Analisis Puisi:
Puisi "Komisi" karya Taufiq Ismail adalah salah satu karya sastra yang mengangkat tema kritik sosial dengan sangat tajam. Taufiq Ismail, seorang penyair besar Indonesia yang dikenal karena karya-karyanya yang penuh dengan kritik sosial, dalam puisi ini menggambarkan bagaimana korupsi, terutama yang berbentuk komisi, telah merajalela dalam sistem pemerintahan Indonesia. Puisi ini tidak hanya menyoroti masalah korupsi, tetapi juga menggambarkan bagaimana komisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya birokrasi di negara ini.
Struktur dan Isi Puisi
Puisi "Komisi" terdiri dari lima bagian yang masing-masing mengungkapkan lapisan-lapisan kritik terhadap fenomena komisi dalam pemerintahan dan masyarakat. Taufiq Ismail menggunakan berbagai perangkat sastra seperti satire, ironi, dan hiperbola untuk menggambarkan bagaimana praktik komisi telah merusak moralitas dan integritas pemerintahan.
- Komisi (1): Bagian pertama dari puisi ini menggambarkan perdebatan antara penyair dan seorang pengacara mengenai keberadaan kata "komisi" dalam UUD '45. Dalam bagian ini, Taufiq Ismail menggunakan ironi untuk mengkritik bagaimana konsep "komisi" telah disalahartikan dan disalahgunakan hingga dianggap sebagai sesuatu yang normal dalam kehidupan bernegara. Penyair bahkan mempertanyakan eksistensi kata "ada" sebagai metafora untuk menunjukkan bagaimana komisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem yang ada.
- Komisi (2): Pada bagian ini, Taufiq Ismail menggunakan humor yang cerdas ketika menggambarkan dirinya menculik UUD '45, yang ia panggil "U-uk", untuk diperiksa. Ini merupakan sindiran terhadap bagaimana hukum dan konstitusi seringkali dipermainkan dan dimanipulasi oleh mereka yang berkuasa demi keuntungan pribadi. Penggunaan bajaj sebagai alat transportasi dalam penculikan U-uk juga menambah elemen satire dalam puisi ini, menggambarkan betapa kacaunya sistem hukum di negara ini.
- Komisi (3): Bagian ketiga adalah puncak dari kritik Taufiq Ismail terhadap praktik komisi. Dengan gaya naratif yang detail, Taufiq menggambarkan bagaimana komisi telah menjadi mesin penggerak pembangunan yang sesat. Ia menyindir para pelaku korupsi yang bersembunyi di balik kata "pembangunan" dan "komisi", sementara praktik suap dan upeti dihindari karena dianggap tidak terhormat. Taufiq Ismail secara eksplisit menyebut generasi pelaku korupsi ini sebagai "generasi komisi" yang beroperasi dengan cara yang licik dan berlapis-lapis.
- Komisi (4): Pada bagian ini, Taufiq Ismail menyoroti bagaimana generasi komisi telah mengambil alih setiap sektor pembangunan, mulai dari infrastruktur hingga bisnis internasional. Ia menggambarkan mereka sebagai makelar, tengkulak, dan pengintai proyek yang tamak, yang hanya peduli pada keuntungan pribadi tanpa memikirkan dampak buruk dari tindakan mereka terhadap masyarakat luas. Penggunaan lirik "Pak ketipak ketipung" yang berulang-ulang menambah nuansa ironi, menggambarkan bagaimana semuanya tampak berjalan lancar di permukaan, tetapi sebenarnya dibangun di atas fondasi korupsi yang rapuh.
- Komisi (5): Bagian terakhir puisi ini ditutup dengan dialog antara penyair dan U-uk, yang kini menggambarkan bagaimana korupsi telah begitu dalam meresap ke dalam sistem, hingga UUD '45 pun dipelesetkan menjadi "Uang Uang Dasar '45". Taufiq Ismail menyimpulkan puisi ini dengan catatan pahit bahwa hukum dan moralitas telah dikorbankan demi uang, dan komisi telah menjadi simbol dari rusaknya integritas bangsa.
Makna dan Pesan yang Disampaikan
Taufiq Ismail melalui puisi "Komisi" menyampaikan kritik tajam terhadap praktik korupsi yang telah merusak tatanan masyarakat dan pemerintahan Indonesia. Ia mengekspos bagaimana komisi, yang seharusnya menjadi mekanisme pengawasan dan pengendalian, malah berubah menjadi alat untuk memperkaya diri oleh segelintir elit yang memegang kekuasaan.
Puisi ini juga mengajak pembaca untuk merenungkan betapa berbahayanya ketika uang menjadi satu-satunya dasar dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Melalui satire dan ironi, Taufiq Ismail berhasil menggambarkan bagaimana korupsi telah mengakar dan menjadi bagian dari budaya birokrasi, dan bagaimana hal ini pada akhirnya merusak moralitas dan integritas bangsa.
Relevansi Puisi "Komisi" dalam Konteks Kekinian
Meskipun puisi ini ditulis beberapa dekade yang lalu, pesan yang disampaikan oleh Taufiq Ismail tetap relevan hingga saat ini. Masalah korupsi masih menjadi salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia, dan praktik komisi masih sering terjadi dalam berbagai bentuk. Puisi ini menjadi pengingat yang kuat bahwa perjuangan melawan korupsi harus terus dilakukan, dan pentingnya menjaga integritas serta moralitas dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Puisi "Komisi" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan kritik sosial dan moral. Melalui puisi ini, Taufiq Ismail mengajak kita untuk merenungkan betapa besar dampak negatif dari praktik korupsi terhadap bangsa dan negara. Dengan gaya bahasa yang penuh ironi dan satire, puisi ini menjadi cermin bagi kita semua untuk melihat dan mengakui masalah yang ada, serta mendorong kita untuk terus berjuang melawan korupsi demi masa depan yang lebih baik.
Karya: Taufiq Ismail
Biodata Taufiq Ismail:
- Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
- Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.