna menutup mulut anggota DPR $ 450.000 besarnya
Untuk rel kereta api beratus-ratus mil membelah benua
Inilah pelajaran dari The Great Train Robbery sangat berguna
Bahan studi dan referensi sebuah generasi komisi Para juragan
Indonesia peniru apa saja aroma Amerika
Dalam gaya hidup materi, boros konsumsi, sekolah anak-anaknya
Kecuali demokrasi dan trias-politikanya

Pak ketipak ketipung
Eya eyo eya iyii
Pak ketipak ketipung
Nasib bangsa jadi begini

Komisi (5)

U-uk baru terbangun sore masuk senja
Sesudah puas tidur seharian lamanya
Maklumlah kerjanya malam sama saja
Sibuk menonton pertandingan bola Piala Dunia

"Bagaimana kabar, bang," tanyanya pada saya,
"Sudahkah ketemu yang dicari-cari lama?"
"Baru ketemu, memang dia sebuah kata luar biasa," bersemangat kata saya
Kemudian menjawablah U-uk secara longgar saja

"Ah, apa yang luar biasa. Kata itu merajalela sudah lama
Berlindung di belakang dan atas nama saya
Lebih dari tiga puluh tahun lamanya
Masa baru tahu sekarang saja Abang ini naif 'kali, ya?
Dan inilah hal terakhir sangat pentingnya
Abang kulihat tak kunjung paham-paham juga
UUD '45 itu dalam implementasi sudah sangat lama
Adalah singkatan dari Uang Uang Dasar '45"

Mulutku ternganga mendengarnya
"Ya, begitu fakta prakteknya 
Uang Uang Dasar '45
Itu sebabnya komisi tercantum jelas di halaman pertama."

1998

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Komisi" karya Taufiq Ismail adalah salah satu karya sastra yang mengangkat tema kritik sosial dengan sangat tajam. Taufiq Ismail, seorang penyair besar Indonesia yang dikenal karena karya-karyanya yang penuh dengan kritik sosial, dalam puisi ini menggambarkan bagaimana korupsi, terutama yang berbentuk komisi, telah merajalela dalam sistem pemerintahan Indonesia. Puisi ini tidak hanya menyoroti masalah korupsi, tetapi juga menggambarkan bagaimana komisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya birokrasi di negara ini.

Struktur dan Isi Puisi

Puisi "Komisi" terdiri dari lima bagian yang masing-masing mengungkapkan lapisan-lapisan kritik terhadap fenomena komisi dalam pemerintahan dan masyarakat. Taufiq Ismail menggunakan berbagai perangkat sastra seperti satire, ironi, dan hiperbola untuk menggambarkan bagaimana praktik komisi telah merusak moralitas dan integritas pemerintahan.
  • Komisi (1): Bagian pertama dari puisi ini menggambarkan perdebatan antara penyair dan seorang pengacara mengenai keberadaan kata "komisi" dalam UUD '45. Dalam bagian ini, Taufiq Ismail menggunakan ironi untuk mengkritik bagaimana konsep "komisi" telah disalahartikan dan disalahgunakan hingga dianggap sebagai sesuatu yang normal dalam kehidupan bernegara. Penyair bahkan mempertanyakan eksistensi kata "ada" sebagai metafora untuk menunjukkan bagaimana komisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem yang ada.
  • Komisi (2): Pada bagian ini, Taufiq Ismail menggunakan humor yang cerdas ketika menggambarkan dirinya menculik UUD '45, yang ia panggil "U-uk", untuk diperiksa. Ini merupakan sindiran terhadap bagaimana hukum dan konstitusi seringkali dipermainkan dan dimanipulasi oleh mereka yang berkuasa demi keuntungan pribadi. Penggunaan bajaj sebagai alat transportasi dalam penculikan U-uk juga menambah elemen satire dalam puisi ini, menggambarkan betapa kacaunya sistem hukum di negara ini.
  • Komisi (3): Bagian ketiga adalah puncak dari kritik Taufiq Ismail terhadap praktik komisi. Dengan gaya naratif yang detail, Taufiq menggambarkan bagaimana komisi telah menjadi mesin penggerak pembangunan yang sesat. Ia menyindir para pelaku korupsi yang bersembunyi di balik kata "pembangunan" dan "komisi", sementara praktik suap dan upeti dihindari karena dianggap tidak terhormat. Taufiq Ismail secara eksplisit menyebut generasi pelaku korupsi ini sebagai "generasi komisi" yang beroperasi dengan cara yang licik dan berlapis-lapis.
  • Komisi (4): Pada bagian ini, Taufiq Ismail menyoroti bagaimana generasi komisi telah mengambil alih setiap sektor pembangunan, mulai dari infrastruktur hingga bisnis internasional. Ia menggambarkan mereka sebagai makelar, tengkulak, dan pengintai proyek yang tamak, yang hanya peduli pada keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampak buruk dari tindakan mereka terhadap masyarakat luas. Penggunaan lirik "Pak ketipak ketipung" yang berulang-ulang menambah nuansa ironi, menggambarkan bagaimana semuanya tampak berjalan lancar di permukaan, tetapi sebenarnya dibangun di atas fondasi korupsi yang rapuh.
  • Komisi (5): Bagian terakhir puisi ini ditutup dengan dialog antara penyair dan U-uk, yang kini menggambarkan bagaimana korupsi telah begitu dalam meresap ke dalam sistem, hingga UUD '45 pun dipelesetkan menjadi "Uang Uang Dasar '45". Taufiq Ismail menyimpulkan puisi ini dengan catatan pahit bahwa hukum dan moralitas telah dikorbankan demi uang, dan komisi telah menjadi simbol dari rusaknya integritas bangsa.

Makna dan Pesan yang Disampaikan

Taufiq Ismail melalui puisi "Komisi" menyampaikan kritik tajam terhadap praktik korupsi yang telah merusak tatanan masyarakat dan pemerintahan Indonesia. Ia mengekspos bagaimana komisi, yang seharusnya menjadi mekanisme pengawasan dan pengendalian, malah berubah menjadi alat untuk memperkaya diri oleh segelintir elit yang memegang kekuasaan.

Puisi ini juga mengajak pembaca untuk merenungkan betapa berbahayanya ketika uang menjadi satu-satunya dasar dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Melalui satire dan ironi, Taufiq Ismail berhasil menggambarkan bagaimana korupsi telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya birokrasi, dan bagaimana hal ini pada akhirnya merusak moralitas dan integritas bangsa.

Relevansi Puisi "Komisi" dalam Konteks Kekinian

Meskipun puisi ini ditulis beberapa dekade yang lalu, pesan yang disampaikan oleh Taufiq Ismail tetap relevan hingga saat ini. Masalah korupsi masih menjadi salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia, dan praktik komisi masih sering terjadi dalam berbagai bentuk. Puisi ini menjadi pengingat yang kuat bahwa perjuangan melawan korupsi harus terus dilakukan, dan pentingnya menjaga integritas serta moralitas dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Puisi "Komisi" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan kritik sosial dan moral. Melalui puisi ini, Taufiq Ismail mengajak kita untuk merenungkan betapa besar dampak negatif dari praktik korupsi terhadap bangsa dan negara. Dengan gaya bahasa yang penuh ironi dan satire, puisi ini menjadi cermin bagi kita semua untuk melihat dan mengakui masalah yang ada, serta mendorong kita untuk terus berjuang melawan korupsi demi masa depan yang lebih baik.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Komisi
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.